Bahas Dampak Perubahan Iklim, Koalisi Adaptasi Gelar FGD

  • Bagikan

BA’A, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Koalisi Adaptasi Rote Ndao menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) membahas dampak perubahan iklim serta solusi yang ingin ditawarkan. Kegiatan tersebut melibatkan sejumlah wartawan yang langsung menyampaikan beragam informasi yang diperoleh dari masyarakat.

Isak Doris Faot, wartawan media online, Metrotimor.id dan Ian Aplugi, wartawan RRI, menyampaikan kendala yang dihadapi oleh masyarakat yang berdomisili di pesisir pantai. Sedangkan Frangky Johannis, menyoroti keaktifan dari forum kebencanaan.

“Di Sumba Timur, ada forum yang namanya PRB, yang sangat aktif dengan kondisi cuaca apapun. Keanggotaanya, ada Pak Dandim, Kapolres, dan pejabat pemerintah pada instansi terkait. Kita di Rote juga ada, tapi tidak berjalan,” kata Frangky Johannis, wartawan Viktory News, dalam kegiatan FGD, yang digelar Yapeka, di cafe 777, Minggu (2/1).

Frangky mengatakan, kehadiran forum, sebagaimana yang disebutkan adalah untuk mengurangi risiko akibat bencana. Menurutnya, berbicara soal mitigasi pertanian dan perikanan, secara umum masyarakat Rote Ndao sudah cukup paham.

“Perlu aktifkan kembali forum-forum pengurangan risiko bencana. Sehingga ada follow up dari pihak BPBD kepada masyarakat. Jadi, adanya komunikasi, misalnya memberi peringatan dini, tindak-lanjut, yang pada akhirnya mengedukasi masyarakat terhadap tindakan sadar bencana,” kata Frangky.

“Yang terjadi selama ini, kalau ada bencana, masyarakat mulai ribut. Katanya pemerintah tak peduli. Ini karena masih kurangnya kesadaran masyarakat itu sendiri. Dan inilah poin penting yang bisa perhatikan untuk waktu-waktu kedepan,” sambungnya.

Frangky berharap, dengan adanya forum dan juga LSM yang tergabung dalam koalisi Adaptasi bisa berjalan bersama-sama sekaligus sebagai jembatan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah.

Terhadap masyarakat yang tinggal di pesisir pantai, dampak perubahan iklim, terus mengancam sebuah permukiman warga di Kecamatan Pantai Baru. Warga setempat membutuhkan dukungan untuk mengantisipasi abrasi pantai.

“Pernah beberapa kali, saya ketemu dan ngobrol. Ternyata mereka butuh bibit Mangrove dan pendampingan dari pemerhati lingkungan. Ini kondisi Desa Oenggae di Kecamatan Pantai Baru,” kata Isak Doris Faot lagi.

Sedangkan untuk daerah pesisir lainnya yang rentan abrasi, Ian Aplugi, mengatakan, di Desa Nuse, Kecamatan Ndao Nuse, pihak BPBD akan kewalahan mengevakuasi warga. Sebab, di desa tersebut, kata Ian, semua penduduk tinggal di dataran rendah, persis di pesisir pantai.

“Jika terjadi apa-apa (bencana) maka di Desa Nuse, sangat rawan. Karena di sana, tidak ada tempat yang cukup tinggi untuk evakuasi warga. Permukiman di dataran rendah, di sepanjang pantai,” ungkap Ian Aplugi.

Terhadap sejumlah masukan yang diberikan, Naomi Henukh, koalisi adaptasi dari Yapeka, mengatakan, penting disuarakan melalui media massa untuk terus mengedukasi masyarakat. Naomi juga mengiyakan untuk kembali mengaktifkan forum kebencanaan.

Demikian halnya Adrew Penna, juga dari Yapeka. Dirinya sepakat untuk mengaktifkan forum kebencanaan yang dibentuk di Rote Ndao.

“Di Rote Ndao, sudah ada forumnya. Hanya saja mungkin belum dilakukan pengukuhan. Koalisi adaptasi bisa fasilitasi,” kata Adrew Penna. (mg32)

  • Bagikan