Memeriahkan HAB, IAKN Kupang Gelar Bedah Buku

  • Bagikan

JIKA tak ada aral melintang Program Pascasarjana Pendidikan Agama Kristen Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Kupang akan menggelar acara bedah dan peluncuran Buku Pengantar Pendidikan Agama Kristen karya Dr. Noh Ibrahim Boiliu, M.Th.,M.Pd.,CIQaR dan Dr. Harun Y. Natonis, S.Pd., M.Si pada Jumat, 21 Januari 2022 di Kampus IAKN Kupang, Jalan Tajoin Tuan, Kelurahan Naimata, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Buku yang diterbitkan BPK Gunung Mulia Jakarta ini terdiri atas lima bab yakni: bab pertama tentang Pendidikan sebagai Usaha Mengentaskan dan Memanusiakan; bab kedua tentang Filsafat Ilmu Pendidikan (Kristen); bab ketiga tentang Mengetahui Praksis dalam Pendidikan Agama Kristen Menurut Groome; bab keempat tentang Diskursus Hubungan Metodologis antara Pendidikan Agama Kristen dengan Teologia dan Disiplin Ilmu Lain; dan bab kelima tentang Hubungan Pendidikan Agama Kristen dengan Disiplin Ilmu Lain: Perspektif Dewey, Coe, Smith, Miller, Sherrill, Elliott, Wyckoff.

Ketua Panitia Pelaksana yang juga mahasiswa pascasarajana IAKN Kupang, Semi Ndolu, S.Pd mengatakan, kegiatan bedah dan peluncuran Buku Pengantar Pendidikan Agama Kristen ini diselenggarakan untuk memperingati dan memeriahkan Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama.

Pihak panitia, kata dia, akan menghadirkan tiga narasumber sebagai pembedah buku. “Untuk membedah buku ini kami menghadirkan tiga narasumber yakni: Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo, Pdt. Dr. Mesakh AP Dethan, M.Th, dan Pdt. Dr. Lintje H. Pellu, M.Si,” tegasnya.

Mantan Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI yang juga dosen di berbagai kampus Sekolah Tinggi Teologi dan IAKN Kupang, Dr. Oditha R. Hutabarat, M.Th, dalam Kata Pengantar buku ini mengatakan, Pendidikan Agama Kristen (PAK) adalah proses di mana gereja berusaha memampukan orang (umat) untuk memahami, menerima, dan memberikan contoh iman dan cara hidup Kristen.

PAK, sebut Oditha, harus berlandaskan pada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan hubungan-Nya dengan manusia. PAK saat ini adalah kelanjutan dari pelayanan pengajaran-Nya. Kekhasan dari PAK adalah isinya berkaitan dengan spiritualitas atau iman yang abstrak dan fondasi PAK adalah Tuhan Yesus Kristus, Guru yang Agung. PAK menjadi disiplin ilmu yang bermuatan ranah afektif lebih kental di samping kognitif, psikomotorik sebagai tujuan belajar. “Melalui buku ini kiranya Guru Agung, Yesus Kristus senantiasa dimuliakan,” tulis Oditha R. Hutabarat.

Noh Ibrahim Boiliu dan Harun Y. Natonis mempersembahkan buku ini kepada almamater tercinta Kampus Sekolah Tinggi Teologi (STT) Cipanas – Jawa Barat. Menurut Boliliu dan Natonis, Pendidikan Agama Kristen menempatkan penekanan utama pada perspektif dari mana Yesus Kristus melihat kepribadian. Yesus Kristus memandang manusia sebagai pribadi yang harganya tak terbatas dan kasih-Nya dianugerahkan kepada manusia tanpa bata. Karena itu, maka semua hubungan manusia harus dinilai berdasarkan dampak mereka pada individu, yakni pertumbuhan ke arah realisasi potensi maksimum mereka sebagai anak-anak Allah dan sebagai subyek dari kasih Allah.

Di dalam eksistensinya, lanjut Boliliu dan Natonis, manusia membuat dan menciptakan berbagai makna; baik makna-makna yang bersifat transendental maupun imanental. Makna transendental muncul dalam hubungan manusia dengan Allah sebagai pencipta. Sedangkan makna imanental muncul dalam hubungan manusia dengan sesamanya dalam berbagai jenis dan tingkat kegiatan.

Makna imanental yang dimunculkan dalam hubungan manusia dengan sesama sesungguhnya merupakan perwujudan dari makna transendental. Dalam pendidikan, makna transendental itu direalisasikan dalam hubungan manusia dengan sesama. Atau dengan kata lain, hubungan antara guru dan murid atau pendidik dan naradidik.

Pendidikan tidak muncul begitu saja melainkan muncul dari pergumulan manusia dalam kesadaran akan diri dan dunianya. Pendidikan muncul di tengah-tengah manusia yang sedang bergelut dengan sesama dalam keterhubungan sebagai makhluk sosial (hal 4).

PAK merupakan pendidikan yang berawal dari manusia dan kepada manusia, sebab jika tidak ada manusia maka tidak ada pendidikan tetapi tidak sebaliknya. Manusia merupakan unsur penting dalam pendidikan sebab yang hendak dididik adalah manusia. Artinya pendidikan juga berbicara tentang hubungan, yakni hubungan manusia dengan manusia atau hubungan antara guru dengan murid.

Hubungan guru-murid dalam proses pendidikan penting, bernilai dan bermakna. Hubungan ini didasari prinsip, manusia bernilai-berharga, karena itu, “harus” dan “memungkinkan” makna muncul dalam hubungan. Nilai sebagai faktor penting dalam proses “memanusiakan manusia” melalui pendidikan.

Nilai manusia dalam praksis pendidikan membawa asumsi pembaca ke dalam khasanah, nilai manusia dalam regulasi pendidikan. Ketika orang lain berbuat atau bertindak dengan otoritasnya yang diberikan atau diciptakan sendiri; apakah nilai manusia tetap terjaga ataukah tergerus oleh sikap otoriter pendidik.
Memosisikan manusia-murid sebagai pribadi yang bernilai merupakan dasar menuju pendidikan humanis, sebab pendidikan adalah upaya moral untuk membentuk pembangunan manusia. Nilai moral dipertaruhkan pada tingkat sistem pendidikan, sekolah, dan guru (hal 8).

Pendidikan telah menjadi kebutuhan dasar yang diterima oleh peserta didik. Peserta didik dipersiapkan menjadi individu mandiri yang mampu mengembangkan diri secara optimal. Ini tentu memberikan dampak positif bagi peserta didik, sebab tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitifnya saja melainkan mengembangkan diri seutuhnya dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan ditanamkan untuk mengangkat derajat harkat dan martabat manusia (hal 11).

Karena itu, untuk mencapai pendidikan yang humanis, guru tidak boleh tampil sebagai pribadi yang “menakutkan, killer atau seperti genderuwo.” Dalam praktiknya, guru dituntut untuk mampu memperjuangkan hak-hak individu, membantu peserta didik mengeksplor potensi diri, tidak ada kesan penindasan intelektual atau menganggap murid tidak tahu apa-apa, dan tidak memberikan ruang yang cukup kepada peserta didik untuk mengembangkan kreativitas.

Pada dasarnya, prinsip yang dianut oleh pendidikan humanis adalah memanusiakan manusia. Keberhasilan pendidikan adalah menempatkan manusia pada posisi kodratnya. Memahami diri, memahami orang lain, dan mengembangkan lingkungannya (hal 12).

Pendidikan humanis religius mengutamakan pembelajaran aktif dan menggunakan metode dialog dalam suasana pembelajaran yang dirancang dengan menghadirkan Tuhan, dalam suasana nyaman, aman, ramah, santun, bahagia. Sehingga pendidikan humanis akan menjadi humanis manakala dalam konsep dan alur keberpihakannya tidak hanya diarahkan pada kepentingan siswa sebagai manusia, tetapi juga harus diarahkan pada guru sebagai manusia yang harus dihargai dan dihormati.

Artinya, praktik pendidikan humanis berlangsung dalam situasi pembelajaran yang saling menghargai, saling memberi nilai tambah bagi pengayaan kualitas kehidupan baik sebagai individu, anggota masyarakat, maupun makhluk ber-Tuhan (hal 13).

Di titik ini tentu tidak ada alasan bagi Anda untuk tidak memiliki buku ini. Karena buku ini sangat penting untuk dijadikan referensi bagi dosen, mahasiswa dan pemerhati serta pelaksana Pendidikan Agama Kristen. Selamat membaca! (*)

Penulis: Very Guru *)
*) Mahasiswa Pascasarjana IAKN Kupang

  • Bagikan