Kementan Ajak Petani Milenial NTT Terapkan Integrated Farming

  • Bagikan

KUPANG-Kementerian Pertanian (Kementan) semakin gencar memperkenalkan pertanian teritegrasi atau Integrated Farming. Petani milenial pun diajak menerapkan pertanian terintegrasi. Termasuk petani milenial di Provinsi NTT.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengungkapkan bahwa pertanian adalah salah satu sektor yang harus tetap bergerak diberbagai situasi dan kondisi, terlebih di tengah pandemi. Ini karena masyarakat membutuhkan makanan.

“Pertanian harus terus maju, bergerak, bergeliat, dan harus terus berproduksi untuk menyediakan pangan bagi masyarakat,” tutur Mentan SYL.

Adanya ancaman kekeringan karena minimnya curah hujan dan sumber pengairan di beberapa daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi tantangan tersendiri bagi petani. Terlihat sepanjang mata memandang lahan-lahan pertanian kering, tanaman banyak yang tidak mampu berkembang karena terbatasnya air.

Pertanian di Nusa Tenggara Timur dapat dikategorikan sebagai pertanian lahan kering sesuai karakteristik di atas. Masalah pada pertanian lahan kering biasanya pada ketersediaan air dan luasan lahan untuk melakukan usaha pertanian. Salah satu solusinya adalah dengan melakukan pertanian terintegrasi (Integrated Farming).

NTT memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Setidaknya ada 1,5 juta hektare lahan pertanian di daerah tersebut. Namun lebih banyak warga Bumi Flobamora ini memilih untuk menjadi buruh di luar negeri.

Kondisi lahan di NTTT memang cukup menantang. Lapisan tanah yang dangkal dan berbatu-batu karang membuat lahan sulit dikelola. Kondisi iklim yang kering dengan sumber air yang terbatas menambah berat tantangan pengelolaan lahan untuk pertanian di sana.

Kondisi alam yang sulit sebenarnya bisa direkayasa dengan praktik pertanian yang cerdas. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memungkinkan pertanian di lahan yang kering dan berkarang seperti di NTT bisa memberi hasil yang lebih baik. Namun tidak mudah untuk meyakinkan warga agar dapat mengubah pola pikir warga dalam melihat tantangan sebagai sebuah peluang menuju kesuksesan.

Praktik pertanian organik terpadu dan terintegrasi menjadi solusi yang ditawarkan oleh Gestianus Sino. Dengan sedikit nekat, Gesti membeli lahan untuk dijadikan lahan pertanian. Lahan mulai ditata, batu karang yang menutupi sebagian besar lahan dibongkar dan dipindahkan.

Untuk membuktikan sektor pertanian merupakan sektor yang menjanjikan di segala kondisi, SMK PP Negeri Kupang sebagai salah satu UPT Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), menginisiasi kerja sama dengan GS Organik CV yang dimiliki Gestianus Sino. Teknisnya dengan mengirim siswa-siswi terbaiknya untuk melakukan kegiatan magang di lokasi GS Organik.

Gestianus Sino mengajarkan calon-calon petani milenial ini mulai dari bagaiman memanfaatkan tanaman yang over produksi menjadi pakan ternak, dan memanfaatkan kotoran ternak menjadi pupuk padat dan pupuk cair.

“Dalam sistem pertanian terintegrasi, tidak ada bahan yang terbuang, jadi semua bisa dimaanfaatkan,” tutur Gesti dalam keterangan tertulis Humas SMK PP Negeri Kupang, Jumat (4/2).

Selain itu, kata Gesti, nantinya mereka juga belajar teknologi pertanian mulai dari penggunaan irigasi tetes, sprinkle, pembuatan pestisida organik, hidroponik, aquaponik, penyimpanan dalam cool store, pengemasaran hingga pemasaran produk secara online.

Apa yang diajarkan oleh Gestinus sejalan dengan arahan Kepala Badan PPSDMP, Dedi Nursyamsi. Dedi mengatakan, pertanian itu sangat luas dan tidak terbatas hanya tentang menanam dan menjual. Pertanian sekarang melibatkan teknologi dan informasi bahkan ada pertanian integrasi yang bisa berbasis smart farming.

“Pertanian itu sangatlah keren dan bisa menjadi mata pencaharian anak-anak muda ketika mereka sudah terjun di dunia kerja. Jadi anak-anak muda dan milenial jangan takut menjadi petani karena itu bisa menjamin hidup mereka dan orang lain,” imbuh Dedi.

Sementara itu, Kepala SMK PP Negeri Kupang, Stephanus Bulu mengatakan bahwa tujuan magang dimaksudkan agar calon petani milenial bisa belajar langsung dari pakarnya, khususnya tentang pertanian integrasi sehingga mereka bisa menerapkannya di sekolah bahkan menjadi usahawan pertanian milenial ketika lulus nanti. (*/aln)

  • Bagikan

Exit mobile version