Pemkot Pasuruan Studi Tiru Pariwisata di Matim, Bupati Agas Promosi Kopi Colol

  • Bagikan

BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, melakukan studi tiru terkait pengelolaan dan promosi pariwisata di Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Kamis (3/2). Rencananya konsep yang dilakukan di Matim, akan direplikasi di Pemkot Pasuruan.

Rombongan Pemkot Pasuruan dipimpin langsung Wakil Wali Kota, Adi Wibowo, bersama Wakil Ketua Dekranasda Kota Pasuruan, Suryani Firdaus. Hadir juga sejumlah pimpinan perangkat daerah lingkup Pemkot Pasuruan. Kehadiran mereka diterima langsung Bupati Matim, Agas Andreas, di gedung Sentra Tenun Sulam Rana Tonjong, Golokarot, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong.

Hadir juga Sekda Matim, Boni Hasudungan, Wakil Ketua PKK Matim, Ny. Alexandria Anggal Jaghur, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayan Matim, Albertus Rangkak, Staf Ahli Bupati, Asisten, sejumlah pimpinan perangkat daerah lingkup Pemkab Matim, dan sejumlah pegawai Disparbud Matim.

“Sungguh sebuah kehormatan  bagi kami di Matim, karena mendapatkan kunjungan dari Pemkot Pasuruan. Kunjungan ini terasa seperti kunjungan kekeluargaan, kakak yang sedang mengunjungi adiknya,” ujar Bupati Matim, Agas Andreas saat itu.

Menurut Bupati Agas, kalau dari sisi usia, Kabupaten Matim masih jauh dari Kota Pasuruan. Kota Pasuruan sudah mampu berlari, sementara Matim masih belajar merangkak, dengan segala sumber daya, cara, dan upaya.

Pemkab Matim, kata Bupati Agas, merasa kunjungan ini adalah berkat. Akan banyak belajar dan menimba cerita sukses dari Wakil Wali Kota dan rekan-rekan jajaranya. “Jika anda pecinta kopi, saya mau katakan bahwa, saat ini bapa-ibu sekalian berada di tempat yang tepat. Karena Matim adalah surganya kopi dunia. Bicara soal pariwisata di Matim, berarti bicara tentang kopi dan kearifan lokal,” kata Bupati Agas.

Menurutnya, Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat sebagai kota Primium, punya Komodo dan pulau-pulau nan eksotik. Sementara Manggarai dengan kampung di atas awan Wae Rebo. Sedangkan Bupati Agas dengan bangga menyampaikan bahwa Matim punya agro wisata kopi dan kearifan lokal yang sangat kaya.

“Untuk mendukung wisata premium Labuan Bajo, maka Matim juga berbenah dan mempersiapkan diri dengan memaksimalkan potensi yang kami miliki. Masyarakat Matim bukan hanya penikmat kopi, tetapi juga penghasil kopi terbaik di dunia. Kami punya banyak jenis kopi yang ditanam dan dikonsumsi,” beber Bupati Agas.

Bagi masyarakat Matim, lanjut Agas, kopi adalah kehidupan. Memelihara kopi sama dengan memelihara kehidupan. Kopi itu bagian dari kehidupan setiap orang dalam masyarakat. Kebahagiaan dan kesedihan selalu dirayakan dan ditemani oleh kopi. Kopi menyatu menjadi bagian dari proses kehidupan setiap orang.

Kehidupan keseharian, pengelolaan pertanian dan perkebunan masyarakat Matim juga tidak bisa dilepaskan dari kearifan lokal. Ritual adat masih selalu dilaksanakan untuk berbagai proses dan kehidupan. Termasuk dalam proses penanaman, perawatan dan panen tanaman. Termasuk kopi.

“Kekayaan budaya bersama hasil pertanian dan perkebunan merupakan kekayaan yang dimiliki Matim sebagai pendukung wisata premium Labuan Bajo. Kami mengamini bahwa semua orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan kopi. Tidak ada sekat jabatan, ekonomi, agama, dan latar belakang,” tutur Bupati Agas.

Dikatakan, dari sisi promosi wisata, selain melalui media sosial, Matim mencoba strategi yang agak berbeda. Strateginya adalah semua orang Matim, termasuk para pejabat adalah humas pariwisata. Jadi semua berkewajiban bercerita tentang Matim ketika bertemu dengan orang luar melalui media apa saja.

Sejauh ini, cara ini sepertinya efektif. Sebagai Bupati, Agas juga berpikir mungkin saja rombongan dari Pasuruan juga ada yang melihat dan membaca media apa saja dari Matim. Lalu memutuskan untuk mengunjungi Matim. Ini suatu kehormatan, orang kota datang ke kampung. Visi orang Matim, Kopi Colol itu kopi untuk dunia.

Sementara Wakil Walikota Pasuruan, Adi Wibowo, dalam kesempatan itu menyampaikan terima kasih kepada Bupati Matim bersama jajaran yang telah menerima dan menyambut mereka dengan baik ketika tiba di Matim. Pihaknya melakukan studi tiru, karena Matim menjadi salah satu kabupaten pemekaran dari kabupaten induk Manggarai yang mempunyai potensi pariwisata.

“Selain studi tiru pariwisata, kami juga datang untuk silaturahmi dan studi tiru di sektor UMKM. Selama ini kami melihat pemberitaan di media, terkait pariwisata di Kabupaten Matim. Apalagi akhir-akhir ini kami lihat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno sering bicara tentang pariwisata di sini,” ujarnya.

Hal ini, lanjut Adi Wibowo, juga memotivasi Pemkot Pasuruan sehingga bagaimana pendekatan-pendekatan kebijakan kepariwisataan sebagai pembangkit sektor ekonomi. Selain studi tiru di Matim, pihaknya juga melakukan studi tiru di Kabupaten Manggarai Barat. Hasilnya akan direplikasi di Kota Pasuruan.

“Hasilnya nanti kita bisa sharing terkait apa-apa yang dimodifikasi untuk dibawa ke Kota Pasuruan. Pokoknya semacam ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi),” ungkapnya.

Adi melanjutkan, di Kota Pasuruan juga banyak potensi di sektor UMKM maupun IKM. Seperti industri logam, industri mebel yang nantinya bisa dikerjasamakan dengan Pemkab Matim. Sehingga kedepanya dapat bersinergi guna membangun daerah masing-masing.

“Terima kasih atas sambutan yang luar biasa dari Pemda Matim. Tentu selain untuk studi tiru, kunjungan kami ke sini juga untuk merajut kebersamaan sesama anak bangsa. Kami juga sangat bersyukur dan bangga, bisa berkunjung ke sini. Soal pengelolaan pariwisata di sini, kami melihat perlu untuk direplikasi di Pasuruan,” katanya.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Matim, Albertus Rangkak, kepada TIMEX di sela-sela kunjungan itu mengatakan, salah satu hal yang mau dilihat oleh Pemkot Pasuruan dalam kegiatan itu, terkait kebijakan Matim tentang pengembangan kapariwisataan di Matim. Apalagi selama ini Matim mengusung tema pengembangan pariwisata berbasis masyarakat sesuai dengan potensi di Matim.

“Di sini kita lebih pada keterlibatan masyarakat dalam pembangunan pariwisata. Kita sudah memulainya dengan mengembangkan desa wisata. Potensi kita disini adalah alam budaya, dan kita mau mengembangkan pariwisata sesuai dengan potensi lokal. Kita tidak mau mengembangkan pariwisata masal,” bilang Albertus.

Hal itu lanjut dia, tentu karena pariwisata masal, dari segi keberlanjutanya masih kurang. Sementara pariwisata berbasis desa dan ekowisata itu, kata Albertus, tentu ada keberlanjutannya. Promosi yang dilakukan selama ini, lebih banyak dibantu oleh media masa. Disinilah letaknya Pentahelix dalam percepatan pengembangan pariwisata. (*)

Penulis: Fansi Runggat

  • Bagikan