KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Ancaman kesehatan terus mengintai kehidupan masyarakat NTT di tahun ini. Pandemi Covid-19 yang belum selesai membuat warga harus lebih waspada lantaran ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang kasusnya terus meningkat.
Berdasarkan data, lonjakan kasus baru per tanggal 7 Februari 2022 mencapai 930 orang. Dari jumlah itu, 8 orang pasien meninggal dunia.
“Khusus bulan Februari sendiri sudah ada 127 kasus baru,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dinkesdukcapil) NTT, dr. Meserasi Ataupah saat diwawancarai di ruang kerjanya, Selasa (7/2).
Dokter Meserasi mengatakan, lonjakan kasus ini terjadi dihampir semua kabupaten/kota.
Menurutnya, dari data yang ada, persentase kasus DBD mengalami peningkatan hingga 200 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dokter Mese menyebutkan, kasus kematian akibat nyamuk itu mencapai 8 orang, dan ini lebih banyak dari kasus yang terjadi pada 2021.
Melihat kondisi yang semakin berbahaya tersebut, kata dr. Mese, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT melalui Dinkesdukcapil meminta kepada pemerintah daerah (Pemda) yang angka kasusnya meningkat untuk menetapkan kejadian luar biasa (KLB).
“Ini sudah sangat tinggi jadi daerah harus ambil langkah untuk tetapkan KLB. Ajukan surat ke Kementerian agar bisa di kaji segera untuk penetapan KLB-nya,” ungkapnya.
Dokter Mese menjelaskan, dari 8 orang yang meninggal dunia akibat DBD, Kabupaten Ngada memiliki angka kematian tertinggi yakni mencapai tiga kasus kematian. Sedangkan daerah lainnya seperti Kota Kupang, Sikka, Nagekeo, Sumba Barat Daya, dan Sumba Tengah masing-masing memiliki satu kasus kematian.
“Harusnya sudah KLB DBD karena terdapat 8 kasus kematian dan jika dibanding periode 2021 yang lalu hanya empat kasus,” kata dr. Mese.
Disebutkan bahwa jika KLB, maka penanganannya juga terintegrasi dengan baik dan semua pembiayaan ditanggung pemerintah.
Mantan Kadis Sosial NTT itu menambahkan, dari jumlah kasus yang ada, paling banyak menyerang balita. “Datanya saya tidak pastikan angkanya tapi dari kategori usia, balita paling banyak menderita DBD. Yang meninggal juga anak-anak,” sebutnya.
Sebelumnya, Kota Kupang memiliki 181 kasus DBD dan 1 orang meninggal dunia, Kabupaten Kupang 11 kasus tidak ada korban jiwa, TTS 33 kasus, TTU 15 kasus, dan Belu 24 kasus.
Selanjutnya, Kabupaten Flores Timur 24 kasus, Lembata 60 kasus, Ende 4 kasus, Sikka 136 kasus dan 1 meninggal dunia, Ngada 27 kasus dan 3 meninggal, Nagekeo 20 kasus dan 1 meninggal.
Sementara Kabupaten Manggarai 13 kasus, Manggarai Barat 198 kasus, Sumba Timur 21 kasus, Sumba Barat 19 kasus, Sumba Barat Daya 88 kasus, Sumba Tengah 7 kasus dan 1 meninggal, Sabu Raijua 32 kasus, Malaka 17 kasus.
Tiga kabupaten lainnya, yakni Manggarai Timur, Kabupaten Alor, dan Kabupaten Rote Ndao tanpa kasus.
Dokter Mese mengaku pihaknya tengah melakukan upaya mitigasi dengan memberikan sosialisasi dan ia meminta warga untuk menjaga kebersihan lingkungan secara rutin satu bulan sekali.
“Sekarang kita mulai produktif kembali, maka, mari perhatikan saluran air, tempat nyamuk bertelur, dan tempat-tempat dengan reservoir air,” ujarnya.
Nyamuk aedes aegypti lebih senang bersarang di air yang bersih yang dibiarkan tergenang. Langkah pencegahan dengan melakukan 3M, yakni menguras penampungan air bersih atau mengeringkan genangan air, menutup kolam atau wadah penampungan air dan mengubur barang bekas atau mendaur ulang limbah bekas agar tidak menjadi sarang nyamuk.
“Itu adalah langkah-langkah utama pencegahan DBD,” tegasnya.
Langkah lain yang praktis yaitu jangan menggantung pakaian bekas pakai yang berpotensi menjadi tempat bersembunyi nyamuk DBD di dalam rumah.
“Nah, kebiasaan baru yang mengharuskan kita untuk membersihkan diri setelah sampai di rumah, sekaligus memastikan pakaian yang kita pakai setelah aktivitas langsung dicuci. Sejalan dengan pesan pemerintah untuk memberantas covid-19, sekaligus dapat mencegah DBD,” ujarnya.
Lebih lanjut, dr. Mese meminta warga untuk berkoordinasi dengan pihak pengelola lingkungan dalam upaya pemberantasan nyamuk di pemukiman. “Ya terutama, dimulai dari rumah Anda sendiri. Dalam adaptasi kebiasaan baru di mana kita menjalani kebijakan pengaturan waktu kerja, penggiliran hari kerja, pergantian hari berkantor, dan bisa bekerja dari rumah atau work from home, memberikan kita waktu untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk di rumah dan lingkungan sekitar rumah kita,” katanya. (r3)