KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Asosiasi Mahasiswa Perjuangan Rakyat Maluku Barat Daya(Ampera MBD) menggelar ibadah syukur bersama di Pantai Lasiana, Kelurahan Lasiana, Jumat (11/2). Kegiatan dalam rangka mendoakan dua tahun kiprah Ampera MBD di Kota ‘KASIH’ Kupang juga dirangkai dengan diskusi singkat guna menggali pandangan mengenai kemajuan MBD saat ini dari berbagai sektor.
Meskipun kegiatan ini berlangsung dalam keadan hujan, namun semangat juang pada mahasiswa/i ini tak kendor sedikitpun. Walau hujan, mereka tetap khusuk melaksanakan ibadah syukur itu.
Ampera MBD merupakan rumah bagi seluruh mahasiswa asal MBD di Kota Kupang. Mereka menggelar diskusi terkait kemajuan MBD dari pandangan basic ilmu yang ada, yakni pertanian, perikanan, kesehatan, dan ekonomi.
Di bidang pertanian, sebagaimana dikemukakan Hendrian Septory, salah satu alumnus Fakultas Pertanian mengatakan bahwa, Pemerintah MBD sejauh ini belum memaksimalkan potensi tanah yang ada. Bahkan tidak adanya kontrol yang ketat dari Pemkab MBD, dalam hal ini Dinas Pertanian sehingga masih banyak lahan tidur. “Padahal kalau lahan-lahan tidur ini digarap, tentu akan membuahkan hasil bagi masyarakat,” ungkap Hendrian.
Apa yang dikemukakan Hendrian ini ditimpali oleh Bung Abe, mahasiswa asal Desa Uhak, Pulau Wetar. Menurutnnya, Pemkab MBD melalui Dinas Pertanian sempat memberi bantuan alat-alat pertanian bagi masyarakat petani pada 2019, namun baru dikontrol pada 2021. Minimnya pengontrolan dari dinas teknis tentu berpengaruh terhadap tingkat produktifitas petani.
Di sektor perikanan pun demikian. Provinsi Maluku oleh Pemerintah Pusat telah dicanangkan sebagai lumbung ikan nasional. Berdasarkan hasil survey tahun 2016 yang dilakukan oleh 16 peneliti terhadap data kondisi ekologi laut, perikanan, dan sosial-ekonomi masyarakat di 30 lokasi survei bawah laut dan 14 desa target, menunjukkan bahwa wilayah MBD kaya dengan berbagai jenis ikan, terumbu karang, agar-agar, juga teripang. Hanya saja, semua potensi itu belum dikelola secara baik bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat MBD sendiri.
Wilson Thomas, salah satu mahasiswa Perikanan membeberkan bahwa berdasarkan kajian lapangan, di MBD sering terjadi penangkapan ikan yang berlebihan tanpa melihat ikan mana yang seharusnya di tangkap dan mana yang seharusnya tidak.
Wilson meminta agar dinas terkait harus memperhatikan surat izin penangkapan ikan dari setiap kapal yang beroprasi di laut MBD agar mencegah adanya penangkapan ikan secara ilegal atau ilegal fishing di laut MBD.
Fakta yang membuat miris terjadi di sektor kesehatan. Kabupaten MBD yang telah berusia 13 tahun pada 2021 lalu, sampai saat ini belum memiliki fasilitas kesehatan yang memadai. Hal ini sempat menjadi perbincangan ramai di publik pada Agustus 2021.
Saat itu, Daniel Letelay yang merupakan salah satu tenaga kesehatan (nakes) di Pulau Lakor mengungkap keresahannya terkait ketiadaan dokter dan minimnya fasilitas kesehatan di tempatnya bertugas, yakni Puskesmas Sera, Pulau Lakor.
Fakta yang diungkap Daniel ini viral di Twitter, dan tulisannya telah di-retweet lebih dari 10 ribu kali dan disukai lebih dari 15 ribu warga twitter saat itu. Bahkan putri Presiden ke-4 RI, Abdurahman Wahid, yakni Alissa Wahid merespons postingan itu dengan mention sejumlah akun yakni @gusdurianpeduli, @gusdurians dan @Mukhibullah. Jejak ini dikuatkan lagi dengan adanya korban yang sering berjatuhan saat hendak dirujuk ke Kota Ambon maupun ke Kupang.
Menyikapi kondisi ini, Anna Pookey, salah satu mahasiswi MBD berharap agar Pemkab MBD bisa membangun atau melengkapi berbagai fasilitas penunjang untuk rumah sakit di kabupaten itu. “Rumah sakit yang ada di Maluku Barat Daya harus dilengkapi peralatan yang bagus sehingga masyarakat Maluku Barat Daya yang sakit tidak perlu di rujuk sampai ke Kota Kupang atau ke Ambon,” pinta Anna.
Anna juga meminta agar kondisi setiap fasilitas Puskesmas yang ada di MBD diperhatikan dengan baik, khususnya pemerataan tenaga kesehatan sehingga bisa memaksimalkan pelayanan terhadap masyarakat.
Dalam diskusi itu, para mahasiswa MBD juga mengeluhkan tingginya stanting di daerah itu. Keluhan ini disampaikan Nita Sarpiela, salah satu mahasiswa gizi di Kupang. Ia menyatakan akan berusaha mencarikan solusi bersama seluruh pihak terkait demi menekan angka stanting di MBD. Para mahasiswa ini juga meminta perhatian serius Pemkab MBD terkait pembuangan limbah rumah sakit yang mesti dikelola dan dibuang dengan baik sehingga tidak mencemari lingkungan. Salah satu fakta terjadi di Puskesmas Serwaru, dimana limbah puskesmas ini dibuang ke sebuah kali mati seperti dituturkan Jacson Marcus.
Selanjutnya di bidang ekonomi, menurut data BPS MBD tahun 2021, laju pertumbuhan ekonomi awal tahun 2021 berada diangka 7,8 persen. Ini mengalami tren yang meningkat dari tahun 2020, yakni pada angka 6,1 persen. Selain itu, persentase penduduk miskin di MBD juga mengalami penurunan. Pada 2020 jumlah penduduk miskin MBD berada di angka 29,9 persen. Pada tahun 2021 turun menjadi 20 persen.
Namun sampai saat ini, APBD MBD belum dikelola dengan baik sehingga roda perekonomi di wilayah itu masih tersendat. Oleh karena itu pemerintah harus terus mengontrol APBD yang ada di desa agar dapat memprakarsai kemajuan ekonomi desa dengan adanya laporan setiiap triwulan yang baik oleh desa dan tidak adanya kong kalikong antar setiap unsur yang ada agar terciptanya MBD yang bersih dari KKN dan MBD yang maju.
“Semoga dengan adanya diskusi ini, pemerintah dapat melihat dan mendengarkan setiap keluh kesah yang dialami mahasiswa MBD di Kota Kupang, mengingat Pemerintah MBD seakan-akan menutup mata dengan kondisi mahasiswa di Kota Kupang. Dari asrama yang di bangun bersama Kabupaten KKT, namun sampai saat ini tidak ada titik terang kapan digunakan. Padahal kondisi gedungnya sudah memprihatinkan,” tegas Wilson, Ketua Umum Ampera MBD. (*/aln)