BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 5 Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), menjatuhkan sanksi terhadap dua siswanya, yakni YAS dan YMR. Kedua siswa ini dikeluarkan dari sekolah penggerak itu lantaran diduga merusak saklar listrik.
Pemberian sanksi oleh pihak sekolah tersebut tak diterima begitu saja. Orang tua dari kedua siswa ini melayangkan protes keras. Sesuai hasil kesepakatan dengan pihak sekolah, dua orang tua siswa, siap mengganti saklar listrik yang rusak itu. Bahkan kalau dikeluarkan, orang tua siswa tentu bingung mau memindahkan anak mereka ke sekolah mana, sebab mereka harus mencari sekolah yang berstatus sama, yakni sekolah penggerak.
“Saklar itu tidak sengaja dibuat rusak. Tapi saat mereka bercanda sambil pegang sapu. Tidak sengaja sapu itu kena saklar dan terjadi rusak. Sekolah pun undang orang tua dan dibuatlah pernyataan. Orang tua meminta maaf dan siap mengganti saklar yang rusak itu,” tutur orang tua salah satu siswa, Paulus N., kepada TIMEX melalui sambungan telepon seluler, Selasa (15/2).
Disaat saklar pengganti sudah disiapkan, sebagaimana hasil kesepakatan, lanjut Paulus, tiba-tiba lahir keputusan sepihak, dimana pihak sekolah mengeluarkan kedua siswa itu. “Kami orang tua akui bahwa, saklar pengganti yang baru itu belum bisa langsung dipasang atau dikerjakan, karena masih menunggu waktu dari tukang listrik. Terlambat satu hari dari waktu sesuai kesepakatan,” jelasnya.
Orang tua siswa, Paulus menyayangkan keputusan sekolah yang dinilai tidak prosedur dan tidak bijaksana. Pihaknya tidak menerima. Apalagi sudah ada pernyataan orang tua atas persoalan yang dilakukan oleh anak mereka. Juga kedua anak tersebut sudah mengaku kesalahan dan meminta maaf serta mau berubah. Bahkan orang tua telah memohon pihak sekolah, agar keputusan itu ditarik lagi.
“Kami sudah menghadap pihak sekolah, agar keputusan mengeluarkan anak kami dari sekolah itu, dimohon untuk dibatalkan dan ditarik kembali. Tapi permohonan dari kami tidak diterima. Tidak tahu, bagaimana nasib anak kami selanjutnya. Bingung harus sekolah kemana lagi. Sekolah penggerak di wilayah ini tidak ada,” sesal Paulus.
Pihak keluarga, lanjut Paulus, berharap kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT melalui DPRD dan Dinas Pendidikan, bisa membantu menyelesaikan persoalan ini. Jika tidak, maka anak-anak mereka terancam putus sekolah. Cita-cita mereka pun pupus. Saat ini kedua anak yang dikeluarkan itu, masih duduk di bangku kelas 10 alias kelas 1 SMA.
“Kami mohon Dinas Pendidikan Provinsi NTT bisa turun tangan atasi masalah pemecatan dua orang siswa di SMAN 5 Kota Komba. Demi masa depan anak kami. Sebab anak-anak kami masih semangat untuk sekolah kembali di SMAN 5 Kota Komba,” pinta Paulus.
Sementara Kepala SMAN 5 Kota Komba, Marselinus Junardi, saat dikonfirmasi TIMEX, membenarkan bahwa pihaknya telah mengeluarkan dua siswa tersebut. Menurutnya, keputusan itu punya alasan. Salah satunya, kedua siswa telah melakukan pengerusakan saklar dalam ruangan kelas.
“Kejadianya bermula pada 14 Desember 2021. Mereka melakukan pengerusakan saklar dalam ruangan kelas. Kemudian, bidang kesiswaan memberi pembinaan secara lisan dan menyepakati untuk memperbaiki saklar dimaksud,” ujar Marselinus.
Lanjut Dia, namun hingga 22 Januari 2022, saklar yang dirusak itu tidak kunjung diperbaiki oleh kedua siswa. Sehingga pada 24 Januari 2022, sekolah mengeluarkan surat panggilan kepada orang tua kedua siswa untuk membicarakan secara bersama terkait permasalahan yang dilakukan oleh anak mereka di sekolah.
Menurut Marselinus, panggilan tersebut terkait enam hal. Pertama soal ancaman verbal kepada guru tertentu bahwa kedua siswa ini akan memukulnya. Kedua, siswa selalu bolos saat jam pelajaran di sekolah. Ketiga, siswa merusak fasilitas sekolah, yakni saklar listrik. Keempat, kedua siswa itu sering mengganggu teman sekelasnya. Kelima, selalu membantah nasihat guru, dan Keenam, kedua siswa ini sering datang terlambat.
Marselinus menambahkan, dari pembicaraan dengan Kaur Kesiswaan dan Wakil Kepala Sekolah, diputuskan beberapa hal. Pertama, pihak sekolah bersama orang tua bersepakat kedua siswa itu tetap dipertahankan untuk bersekolah di SMAN 5 Kota Komba.
Kedua, pihak sekolah dan orang tua siswa bersepakat untuk lebih memperhatikan serta mengawasi perilaku peserta didik, baik di sekolah maupun di rumah. Ketiga, orang tua atau peserta didik bersedia mengganti atau memperbaiki fasilitas sekolah yang rusak.
“Pernyataannya, apabila siswa masih melakukan hal yang sama, maka akan dikembalikan ke orang tua. Kemudian tanggal 3 Februari 2022 sekolah kembali mengingatkan kedua siswa dimaksud, untuk kembali membuat pernyataan. Supaya mebereskan kerusakan fasilitas yang dibuat,” jelas Marselinus.
Secara kebetulan juga, lanjut Marselinus, saat itu, bersamaan dengan empat siswa lainnya melakukan pengerusakan fasilitas sekolah, yakni memecahkan lemari penyimpanan di kelas dan whiteboard. Waktu perbaikan yang diberikan pihak sekolah itu sampai batas 5 Februari 2022.
“Namun pernyataan itu tidak diindahkan oleh dua siswa yang dikeluarkan ini. Sementara yang empat orang siswa lainnya, bertanggung jawab memperbaiki fasilitas yang dirusaki. Kemudian sekolah memberi waktu lagi hingga tanggal 6 – 7 Februari 2022, namun itu juga tidak diindahkan,” kata Marselinus.
Sehingga, kata Marselinus, pada 8 Februari 2022, pihak sekolah terpaksa mengeluarkan surat pengembalian siswa kepada orang tua mereka atau dikeluarkan dari SMAN 5 Kota Komba. Lalu pada 9 Februari, orang tua siswa dari YMR dengan inisiatifnya datang ke sekolah dengan sedikit emosional.
“Kemudian pada 12 Februari 2022, wali dari kedua siswa kembali mendatangi sekolah dengan hal yang sama, masih dengan sikap emosional juga. Sementara sekolah sudah sampaikan bahwa, kalau siswa atau orang tua ingin anak mereka kembali bersekolah di SMAN 5 Kota Komba, itu sangat terbuka dan kita siap terima,” tegasnya.
Sehingga Marselinus sendiri menyimpulkan bahwa orang tua dari kedua siswa itu tidak punya etikat baik menyelesaikan persoalan ini. Mestinya, orang tua juga tidak perlu emosi untuk membicarakan persoalan ini dengan pihak sekolah. (*)
Penulis: Fansi Runggat