KUPANG-Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui program Petani Milenial yang digencarkan Kementerian Pertanian (Kementan) tengah menyiapkan diri mencetak sumber daya manusia (SDM) mumpuni yang mampu memajukan sektor pertanian.
Dibesarkan pada era digitalisasi, petani milenial diharapkan bisa mengikuti perkembangan zaman. Untuk itu, para petani milenial diharapkan bisa mengoptimalkan penggunaan teknologi digital dalam setiap kegiatan pertanian.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), menegaskan, Kementan terus berupaya mengubah wajah sektor petanian dengan mengandalkan para petani muda dan pemanfaatan teknologi digital.
“Pembangunan pertanian ke depan akan semakin mengandalkan para petani muda dengan teknologi digital, terutama sebagai strategi untuk memperkuat produksi dan distribusi. Agripreneur muda yang melek teknologi adalah potensi dan mitra strategis memecahkan kendala distribusi serta lemahnya akses pasar petani selama ini,” tutur Mentan SYL dalam keterangan tertulis Humas SMK PP Negeri Kupang, Selasa (22/2).
Mentan SYL pun menjelaskan naiknya jumlah pemuda di sektor pertanian di masa pandemi ini dapat menjadi momentum tepat untuk memperluas adopsi teknologi di sektor pertanian. “Sebanyak 85,62 persen di antara mereka merupakan pengguna internet dan berpeluang menjadi early adopter dari teknologi digital di sektor pertanian,” tegas Mentan SYL.
Menjawab tantangan Mentan, Kiki Nurrizky Eka Putra Krisnadi, petani milenial asal NTT yang juga founder CV Dapur Kelor telah memulai sesuatu yang baru. Ia telah menjadi motor penggerak penanaman dan pemanfaatan tanaman kelor di NTT.
Ditemui dilokasi usahanya, Minggu (20/2), Kiki mengatakan, NTT memiliki sumber daya alam yang mumpuni selain kearifan lokal dan budaya yang membanggakan. Meski demikian, Kiki mengatakan bahwa di balik semua itu, persoalan angka gizi buruk masih cukup tinggi. Maka, sesuai dengan misinya, Kiki ingin mewujudkan NTT pada khususnya dan Indonesia pada umumnya sehat melalui Gerakan Revolusi Nutrisi.
“Saya membuka terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar dan mengetahui cara berbudidaya daun kelor, proses panen, cara mengolah daun kelor hingga pengemasan olahan daun kelor di Unit Pengelolaan Daun Kelor UKM Dapur Kelor,” ajak Kiki.
Kiki pun tak sendiri, bersama rekannya Lucky Nurramadhan Putra Krisnadi, Co Founder CV Dapur Kelor, ia berupaya mengajak masyarakat untuk memanfaatkan daun kelor sebagai potensi lokal ini untuk menyejahterakan keluarga.
Lucky mengatakan bahwa Dapur Kelor telah memproduksi banyak varian kelor. Di antaranya, teh celup kelor, premium moringa, powder floritea apel dan lemon, masker powder moringa splashers, coklat kelor, kapsul daun, kopi flores kelor, dan sabun kelor. Produk-produk inilah yang mengantarkan Kiki dan Lucky menjadi jutawan. Hal yang positif dan menjadi dorongan bagi siapa saja untuk melakukannya dengan tekun dan tiada henti.
Sebagai milenial yang adaptif pada penggunaan digitalisasi, dua milenial ini pun memanfaatkan irrigation system time keeper dalam budidaya kelor serta mesin pengering portable untuk proses pengolahannya.
“Penggunaan irrigation system time keeper ini berfungsi menjadi sistem irigasi otomatis pada tanaman kelor sehingga memudahkan petani dalam mengontrol air mengingat NTT merupakan daerah lahan kering. Sistem ini pun bisa dikendalikan otomatis dengan mengatur waktu siram seperti pada sistem irigasi tetes otomatis. Bedanya ini masih menggunakan pengatur waktu yang diatur manual. Ke depannya kita akan libatkan IoT dalam sistem irigasi ini. Jadi tinggal klik di HP, tanaman kelor akan teririgasi otomatis,” tutur Lucky.
Menjawab pertanyaan terkait fungsi dari mesin pengering portable, Lucky menjelaskan bahwa mesin ini berfungsi tak hanya untuk mengontrol temperatur tetapi juga bisa untuk mengukur kelembaban.
“Kenapa kelembaban perlu diperhatikan? Karena proses pengeringan setiap segmen dalam lemari mesin akan menunjukan kelembaban yang berbeda. Oleh karenanya, dengan pengontrolan seperti ini, kita tahu bagaimana tingkat kekeringan dari setiap bagian dari mesin pengering portable ini,” jelas Lucky.
Melihat kiprah dua petani milenial asal NTT ini, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi memberikan apresiasinya dan mengatakan bahwa menjadi petani itu keren. “Menjadi petani milenial itu keren. Kenapa keren? Karena melibatkan teknologi dan IoT dalam prosesnya sehingga hasil pertanian lebih produktif dan waktu lebih efisien,” jelasnya.
Dedi pun menegaskan bahwa para petani milenial harus sadar akan pentingnya teknologi dan informasi ataupun IoT dalam bertani. “Kalau mau hasil efektif dan waktu efisien, kalian harus maksimalkan smart farming. Karena smart farming itu sebagai jalan pertanian anak-anak muda,” tutup Dedi. (*/aln)