Remunerasi UPTD SPAM Berbasis Kinerja Individual, 4 Tahun Beruntun Raih WTP

  • Bagikan

BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Mulai tahun ini, Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Sistem Peyendian Air Minum (SPAM), Kabupaten Manggarai Timur (Matim), menerapkan sistem remunerasi atau penggajian berdasarkan capaian kinerja individual. Sistem ini berbasis outcome atau hasil, bukan output atau keluaran.

Remunerasi diberikan berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme. Sistem ini juga memicu budaya kerja yang lebih baik. Mendorong tata kelola lembaga yang transparan dan akuntabel sekaligus memberi keadilan kepada karyawan yang memiliki potensi dan dedikasi tinggi.

Di sini tidak ada lagi gaji atau tunjangan yang sama rata, tetapi berdasarkan capaian kinerja. Sehingga tercipta iklim kerja yang memberikan semangat kinerja karyawan yang bekerja baik dengan yang malas-malasan. Pemberlakukan remunerasi bertujuan untuk memberikan imbalan yang setimpal atas prestasi yang telah diberikan para pegawai.

Juga mencerminkan adanya keadilan yang mendasari perhitungan pembayaran imbalan untuk setiap pekerjaan, sesuai dengan perbedaan masing-masing kontribusinya pada BLUD. Merupakan alat managemen untuk meningkatkan produktivitas, daya tarik bagi para pegawai yang diperlukan oleh BLUD dan mempertahankan para pegawai untuk tetap bergabung dengan BLUD.

“Jika mendapat insentif besar, maka kinerja pelayanan harus ditingkatkan. Kami di sni sudah melakukan penandatanganan perjanjian kinerja individual untuk seluruh pejabat dan pegawai UPTD SPAM Kabupaten Matim,” ujar Kepala UPTD SPAM, Fransiskus Y. Aga kepada TIMEX di ruang kerjanya, Kamis siang (24/2).

Fransiskus menjelaskan, semua pegawai mendapatkan gaji dan tunjangan hanya berupa remunerasi yang bersifat tunggal dan berbasis kinerja induvidual. Untuk melaksanakan remunerasi berbasis kinerja individual, beberapa tahapan dilakukan oleh UPTD SPAM, yakni perencanaan kinerja, perjanjian kinerja, dan pengukuran kinerja.

Pejabat yang akrab disapa Kevin itu menjelaskan, perencanaan kinerja dilakukan dengan memedomani peraturan Menteri PAN-RB terkait kelas, nilai jabatan, dan tugas pokok yang mendukung kinerja organisasi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) Matim tentang Rencana Strategis UPTD SPAM.

“Tahapan selanjutnya adalah perjanjian kinerja individual, baik pengelola BLUD maupun pegawai BLUD secara berjenjang berdasarkan rencana strategis secara directive maupun nondirective,” jelas Kevin.

Pengukuran kinerja, demikian Kevin, dilakukan setiap bulan sebagai dasar pemberian remunerasi. Hasil pengukuran menjadi pertimbangan menajemen dalam evaluasi dan upaya perbaikan menuju capaian yang lebih baik. Ketentuan remunerasi diatur dengan Perbup Matim Nomor 96 tahun 2021.

Kevin menjelaskan, total seluruh pejabat UPTD SPAM berjumlah 9 orang. Terdiri dari Kepala UPTD SPAM selaku Pemimpin BLUD, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Tata Usaha sekaligus pejabat keuangan, dan sejumlah 7 orang pejabat teknis. Selain itu pelaksana ada sebanyak 70 orang.

Menurut Kevin, pemberlakuan perjanjian kinerja individual sebagai dasar remunerasi akan memacu peningkatan kinerja, sehingga mengurangi tingkat kesenjangan dan meningkatkan kualitasi pelayanan. Ukuran kinerja disini tentu berbasis hasil. Seperti petugas di lapangan, yang diukur itu tentu bukan berapa kali hadir dan membagi air, tapi berapa volume air yang digunakan pada setiap sambungan rumah.

“Membagi air adalah aktifitas, tetapi kinerja yang diukur adalah hasil dari aktifitas pembagian air tersebut. Bisa saja dia melapor, hari ini saya beraktifitas. Di sini output-nya ada, tapi outcome tidak ada. Sistem laporan kita juga semua bersifat online. Kehadiran dia juga tidak berdasarkan tanda tangan, tapi aktifitasnya di lapangan. Pagi dia absen lewat online dan bagi air. Dalam absen itu, foto lokasi kegiatan yang disertai tangggal, jam, dan titik kordinatnya,” papar Kevin.

BACA JUGA: BLUD SPAM Matim Beri Apresiasi, Kesadaran Pelanggan Bayar Air Tepat Waktu Terus Meningkat

Kevin mengaku, pihaknya sudah adaptif dengan kondisi pandemi saat ini. Artinya tidak mesti bertemu fisik, tapi lebih pada hasil yang dikerjakan. Pegawai dalam sebulan tidak pernah bertemu, tapi bisa diukur di kinerjanya. Dimana, berapa air yang terjual, berapa banyak pengaduan yang masuk dan yang diselesaikan juga berapa penjualan air yang terealisasi.

“Seberapa lama respon atas pengaduan. Karena bukan soal berapa jumlah pengaduan yang terselesaikan, tapi waktu respon terhadap pengaduan. Misalnya, hari ini orang butuh air dan melaporkan, tapi kalau penyelesaian menunggu jadwal berikutnya, maka itu bukan menyelesaikan soal. Disini respon pengaduan yang diukur artinya tingkat kepuasan pelanggan menjadi penentu,” bilangnya.

Kevin mengatakan, kinerja itu berbasis outcome. Di sini pihaknya menilai orang benar-benar objektif, transparan, dan akuntabel. Semua pegawai pada intinya diikat pada indikator kinerja individual. Soal gaji, khusus pegawai negeri sipil (PNS), gajinya pada remunerasi bersumber dari gaji PNS.

Selain itu, untuk mendapatkan insentif berdasarkan capaian kinerja, maka gaji pada remunerasi berdasarkan nilai jabatan. Insentifnya dari capaian kinerja, dengan skema insentif jauh lebih besar dari gaji. Gaji berkisar antara Rp 490 ribu sampai Rp 690 ribu, sesuai nilai jabatan. Sedangkan insentif lebih dari Rp satu juta rupiah, sesuai capaian kinerja pelayanan dan kinerja keuangan.

“Untuk non PNS, gaji dan insentif, sumbernya bukan dari Dana Alokasi Umum (DAU). Jika mendapat isentif besar, maka kinerja pelayanan harus ditingkatkan. Karena orang bayar kalau kualitas pelayanan bagus. Tantanganya saat ini yaitu tingkat kehilangan air secara fisik masih tinggi karena skema jaringan distribusi dan perubahan regulasi tentang tarif air minum. Dimana semula masih ada denda adminstrasi, ada denda meter, dan biaya admistrasi,” tutur Kevin.

Tapi sekarang, kata Kevin, semua itu tidak ada. Sehingga benar-benar bersumber dari riil volume air yang dijual atau didistribusikan. Kali ini pihaknya berupaya memaksimalkan air yang distribusikan dan mengurangi tingkat kehilangan air.

“Sejak 2021, seluruh pembiayaan di UPTD SPAM bersumber dari pendapatan jasa pelayanan BLUD. Tidak ada DAU pada UPTD SPAM. DAU hanya untuk gaji PNS. Dengan demikian kita dituntut untuk bisa mandiri dari distribusi air. Memastikan orang benar-benar mendapat pelayanan,” kata Kevin.

Kevin menambahkan, UPTD SPAM itu yang menerapkan BLUD, wajib diaudit oleh auditor independen yang berlinsensi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penilaian keuangan di lembaga tersebut, selama empat tahun berturut-turut mendapat penilaian opini Wajar Tanpa Pengucalian (WTP). Itu terjadi sejak tahun 2017, 2018, 2019, dan 2020. Yang mengaudit dari lemnaga akuntan publik.

“Kita sudah tiga tahun berturut-turut mendapat penilaian WTP. Kalau soal kinerja pelayanan, itu diaudit oleh APIP, dalam hal ini inspektorat atau BPKP. Dimana pada tahun 2019 diaudit pada tahun 2021 oleh Inspektorat Kabupaten Matim dengan penilaian kurang sehat,” ungkap Kevin.

Kinerja pelayanan air minum dinilai dengan ada tiga opini, yakni sehat, kurang sehat, dan sakit. Kurang sehat, karena dari teknis pelayanan air minum, kualitas air belum dilakukan pengujian secara berkala. Masih tinggi kehilangan air, masih banyak meteran rusak, dan jadwal pelayanan belum teratur dengan baik.

Kondisi ini sudah dilakukan perbaikan secara cepat dan berkelanjutan, agar kejadian yang sama tidak terulang lagi yang diawali dengan lahirnya beberapa peraturan pelaksanaan BLUD pada UPTD SPAM pada tahun 2021.

Menurut Kevin, tahun 2021 lalu, semua sumber air pelayanan dari UPTD SPAM, telah dilakukan uji kualitas dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Matim. “Semua berkualitas baik. Sehingga tahun 2022 ini, dilakukan perbaikan dengan cara sistem perjanjian kinerja. Tapi untuk keuangan, dinilai sehat,” pungkasnya. (*)

PENULIS: FANSI RUNGGAT

  • Bagikan