ENDE, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Peran pria dalam mengikuti program Keluarga Berencana (KB) masih sangat rendah. Rendahnya partisipasi tersebut bukan saja terjadi di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), namun juga diseluruh Indonesia.
Khusus Kabupaten Ende, jumlah kepesertaan KB laki-laki baru mencapai 4,15 persen dari total peserta aktif KB laki-laki maupun perempuan sebanyak 16.569.
Hal ini dikatakan Kepala Dinas Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana Kabupaten Ende, dr. Muna Fatma saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (30/3).
Menurut dr. Muna, rendahnya angka partisipasi pria, khususnya dalam pengendalian penduduk melalui pembatasan kelahiran dalam program KB, salah satu penyebabnya karena persoalan budaya.
Persoalan budaya, lanjut dr. Muna, menempatkan urusan domestik atau rumah tangga hanya kepada para ibu. Begitupun dengan urusan KB, dimana pandangan kebanyakan masih melihat KB merupakan tanggung jawab para ibu.
“Pandangan budaya seperti ini bukan saja terjadi di Kabupaten Ende, namun pandangan yang sama terjadi di seluruh Indonesia. Karena itu, para ibu harus mengurus rumah tangga dan bertanggung jawab dalam mengikuti KB,” ujarnya.
Dokter Muna menjelaskan, pandangan yang masih berakar pada budaya ini disebabkan minim dan terbatasnya pengetahuan. Selain itu, tambah dr. Muna, minimnya sosialisasi dan kurang promosi bagi pria karena pada waktu yang lalu sosialisasi lebih fokus ke perempuan.
Dikatakan, meskipun partisipasi pria tergolong rendah dalam mengikuti program KB, hal itu tidak menjadi persoalan. Yang paling diharapkan, keluarga harus mempunyai rencana kedepannya dalam membangun rumah tangga.
“Mindset dulu berbeda dengan sekarang. Dulu cukup dua anak, tetapi sekarang dua anak lebih baik karena itu butuh perencanaan agar sang ibu lebih mampu produktif menurunkan angka risiko kematian ibu dan anak,” kata mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ende ini.
Dia menjelaskan, berapa pun kelahiran, butuh perencanaan. Seperti melahirkan anak saat berusia 21 tahun atau dibawah 30 tahun hingga 35 tahun. “Atau setidaknya hingga umur 35 tahun dari umur yang dianjurkan mulai melahirkan di usia 21 tahun sehingga rentang melahirkan setidaknya 12 tahun,” kata dr. Muna.
Selain itu, persyaratan lainnya dimana jarak tidak boleh terlalu dekat antar satu anak dengan yang berikutnya. Setidaknya jaraknya tiga tahun dari kelahiran sebelumnya. “Tidak boleh terlalu banyak, karena alat reproduksi wanita tidak kuat dan sangat rentan. Anak juga nantinya akan mengalami stunting, selain itu akan berisiko terhadap kematian ibu dan anak,” beber dr. Muna.
Dia mengakui, pilihan mengikuti program KB bagi pria, khususnya dalam menggunakan alat kontrasepsi relatif lebih sedikit dibandingkan perempuan. Pria hanya menggunakan vaksetomi dan kondom, sementara perempuan memiliki banyak pilihan seperti vaksetomi, pil, suntik, implan, kondom, dan IUD.
Lebih lanjut, dr. Muna mengatakan, untuk menyadarkan para pria butuh waktu. Karena itu pihaknya terus melakukan penyuluhan secara rutin melalui program KIE. Bahkan, sebut dia, Dana Alokasi Khusus (DAK) juga dipergunakan untuk sosialisasi tersebut.
“Kita berikan penyuluhan tiap bulan dengan harapan bisa jadi calon akseptor, sebagai target untuk bisa menurunkan angka kelahiran sementara target antara agar menggunakan alat kontrasepsi,” ujar dia lagi.
Dia juga menyadari, masih banyak warga masyarakat yang belum paham soal KB dan belum mau mengikuti program tersebut. Meski demikian, kata dia lagi, hal itu tidak menjadi masalah. “Tidak KB tidak masalah, yang penting membangun keluarga dengan perencanaan yang matang sehingga tidak menjadi masalah,” pungkas dr. Muna. (Kr7)