JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tengah membahas Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Di tengah proses pembahasan itu, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Diah Pitaloka meminta agar ketika RUU itu diundangan, dalam penerapannya nanti, perlu dibentuk satuan khusus yang menanganani kekerasan seksual, baik di pihak Kepolisian maupun Kejaksaan.
Menurut Diah, dengan pembentukan satuan khusus ini diharapkan mampu menekan angka kekerasan seksual di Indonesia. “Mungkin Pemerintah nanti bisa menentukan unit-unit di kepolisian juga yang khusus menangani kekerasan seksual itu, lalu juga tentu Kejaksaan perlu unit khusus penanganan kekerasan seksual,” kata Diah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/4).
Politikus PDI Perjuangan itu menyampaikan, RUU TPKS ke depan, ketika sudah diundangkan, bisa memberikan pelindungan yang baik bagi korban kekerasan seksual. Terlebih ke depan, masyarakat akan diberikan edukasi terkait pencegahan kekerasan seksual.
“Kita berharap nanti kayak pencegahan kekerasan seksual ini juga masuk ke dalam materi-materi pendidikan, penyadaran gitu ya, baik di sekolah ataupun di masyarakat sosialisasinya pencegahan, tapi dalam rangka pelindungan itu masuk ke dalam sistem kerja pemerintah,” tegas Diah.
Diah berharap, lahirnya UU TPKS nanti akan mengurangi tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di tengah masyarakat. Karena dengan lahirnya UU TPKS membuat masyarakat sadar akan bahaya dan ancaman hukum kekerasan seksual.
“Jadi dengan adanya UU ini, terbangun kesadaran baru tentang kekerasan seksual bahwa itu hal yang tidak baik bukan hal yang wajar. Banyak hal ditindak secara hukum dan saya sih yakin ya dengan lahirnya UU ini kekerasan akan menurun karena juga orang biasanya ketika misalnya ketika ada peraturan lalu lintas kan orang takut melanggar,” harap anggota Komisi VIII DPR RI ini.
Sebelumnya, sebanyak delapan Fraksi di DPR RI dan Pemerintah menyepakati RUU TPKS dalam rapat pleno tingkat satu. Hanya satu fraksi, yakni Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) tidak sepakat RUU TPKS dibawa ke Paripurna untuk disahkan.
Saat itu, pihak pemerintah hadir Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga. Rapat dipimpin Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas.
Dalam rapat itu, mayoritas fraksi di DPR menyatakan setuju untuk membawa RUU TPKS ke Paripurna DPR. Hal ini setelah ditanyakan Supratman Andi Atgas kepada para legislator. “Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini bisa kita setujui untuk diteruskan dalam sidang paripurna untuk pembicaraan tingkat II?” tanya Supratman Andi Agtas selaku pimpinan sidang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/4). “Setuju,” seru para peserta.
Sementara itu, Fraksi PKS meminta pengesahan RUU TPKS dilakukan setelah RKUHP disahkan atau keduanya dibahas secara bersamaan. Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf menilai bahwa pembahasan RUU TPKS harus dilakukan dengan paradigma berpikir yang lengkap, integral, komprehensif serta pembahasannya dilakukan secara cermat, hati-hati, dan tidak terburu-buru.
“Pembentukan undang-undang yang mengatur tentang Tindak Pidana Kesusilaan, termasuk di dalamnya kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual harus memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016. Dalam Pertimbangan Hukumnya, Hakim Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa diperlukan langkah perbaikan untuk melengkapi pasal-pasal yang mengatur tentang Tindak Pidana Kesusilaan oleh Pembentuk Undang-undang,” ujar Anggota DPR RI Dapil Lampung itu. (jpc/jpg)