ATAMBUA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Forum Masyarakat Perbatasan Korban Ketidakadilan (FMPKK) melakukan aksi demonstrasi di kantor DPRD Belu, Senin (11/4). Aksi unjuk rasa tersebut dipicu proses perekrutan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Kabupaten Belu tahun 2022 yang dinilai mengorbankan PTT yang telah mengabdi di atas lima tahun, dan tak terakomodir dalam perekrutan tahun ini.
Aksi ini dipimpin Lius Ponggo selaku Koordinator Lapangan (Korlap) dan Alvaro Gama selaku Penanggungjawab. Kehadiran massa aksi lebih kurang 50 orang tersebut dikawal ketat oleh aparat kepolisian yang dipimpin langsung Kapolres Belu, AKBP Yosep Krisbiyanto.
Pantauan langsung TIMEX, Senin (11/4). dalam aksi ini, massa membawa spanduk/poster bertuliskan, “Pemda Jangan Bodohi Kami”, “Masyarakat Perbatasan Berduka”, “Stop Baku Tipu”, “Pemda Membunuh Keluarga Kami”, “Stop Janji-janji yang Tidak Bisa Direalisasikan”, “Stop KKN Tekoda 2022”, dan “Matinya Keadilan dan Kesejahteraan”.
Mereka mempertanyakan perubahan macam apa yang telah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belu lakukan dalam perekrutan tenaga kontrak daerah. Dengan menghentikan PTT yang sudah mengabdi di atas lima tahun, maka Pemkab Belu dengan sendirinya membunuh harapan mereka untuk menjadi tenaga PPPK.
Lius Ponggo dalam pernyataan tertulisnya menuntut Pemkab Belu untuk segera, dalam waktu 2 x 24 jam mengumumkan hasil seleksi penerimaan PTT tahun 2022 secara terbuka, dan wajib mencantumkan nama para PTT lama sebagai anggota Satpol PP sesuai amanat PP Nomor 49 Tahun 2018, Pasal 99 Ayat (1). “Karena kami mempunyai hak untuk dapat diangkat menjadi tenaga P3K sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 99 Ayat (2),” tegas Lius.
Menurut Lius, upaya menghilangkan nama para PTT lama sebagai tenaga kontrak daerah tahun 2022 secara diam-diam dan mengangkat PTT baru sebagai pengganti adalah salah satu bentuk diskriminasi terhadap pihaknya sebagai Warga Negara Republik Indonesia, khususnya warga masyarakat Kabupaten Belu yang rata-rata telah mengabdi di atas lima tahun.
“Dengan adanya pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan adanya diskriminasi terhadap kami sebagai Warga Negara Republik Indonesia, khususnya warga masyarakat Kabupaten Belu, maka kami menuntut agar Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Belu segera mengambil langkah pembentukan Pansus dan selanjutnya menggelar Hak Angket untuk meminta pertanggungjawapan Bupati dan Wakil Bupati Belu,” kata Lius.
Selain itu, lanjut Lius, FMPKK menuntut agar Pemkab Belu dan DPRD Belu segera merespon atau melaksankan tuntutan FMPKK dalam kurun waktu 2 x 24 Jam.
Untuk itu, lanjut Lius, FMPKK meminta pimpinan dan anggota DPRD Belu untuk merespon dan melanjutkan tuntutan ini kepada Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan KemenPAN–RB untuk memberikan sanksi kepada Pemkab Belu sesuai ketentuan PP Nomor 49 tahun 2018 Pasal 96 ayat (3).
“Apabila pernyataan sikap kami tidak diindahkan secara serius oleh pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Belu, kami akan datang dengan massa yang banyak dengan melibatkan keluarga, anak, istri, suami, orang tua, kakak, adik untuk tidur di rumah jabatan bupati dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Belu,” tegas Lius.
Kapolres Belu, AKBP Yosep Krisbiyanto mengatakan, pihaknya telah mengarahkan kekuatan full dalam melakukan pengamanan terhadap aksi yang dilakukan FMPKK di kantor DPRD setempat.
Dikatakan, sebelum melaksanakan pengamanan, ratusan personel gabungan baik dari Polres dan Polsek jajaran, melaksanakan apel kesiapan pengamanan dipimpin langsung Kapolres AKBP Yosep Krisbiyanto.
“Kita sudah laksanakan pengamanan ini sesuai SOP dan humanis menyikapi peserta aksi. Dalam pengamanan ini juga, tidak boleh ada yang bawa senjata api sehingga pendekatan pengamanan dilakukan secara humanis,” tegasnya. (mg26)