KUPANG-Memasuki bulan Ramadan 1443 Hijriah, penjaja ta’jil mulai bertebaran di sisi-sisi jalan. Mereka membuat olahan makanan yang bisa dikonsumsi sebagai makanan pembuka bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa. Tidak terkecuali siswa-siswi program Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP) SMK-PP Negeri Kupang yang membuat ta’jil burcangjo atau lebih dikenal dengan bubur kacang hijau.
Di hari pertama, kelompok siswa PWMP yang diketuai oleh Vivi ini membuat 35 cup bubur kacang hijau perharinya. Dengan modal Rp100.000,00 saja mereka bisa meraup untung sangat banyak. Harga jual per cupnya adala Rp 5.000,00. Sehingga pendapatan mereka setelah 35 cup terjual yaitu Rp 175.000,00. Maka Keuntungan yang didapat sebanyak Rp 75.000,00.
Target pasarnya adalah para guru dan masyarakat sekitar. Jika mereka sanggup membuat 35 cup perharinya secara konsisten dan penjualan selalu habis terjual maka dalam satu bulan mereka bisa meraup untung kurang lebih dua juta rupiah.
“Pada hari-hari selain bulan Ramadan, kami memanfaatkan waktu luang di luar pelajaran kami gunakan untuk membuat produk sehingga tidak setiap hari kami memproduksi bubur sebab kami harus membagi waktu belajar di kelas dan praktek PWMP ini.
Namun ini pertama kalinya kami mencoba membuat bubur kacang hijau pada bulan Ramadhan. Kami ingin secara konsisten menjalani bisnis ini dan mulai mengatur waktu dengan kawan sekelompok dalam pembagian waktu produksi bubur,” jelas Vivi.
Apa yang dilakukan Vivi sejalan dengan apa yang dikatakan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. “Petani milenial harus cerdas, petani milenial harus pintar membaca peluang karena petani itu keren, dan banggalah menjadi petani,” kata Mentan.
Senada dengan Mentan, Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi mengatakan bahwa sebagai petani milenial tidak hanya harus cerdas tetapi harus pintar membaca peluang seperti yang dilakukan siswa-siswi SMK PP Negeri Kupang ini.
“Jika para petani bisa membuat tantangan menjadi peluang bahkan menjadi cuan, bukanlah has mustahil Indonesia menjadi negara yang mempunyai SDM pertanian yang maju, mandiri, dan modern,” tutup Dedi. (Penulis: Luluk Juan Pertiwi)