6 Korban Laka Maut di Papua Barat Masih Satu Rumpun Keluarga di Dusun Tulatudik

  • Bagikan

ATAMBUA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Sebanyak 14 dari 18 warga NTT yang meninggal akibat mengalami kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Pegunungan Arfak, Provinsi Papua Barat tiba di Kabupaten Belu, Kamis malam (14/4).

Kedatangan 14 jenazah korban lakalantas maut tersebut dijemput Wakil Bupati Belu, Aloysius Haleserens bersama rombongan di Nurobo, batas antara Kabupaten TTU dan Belu.

Sesuai data yang dihimpun TIMEX, dari 14 korban laka maut itu, terdapat enam korban yang masih dalam satu rumpun keluarga. Keenam korban tersebut berasal dari Dusun Tulatudik, Desa Derok, Kecamatan Tasifeto Barat.

Wabup Belu, Aloysius Haleserens kepada TIMEX, Kamis malam (14/4) menyampaikan turut berbelasungkawa atas kecelakaan maut yang merenggut nyawa sebanyak 18 warga asal NTT, dimana sebagian besar merupakan warga Belu.

Sebagai wujud kepedulian pemerintah daerah atas duka dari keluarga, Pemkab Belu mengurus kepulangan jenazah dari 14 warga Belu itu untuk dimakamkan di daerah asal masing-masing. “Pemerintah menyampaikan duka mendalam atas meninggalnya warga NTT, khususnya warga Belu dalam musibah kecelakaan truk di Papua,” ungkapnya.

Wabup Aloysius menambahkan, sebagai bentuk dukungan moril, pihaknya bersama sejumlah pimpinan perangkat daerah menjemput langsung 14 jenazah warga Belu di Nurobo, perbatasan Kabupaten TTU-Belu.

Wabup Aloysius juga mengajak seluruh masyarakat Kabupaten Belu untuk mendoakan agar arwah dari 14 warga Belu ini mendapat tempat yang layak di sisi Tuhan. “Kita doakan semoga arwah saudara-saudari kita diterima disisi Tuhan dan keluarga diberi ketabahan,” pintanya.

BACA JUGA: IKF Janji Perjuangkan Hak Korban Laka Maut, Wagub NTT Mengaku Telp Gubernur Papua Barat Terkait Hal Ini

Ferdinandus Berek, salah satu keluarga dekat korban saat ditemui awak media di Dusun Tulatudik, Desa Derok, Kecamatan Tasifeto Barat, Kamis (14/4) mengatakan, korban Servasisius Lelok dan Aleksander Mauk merupakan kaka beradik.

Korban Alexander Mauk sudah mengadu nasib di Papua sejak 2000 silam. Dari kedua korban itu, korban Servasius Lelok sempat pulang kampung pada Agustus 2021 lalu untuk acara pembuatan rumah adat.

Dalam acara adat tersebut, kata Ferdinandus, sebenarnya sudah ada tanda, dimana babi yang mereka sembelih pada acara adat itu empedunya hilang. Karena itu, pihaknya selaku tua adat maupun keluarga dekat meminta agar korban Servasius jangan kembali ke Papua dulu. Tujuannya supaya ada rekonsiliasi secara adat dengan menyembelih kambing atau babi baru kembali.

Namun saran Ferdinandus ini diabaikan korban sehingga mereka langsung kembali ke Papua tanpa rekonsiliasi adat. “Waktu acara adat itu sudah ada tanda. Saya minta korban untuk kita perbaiki sebelum kembali ke Papua, namun korban abaikan. Saat Pulang ke Papua juga korban tidak menemui saya dan hanya menyampaikan ke istri saya bahwa mereka sudah pulang ke Papua,” ungkapnya.

Ferdinandus menambahkan, korban lain yang juga keluarganya yakni Bernadus Adi Nahak meninggal bersamaan dengan anaknya, Istin Nahak yang baru berusia 3 tahun.

Sedangkan korban lainnya yang juga keluarga Ferdinandus yakni Stefanus Malik, meninggal dalam kejadian naas itu dengan meninggalkan istri serta seorang anak. Korban atas nama Stefanus ini merantau ke Papua sejak 2004. Sementara korban lainnya, yakni Vinsensius Kali, merupakan anak mantu mereka meninggalkan istri dan anak.

“Semua korban yang adalah keluarga itu sebanyak 6 orang yang meninggal karena kecelakaan disemayamkan di luar rumah. Kita semayamkan di rumah Marianus Ulu, yang merupakan kakak sulung dari korban Aleksander Mauk dan Servasisius Lelok,” pungkasnya.

Untuk diketahui, korban meninggal dalam kecelakaan maut di Papua Barat itu sebanyak 18 orang. Semuanya warga NTT. Sebanyak 14 warga asal Kabupaten Belu, dan masing-masing 1 orang korban dari Kabupaten Kupang, TTS, Malaka, dan Sikka. (mg26)

  • Bagikan