Mutu Sekolah Adalah Sebatas  Mutu Orangnya

  • Bagikan
Jevri Bolla,Kepala SMKN 1 Sabu Barat. (FOTO: ISTIMEWA)

(Relevansi Kepemimpinan ING-ING-TUT untuk Kepala Sekolah)

Oleh: Jevri  Bolla *)

Mukadimah

Kemajuan serta perkembangan pendidikan akan menjadi salah satu faktor keberhasilan sebuah negara. Beberapa negara barat telah mempertontonkan kualitas pendidikannya seperti Eropa9. Sementara bangsa Indonesia masih berkutat pada beberapa faktor yang dirasa tidak terakses secara maksimal terutama dalam dunia pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia mengacu pada sebuah sistem Pendidikan Nasional yang merupakan sebuah sistem pendidikan yang pada dasarnya akan memberikan dampak yang baik terhadap negara, sebagaimana bunyi UU RI NO. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS:

”Terwujudnya sisitem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan beribawa untuk memberdayakan semua Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”.Adapun misinya “Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatam memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat

Berdasarkan survei yang dirilis oleh Programme For Intedrnational Students Assessment (dalam situs Organisation for Economic Co-operation and Development) ditemukan bahwa kemampuan belajar pada tahun 2017 menetapkan pendidikan di Indonesia dalam peringkat ke-72 dari 77 negara. Sementara dari dari UNESCO dalam Global Education Monitoring (GGM) yang dilakukan pada tahun 2016, bahwa mutu pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang sedangkan kualitas guru berada pada posisi ke-14 dari 14 negara berkembang. Dari data tersebut menunjukkan polemik pendidikan di Indonesia yang semakin menjamur dan tidak kunjung menemukan solusi alternatif yang besifat membangun

Secara massive sering kita temui, dengar dan bahkan menghadiri  perbicangan, diskusi  ataupun seminar bertemakan perbaikan mutu pendidikan (baca Sekolah) dan  tidak sedikit usaha yang telah  dilakukan untuk  mencapai mutu sekolah yaitu  mulai dari  mempersiapkan tata kelola yang baik (management) sampai pada mendapatkan pengakuan dari pihak luar tentang keberadaan lembaga kita (certification) kedua hal ini sangatlah beralasan karena menurut  hiraki kebutuhan yang dikemukakan Abraham Maslow dalam “Theory of Human Motivation” (1943). Tingkatan kebutuhan manusia yang paling tinggi adalah aktualisasi diri (self-actualization).

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah sejauh mana  aktualisasi diri itu mempengaruhi peningkatan mutu? Dalam tataran administrative teoritis akan didapatkan jawaban yang memuaskan tetapi dalam tataran empiris praktis belum tentu  sebab Sekolah cendrung  over administration tetapi under management dalam peningkatan mutu sehingga apa pun usaha yang dilakukan  selalu  gagal pada implementasi maka saya setuju dengan pendapat bahwa the devil of quality improvement is in the level of implementation (Slamet PH. 2012). Dan jika kita mau bersepakat maka judul di atas bisa  dijadikan salah satu rujukan akan gagalnya impementasi peningkatan mutu di sekolah.

Batang Tubuh

Berdasarkan survei yang dirilis oleh Programme For Intedrnational Students Assessment (dalam situs Organisation for Economic Co-operation and Development) ditemukan bahwa kemampuan belajar pada tahun 2017 menetapkan pendidikan di Indonesia dalam peringkat ke-72 dari 77 negara. Sementara dari dari UNESCO dalam Global Education Monitoring (GGM) yang dilakukan pada tahun 2016, bahwa mutu pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang sedangkan kualitas guru berada pada posisi ke-14 dari 14 negara berkembang. Dari data tersebut menunjukkan polemik pendidikan di Indonesia yang semakin menjamur dan tidak kunjung menemukan solusi alternatif yang besifat membangun dan jika kita mau bersepakat maka judul di atas bisa  dijadikan salah satu rujukan akan gagalnya impementasi peningkatan mutu di sekolah.

Mutu Sekolah adalah sebatas mutu orangnya ada beberapa sudut pandang yang mendukung pernyataan ini yaitu Mutu Sumberdaya manusia dan  sumberdaya selebihnya. Sengaja saya memakai istilah sumberdaya selebihnya karena sumberdaya  manusia tidak bisa disejajarkan dengan uang, alat ,sarana, dan prasarana  sebab manusia secara kodrat dari sang pencipta adalah aktif  sedangkan  uang alat  dan yang lainnya adalah pasif bahwa hal itu penting tidaklah bisa disangkal tetapi  semuanya kembali pada manusia yang satu-satunya diberi kuasa  untuk menguasainya. Selajutnya dalam tulisan ini saya lebih memfokuskannya pada sumberdaya manusia  khususnya Kepala sekolah

Mutu sekolah adalah sebatas mutu Kepala sekolah. Ada dua tipe pemimpin. Pertama adalah Elected (dipilih) dan yang kedua Pointed (ditunjuk) dalam konteks sekolah sebagai organisasi  birokrasi maka model yang kedua inilah yang sering dipakai dan sebagaimana kita ketahui proses penunjukan kepala sekolah di Indonesia sampai dengan sekarang (dalam konteks otomi) ini masih berbau politis mungkin karena kedekatan atau karna balas jasa dan bahkan ada juga karena kebetulan (Alasannya bisa bermacam-macam). Saya tidak terlalu mepersoalkan caranya penunjukannya tetapi prosesnya. Setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan dalam penunjukan kepala sekolah, yaitu competency dan capability.

Mari kita mulai dari bagian kompetensi. Menurut Len Holmes (1992) “A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behavior or outcome which a person should be able to demonstrate”. Maksudnya kompetensi adalah suatu gambaran dari seseorang yang bekerja dalam suatu area yang diberikan kesempatan untuk berbuat atau bekerja. Dalam pengertian ini, ada makna kewenangan atau kekuasaan menentukan atau memutuskan sesuatu.

Berikutnya adalah masalah Capability. Menurut kamus capability berarti kesanggupan, kemampuan, kecakapan. Peran pemimpin dalam suatu institusi sangatlah menentukan keberhasilan yang akan diraih. Kita telah mendengar banyak perusahaan, organisasi, ataupun negara jatuh karena kelakuan pemimpinnya. Dan yang paling mengenaskan adalah menjadi bawahan dari pemimpin-pemimpin yang tidak capable leadership is one of the important essences of successful company. (James Gwee.net). Capability tidak bisa di pelajari tetapi sesuatu yang embedded dan tacit  atau tertanam dan merupakan bawaan sejak lahir dan jika pernyataan ini benar maka hanya  sedikit orang yang bisa menjadi pemimpin.

Penutup

Beberapa survei akademis menyebutkan  sekitar 70 persen mutu pendidikan itu didongkrak kepala sekolah, dan sisanya oleh guru, orang tua, dan peserta didik. Betapa besarnya peran kepala sekolah, sehingga diharapkan dapat memberi warna dan pembinaan internal yang menghasilkan kontribusi positif bagi pengembangan proses belajar mengajar di sekolah.

Namun untuk mendapatkan kepala sekolah yang bermutu ternyata juga tidak mudah. Belum tentu guru yang telah lama mengajar, secara otomatis memiliki kemampuan memimpin dan juga managerial yang baik. Kemampuan kepala sekolah hingga disebut unggul itu ternyata merupakan hasil dari berbagai kelebihan secara komulatif, misalnya yang bersangkutan telah berpengalaman panjang mengelola lembaga pendidikan, memiliki bakat memimpin, dan kemampuan manajerial, serta pengetahuan dan ketrampilan yang didapatkan dari berbagai pengalaman dan pelatihan.

Kepala sekolah yang lemah, baik dari leadership maupun manajerialnya juga akan melahirkan guru-guru dan karyawan yang bekerja ala kadarnya, kurang bersemangat, tidak disiplin dan kurang bertanggung jawab. Tegasnya, tingkat kemajuan lembaga pendidikan di mana-mana selalu seiring dengan kualitas kepala sekolahnya.

            Bagaimana seharusnya menjadi kepala sekolah yang bermutu. Jawaban pertanyaan tersebut  dari sudah ada sejak 63 tahun  sebagai hasil buah piker Bapak Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara, yaitu Ing Ngarsa Sang Tulada Ngarsa, yang artinya di depan sedangkan tulada maknanya contoh. Makna dari ajaran ini adalah bahwa sebagai pemimpin pada  top level management mana pun seyogyanya memberi contoh yang baik. Ing Madya Mangunkarsa Madya artinya tengah, mangun artinya membentuk sesuai keperluan sedangkan karsa artinya kehendak.

Siapa pun pemimpin itu, dia adalah middle manager artinya apabila mau berpikir dan bertindak konsisten, siapa pun pemimpin itu pasti masih punya atasan. dengan demikian, sebagai pemimpin jika ingin berhasil dianjurkan untuk dapat membentuk, memperhatikan, memelihara, dan menjaga kehendak dan keperluan atasan serta bawahan secara seimbang. Tut Wuri Handayani. Tut Wuri artinya di belakang sedangkan handayani artinya memberi kekuatan. Sebagai pemimpin kita harus mampu mengasuh bawahan dengan baik bukan memanjakan tetapi justru memberikan arahan dan rasa aman.

            Filosofi  kepemimpinan ala Ki Hadjar ini didasarkan atas naluri, nalar, dan nurani. Kepemimpinan yang mengembangkan naluri, nalar, dan nuraninya dapat mengelola dan menggagas inovasi organisasinya dengan berupaya membangun budaya organisasi berbasis kredo Asah, Asih, Asuh (3A), dan kearifan local. Budaya 3A ini sangat cocok diterapkan di Indonesia dengan mempertimbangkan keanekaragaman budaya Nusantara (unity in diversity) demi menciptakan keselarasan kepentingan (Ciptono Wahid 2011).

Pemimpin yang efektif dan arif bukanlah hasil sesaat setelah terpilih (output) tetapi merupakan hasil setelah sesaat (outcome). Relevansi kepemimpinan Ing-Ing-Tut yang terkesan jadul (sudah basi) di Indonesia. Bahkan juga di Nusa Tenggara Timur ternyata lebih mampu memberikan knowledge value added.

Mutu sekolah adalah sebatas mutu kepala sekolah  baik secara kompetensi maupun kapabiltas  dan  tidak ada satupun formula yang mujarab untuk menjamin sesorang menjadi sukes dalam memimpin, juga tidak ditemukan suatu metode pintas (shortcut) yang dapat menciptakan seorang pemimpin dalam hitungan jam.

Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan diarahkan   oleh  karena itu kualitas dari seorang pemimpin sangat menentukan sukses atau tidaknya suatu organisasi  terlalu visi tanpa aksi sama dengan diam dan  sebaliknya terlalu banyak aksi tanpa  visi akan menyebakan salah arah.

Mungkin saya terlalu banyak melanggar batas kesopanan tetapi apa yang saya tuangkan ini adalah bagian dari kenyataan yang kadang hanya terungkap lewat senyum dan tawa sebagai pelengkap sempurnanya  sandiwara. Sekali lagi maaf jika saya berpendapat  bahwa: MUTU SEKOLAH ADALAH SEBATAS MUTU ORANGNYA. Selamat Hari Pendidian! (*)

*) Kepala SMK Negeri 1 Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua

  • Bagikan