KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Polemik turunnya Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Tenaga Kesehatan (Nakes) di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang, khususnya di Puskesmas dan RSUD S. K. Lerik, menjadi perhatian serius.
Sebelumnya, pada tahun 2021 lalu, Nakes di Puskesmas dan RSUD S. K. Lerik mendapatkan TPP sebesar Rp 1,3 juta. Sementara tahun ini, TPP turun dan hanya diterima sebesar Rp 600 ribu. Ini sesuai Peraturan Wali Kota Kupang (Perwali).
Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Kota Kupang, Ade Manafe, mengatakan, pembayaran TPP didasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 900 tentang tata cara persetujuan Mendagri terhadap TPP ASN di lingkungan pemerintah daerah, dan dasar yang kedua yaitu Perwali Nomor 8 Tahun 2022, tentang pemberian tambahan penghasilan bagi PNS di Pemkot Kupang.
Ade menjelaskan, khusus untuk tenaga kesehatan, berdasarkan ketentuan di atas, tenaga medis hanya diberikan Rp 500 ribu. Pasalnya nakes sudah mendapatkan tambahan penghasilan dari 6 sumber, yaitu dana kapitasi, dana non kapitasi, insentif, dana BOK, biaya operasional, dan jasa pelayanan.
"Oleh sebab itu, berdasarkan aturan yang ada, mereka hanya mendapatkan tambahan Rp 500 ribu. Kita juga lakukan studi banding di BKPPD Provinsi Bali dan BKPPD Jogja dan Provinsi NTT, TPP untuk tenaga kesehatan Rp 500 ribu. Hanya di Kota Kupang saja kita naikkan Rp 100 ribu menjadi Rp 600.000," jelasnya.
Hal ini juga berlaku bagi tenaga pendidik, karena tenaga pendidik juga mendapatkan dana sertifikasi satu kali gaji, sehingga BKPPD hanya menambah Rp 600 ribu saja untuk TPP. Untuk guru non sertifikasi ditetapkan Rp 1.750 ribu. Demikian pula untuk pengawas dan lainnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, drg. Retnowati mengatakan, jasa pelayanan masing-masing Puskesmas bergantung pada jumlah pasien yang dilayani. Misalnya, Puskesmas Penfui, Kepala Puskesmas Penfui rata-rata per bulannya Rp 1.984 ribu lebih, dokter dan dokter gigi fungsional Rp 1.168 ribu. Rata-rata jasa pelayanan para medik dan non paramedik Rp 769 ribu.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) LKPJ Wali Kota Kupang, Adrianus Talli mengatakan, Perwali
sudah ada dan Perwali tersebut menjadi dasar untuk melaksanakan realisasi anggaran pembayaran TPP bagi ASN yang berhak menerima.
"Saya yakin bahwa sebelum Perwali ini dibuat, pemerintah telah memperhatikan rujukan aturan dan regulasi yang ada secara baik. Sekarang persoalannya adalah belum ada rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri untuk memberikan pencairan TPP," kata Adrianus saat Rapat Pansus LKPj Wali Kota Kupang Tahun 2021, di ruang sidang utama kantor DPRD Kota Kupang, Senin (9/5).
Adrianus menjelaskan, ketika Perwali TPP ini ditetapkan, ada reaksi dari para tenaga kesehatan di semua Puskesmas dan RSUD S. K. Lerik yang tidak setuju dengan keputusan ini. Para Nakes ini melakukan demo sebelumnya karena menilai bahwa kebutuhan hal ini ada diskriminasi yang terjadi. Jika hal ini terus dibiarkan maka akan timbul persoalan-persoalan baru di kedepannya, jangan sampai berimbas kepada pelayanan publik.
"Tetapi apapun bentuk penolakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, jika nantinya rekomendasi dari Kemendagri itu keluar makan Perwali tentang pembayaran TPP pastinya akan dibayarkan sesuai Perwali, bagaimana Nakes yang tidak setuju? Apa solusinya? Saya yakin mereka akan kembali menggelar aksi protes," kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Kupang ini.
Adrianus mempertanyakan pemerintah, bagaimana nasib nakes yang tidak setuju dengan penurunan jumlah TPP mereka yang besarannya hanya Rp 600 ribu. Apakah mereka akan tetap dibayarkan Rp 600 ribu sesuai Perwali ataukah diubah Perwali tersebut.
"Kita perlu kejelasan dan penjelasan yang sejujur-jujurnya dari pemerintah agar memberikan rekomendasi untuk ditindaklanjuti, baik di anggaran mulai tahun 2023 atau di anggaran perubahan 2022," ungkapnya.
Adrianus menambahkan, jika memang Perwali tersebut tidak bisa diubah, maka pemerintah harus mampu menjelaskan secara baik kepada nakes agar tidak menjadi polemik.
"Kalau tenaga kesehatan tidak puas dengan keputusan pemerintah, lalu tidak ingin melayani masyarakat di Puskesmas atau di rumah sakit, bagaimana nasib masyarakat. Hal ini menjadi persoalan serius, bukan hanya semata-mata mereka mendapatkan haknya, tetapi jika mereka merasa ada diskriminasi lalu mereka melakukan aksi mogok kerja, maka yang dirugikan adalah masyarakat. Lalu siapa yang akan bertanggung jawab?" tegasnya.
Dia meminta pemerintah agar lebih bijaksana jika memang ada regulasi yang memungkinkan untuk merubah perwali tersebut maka dirubah saja seperti semula atau sama seperti tahun sebelumnya.
"Saya minta pemerintah untuk menaruh perhatian serius terhadap kasus ini agar jangan sampai terjadi dampak yang tidak diinginkan kedepannya dan akhirnya berimbas pada pelayanan kepada masyarakat," pinta Adrianus.
Sementara itu, Ketua Pansus, Juvensius Tukung, mengatakan, apakah angka Rp 600 ribu itu ditetapkan secara langsung oleh Kemendagri atau merupakan kesimpulan yang diambil oleh Pemkot Kupang sendiri.
"Jangan bisa makan beban kerja tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas dan rumah sakit dengan teman-teman yang bekerja di lain, misalnya di Sekretariat DPRD. Karena teman-teman tenaga kesehatan pekerja Sabtu dan Minggu tidak sama seperti OPD lainnya," ungkapnya.
Anggota Pansus, Theodora Ewalde Taek mengatakan, dasar aturan yang dipakai untuk pembayaran TPP tidak disebutkan secara detail angka atau jumlah TPP bagi tenaga kesehatan. Maka BKPPD harus pertimbangkan beban kerja, waktu pelayanan dan lainnya. Tentunya tidak setara dengan ASN di OPD lain.
"Jadi jangan menyebutkan komponen penerimaan atau tambahan penghasilan dari tenaga kesehatan tetapi harus dilihat besarannya berapa. Jangan kita merujuk pada daerah Jawa yang tentu sangat berbeda dengan kondisi di Kota Kupang," tegasnya.
Ewalde meminta agar pemerintah memberikan pertimbangan untuk memperbaiki ini. "Saya tegaskan agar tetap jasa kesehatan dikembalikan sama jumlahnya seperti tahun 2021 kemarin," pinta Ewalde. (r2)
Editor: Marthen Bana