BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Petani kopi di wilayah Kabupaten Manggarai Timur (Matim), khususnya di Desa Colol, Kecamatan Lamba Leda Selatan, kini sedang tersenyum. Pasalnya, harga kopi di tingkat petani mengalami kenaikan. Untuk jenis kopi Arabika, harganya saat ini mencapai Rp 65 ribu per kilogram.
"Sebelumnya, harga kopi jenis Arabika Rp 56 ribu per kg. Sekarang masuk Mei 2022, harganya bergerak naik jadi Rp 65 per kg. Sementara harga per liter Rp 17 ribu, dari sebelumnya Rp 14 ribu per liter. Harga ini membuat petani senang," ujar Kepala Desa (Kades) Colol, Valentinus Tombor, kepada TIMEX saat dihubungi pertelopon, Rabu (12/5).
Menurut Kades Valentinus, untuk jenis kopi Yellow Caturra, harga di tingkat petani saat ini mencapai Rp 80 ribu/kg. Sebelumnya Rp 60 ribu/kg. Lalu jenis kopi Juria harganya Rp 100 ribu per/kg dari sebelumnya Rp 80 ribu per/kg. Sementara untuk kopi jenis Robusta, saat ini belum masuk proses panen. Diperkirakan Juli-Agustus proses panen. Sebelumnya, kopi jenis ini berada dikisaran harga Rp 28 ribu/kg.
"Kalau kopi jenis Robusta, kita belum tahu berapa harga pasaranya. Karena saat ini belum panen. Kalau untuk jenis Robusta, Juria, dan Yellow Caturra, petani tidak jual dalam bentuk liter. Hanya kopi jenis Arabika saja yang rata-rata dijual oleh petani dalam bentuk liter," sebut Kades Valentinus.
Tahun ini, kata Valentinus, produksi kopi Arabika menurun sekira 25 persen. Sementara begitu banyak pembeli dari luar daerah yang membutuhkan kopi jenis arabika. Baik yang datang langsung ke Desa Colol maupun yang pesan melalui jasa pengiriman. Selain itu, banyak juga yang butuh kopi jenis Yellow Caturra dan Juria, namun produksi dua jenis kopi tersebut tidak banyak.
"Faktor yang mempengaruhi naiknya harga kopi, mungkin karena produksi menurun, tapi permintaan konsumen tinggi. Jujur, selama ini banyak orang datang ke Colol untuk membeli kopi. Ini juga mungkin karena cita rasa kopi Colol yang khas dan sudah mendunia. Produksi menurun ini juga mungkin karena faktor cuaca selama ini," ungkap Valentinus.
Valentinus berharap, kondisi harga kopi yang berkembang saat ini, tetap bertahan. Jangan sampai harganya menurun. Bahkan petani meminta kepada pemerintah untuk terus lakukan monitoring di pasaran. Para petani kopi lebih bersemangat menanam kopi jika harganya bagus. Tentu yang menjadi tantangan bagi petani adalah persedian kopi.
"Dengan harga yang sedikit bagus seperti saat ini, tentu sangat membantu para petani untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ongkos pendidikan, dan juga kebutuhan sosial lainnya. Tapi saat ini, praktik renternir di petani Desa Colol masih ada. Tapi jumlahnya tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Itu tentu karena ada intervensi dari Bank NTT. Soal renternir itu, ya masih ada, dan ini yang perlu kita pikirkan bersama," ujar kades yang akrab disapa Valens itu.
Bupati Matim, Agas Andreas, mengatakan, bagi masyarakat Matim, khususnya di Desa Colol, kopi adalah kehidupan. Memelihara kopi sama dengan memelihara kehidupan. Kopi itu bagian dari kehidupan setiap orang dalam masyarakat. Masyarakat Matim mengamini bahwa semua orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan kopi.
Bupati Agas menyebutkan, tidak ada sekat jabatan, ekonomi, agama, dan latar belakang. Berbicara tentang kualitas kopi, Kabupaten Matim boleh berbangga karena kopi jenis Arabika dan Robusta dari daerah Colol telah meraih penghargaan nasional sebagai kopi terbaik Indonesia tahun 2015. Penghargaan ini diraih setelah memenangkan kontes Kopi Specialty Indonesia di Banyuwangi tahun 2015.
"Saya berharap masyarakat, khususnya petani kopi di Kabupaten Matim untuk tetap menjaga kualitas dari kopi itu sendiri. Tentu mulai dengan cara panen, pengolahan, hingga ke pasar. Tentu harga itu akan berbanding lurus dengan kualitas kopi. Masyarakat juga jangan terpancing dengan tawaran sistem ijon," pintanya. (*)
Penulis: Fansi Runggat
Editor: Marthen Bana