Petani Milenial NTT Raup Cuan dari Ternak Babi

  • Bagikan
Alesando Lomi tampak merawat ternak peliharaannya. (FOTO: Dok. SMK-PP Kementan)

KUPANG-Upaya Kementerian Pertanian (Kementan) untuk terus menghadirkan sumber daya manusia (SDM) pertanian yang berkualitas guna memaksimalkan pembangunan pertanian terus digencarkan.

Salah satunya melalui program Pengembangan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP) di SMK-PP Negeri Kupang. Program ini merupakan upaya memaksimalkan potensi generasi muda petani milenial agar dapat menciptakan job creator di masa depan, khususnya di bidang pertanian.

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, menyatakan, pertanian harus didorong menjadi subsektor ekonomi yang maju, mandiri, dan modern. Untuk hal ini, perlu didukung oleh kapasitas SDM pertanian yang profesional, mandiri, dan berdaya saing. “Dan hal tersebut harus didukung oleh kapasitas SDM Pertanian yang professional, mandiri, dan berdaya saing,” tandas Mentan Syahrul.

Mentan Syahrul optimistis, kaum milenial yang inovatif dan memiliki gagasan yang kreatif, akan mampu mengawal pembangunan pertanian yang maju, mandiri, dan modern.

Senada dengan pernyataan Mentan, Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi juga mendukung program PWMP. Ia menyemangati para pelaku usaha milenial untuk menyukseskan pertanian. "SDM yang tentunya berdaya saing tinggi, berkompetensi, dan jeli melihat potensi pasar," katanya saat menjelaskan dukungan-dukungan yang diberikan BPPSDMP terhadap program kegiatan BPPSDMP yang menjadi skala prioritas.

Harapan Mentan dan Kepala BPPSDMP itu telah diwujudkan salah satu siswa SMK-PP Negeri Kupang, yakni Alesandro I. A. Lomi. Alesandro merupakan salah satu siswa penerima program PWMP tahun 2017. Komoditi yang dia pilih adalah usaha ternak babi.

Adapun alasan Alesandro Lomi memilih komoditi babi karena daging babi banyak dicari oleh masyarakat atau konsumen untuk kebutuhan sehari-hari, pesta, dan acara-acara besar keagamaan maupun acara-acara adat.

"Permintaan di masyarakat kian hari kian tinggi. Kelebihan daging babi daripada daging ternak lainnya yaitu cita rasanya lebih gurih dan empuk. Hal ini membuat daging babi sangat diminati masyarakat, khususnya di daerah yang berpenduduk mayoritas non muslim seperti di Bali, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Toraja, Maluku, Papua, dan Papua Barat," tutur Alesandro kepada tim Humas SMK-PP Negeri Kupang.

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman di lapangan (pasar), pada tahun 2020, harga daging babi Rp 75.000/Kg. Lalu pada tahun 2021 meningkat menjadi Rp 100.000/Kg. Sedangkan hasil olahan daging babi berupa Se’i yang tadinya berada pada kisaran harga Rp 150.000/Kg, naik menjadi Rp 250.000/Kg.

Hal ini menunjukan bahwa ternak babi memiliki prospek yang cukup menjanjikan bagi peternak.
“Dengan peluang inilah diharapkan usaha ini dapat berkembang dengan pesat karena selain untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan masyarakat, dagingnya pun menjadi favorit untuk diolah menjadi berbagai variasi makanan,” jelas Alesandro Lomi.

Alesandro Lomi membangun kandang ternak babi tepat di belakang rumahnya, di wilayah Kelurahan Oesao, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang. Alesando memulai usahanya dengan modal awal membeli 4 ekor anak babi berumur 1 bulan. Per ekor ia beli seharga Rp 1.000.000.

Anak babi tersebut terdiri dari tiga ekor betina, dan satu ekor jantan. Saat ini, kata Alesando, untuk biaya satu kali inseminasi buatan sebesar Rp1.000.000 untuk menghasilkan anak babi yang berkualitas.

Sementara untuk penjualan anak babi, satu ekor dibandrol dengan harga Rp1.000.000. Ada sekitar 10 anak babi yang berhasil terjual, sehingga pendapatannya Rp 10.000.000.

Untuk penjualan semen cair saat ini masih dilakukan secara langsung yaitu peternak babi yang datang ke lokasi usaha, telepon serta melalui media sosial seperti facebook dan whatsapp. Semen cair yang berhasil dijual sebanyak 10 semen dengan harga jual Rp 400.000 sehinga dari semen cair, Alesando mendapat penghasilan Rp 4.000.000.

Usaha tanpa tantangan dan hambatan bukanlah disebut usaha. Hambatan yang dialami selama menjalankan usaha ternak Babi inisalh satunya adalah masalah penyakit yaitu wabah African Swine Fever (ASF).

Penyakit ini sangat menular dan menyebabkan kematian pada babi hingga 100 persen. Virus ini dapat bertahan hidup di lingkungan dan relatif lebih tahan terhadap disinfektan serta belum ada obatnya.

Sehingga upaya yang dilakukan adalah isolasi hewan sakit dan peralatan serta dilakukan pengosongan kandang selama dua bulan. Karena virus inilah yang mengakibatkan kerugian sangat besar.

“Harapan saya kedepannya, walaupun usaha ini masih dalam skala kecil, tetapi saya optimis dapat mengembangkan usaha ternak babi menjadi lebih besar mengingat daging babi menjadi favorit bagi masyarakat,” tutur Alesando Lomi. (*/aln)

  • Bagikan