Penataan PKL di Bundaran Tirosa Sampai ke Ruang DPRD Kota, Ini Hasilnya

  • Bagikan
RAPAT. Para PKL di Bundaran Tirosa saat diterima Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Loudoe dan Wakil Ketua, Kristian Baitanu dan sejumlah anggota DPRD di ruang sidang utama kantor itu, Jumat (13/5). (FOTO: FENTI ANIN/TIMEX)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Puluhan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di Bundaran Tirosa, mendatangi kantor DPRD Kota Kupang, Jumat (13/5). Mereka datang meminta kejelasan terkait larangan yang dikeluarkan UPT Taman, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) agar tidak berjualan di area tersebut.

Para PKL ini diterima langsung Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Loudoe dan Kristian Baitanu. Hadir anggota DPRD, Adrianus Talli, Diana Bire, Juvensius Tukung, Theodora Ewalde Taek, Nining Basalamah, Thobia Pandie, Jabir Marola, Roni Lotu, dan anggota lainnya. Para pedagang ini diterima di ruang sidang utama Kantor DPRD Kota Kupang.

Dalam pertemuan tersebut para pedagang mengeluhkan larangan berjualan di area itu oleh Pemkot Kupang. Para pedagang akhirnya bisa lega setelah DPRD Kota Kupang memutuskan agar para PKL tetap berjualan sampai adanya keputusan resmi yang didapat dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan komisi nanti.

Kepala Dinas LHK Kota Kupang, Orson Nawa mengatakan, penertiban di seputaran Taman Tirosa, tentunya sesuai dengan aturan. Tidak semua area di taman tersebut diperbolehkan untuk melakukan aktivitas dalam bentuk apapun. "Kami juga menyadari bahwa yang melakukan aktivitas berjualan adalah masyarakat Kota Kupang, tetapi di sisi lain, kami juga harus menegakkan peraturan daerah atau Perda," jelasnya.

Orson meminta agar kehadiran para pedagang, di DPRD saat ini dapat membawa dampak yang baik dan keputusan yang memuaskan. "Kenyataannya, di Taman Tirosa daerah trotoar jalan, dipakai untuk area minum kopi, bahkan dipasang tikar untuk duduk. Kami sudah lakukan sosialisasi kepada semua pedagang," jelasnya.

Komitmen untuk mau menerapkan Peraturan Daerah (Perda) atau tidak, jikalau berkeinginan untuk tetap berjualan di area tersebut, maka Dinas LHK Kota Kupang tidak bertanggung jawab atas semua hal yang terjadi di wilayah tersebut.

Di Taman Tirosa tidak memiliki space untuk pedagang berjualan. Pedagang berjualan di trotoar dan wilayah taman. "Kami sudah mengimbau, bahwa pedagang akan dipindahkan ke Taman Nostalgia, Alun-alun Kota dan Taman Tagepe," jelasnya.

Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Loudoe, mengatakan, segala sesuatu yang dikatakan bahwa sesuai Perda, kenapa pemerintah tidak tertibkan sejak awal. Sekarang jumlah pedagang sudah puluhan bahkan hampir 50, baru mau ditertibkan sekarang. "Makanya pemerintah jangan tegakkan Perda selalu terlambat. Kenapa sekarang baru berpolemik untuk memindahkan para pedagang," tegasnya.

Orson Nawa menjelaskan, space di Bundaran Tirosa tidak dimungkinkan untuk berjualan. "Jadi saya dengan rendah hati, meminta maaf kepada DPRD dan pedagang, bahwa di Bundaran Tirosa tidak bisa dipakai untuk berjualan," tegasnya.

Sementara Asisten II Sekda Kota Kupang, Ignasius Lega mengatakan, waktu diberikan kepada para PKL untuk tetap berjualan dengan catatan-catatan yang harus diikuti.

Sementara itu, Asisten III, Yanuar Dalli, mengatakan, sampai waktunya digelar RDP, maka PKL diizinkan untuk berjualan dengan beberapa catatan. Misalnya tidak boleh membuka tikar, memarkirkan mobil atau berjualan menggunakan mobil karena akan menimbulkan kemacetan.

"Jangan sampai ditambah lagi PKL di tempat tersebut, harus tetap 54 PKL sesuai dengan data yang ada di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan. Berjualan tidak boleh memakai mobil," jelasnya.

Yeskiel Loudoe mengaku, DPRD sesungguhnya sangat menginginkan agar saudara-saudara pedagang tetap berjualan di Taman Tirosa.

Anggota DPRD dari Fraksi PKB, Roni Lotu mengatakan, suadara-saudara yang berjualan di area tersebut dimulai sore hari hingga malam hari, mereka juga menjaga kebersihan. "Jadi kita harus memberikan hasil dari pertemuan ini, harus memberikan kejelasan kepada saudara-saudara pedagang kita ini," jelasnya.

Legislator PKB lainnya, Theodora Ewalde Taek, mengatakan, Perda yang ditegakkan adalah Perda Nomor 56 Tahun 2002. Tentunya harus berterimakasih kepada pemerintah karena menegakkan Perda ini.

"Pemerintah sudah lalai sejak awal, harusnya sejak awal ditertibkan ketika jumlah pedagang baru satu atau dua. Memang nilai estetika yang hendak pemerintah tertibkan, para pedagang juga tidak salah, pemerintah juga tidak salah, tetapi terlambat," ungkapnya.

Ewalde menawarkan solusi. Misalnya lakukan rekayasa tempat, khusus satu space untuk pedagang kaki lima. Hal ini sama dengan Pasar Malam Kampung Solor, tetapi yang ingin diperjuangkan adalah ekonomi masyarakat.

"Jadi kita bisa atur jadwal atau jam berjualan. Misalnya dari sore hari hingga malam hari, mereka juga diberikan tanggungjawab agar PKL bisa menjaga kebersihan, karena kita sudah sama-sama salah, maka mari kita pikirkan solusi bersama," ungkapnya.

Sementara itu, Juvensius Tukung mengatakan, pada PKL di Bundaran Tirosa tidak berjualan di jam kantor, mereka berjualan ketika aktivitas perkantoran sudah selesai, sehingga membuat kemacetan.

"Jadi kalau menurut saya aktivitas ekonomi di malam hari, di Bundaran Tirosa bisa dilakukan dan bagian dari menumbuhkan semangat geliat ekonomi masyarakat," kata politikus Partai NasDem ini.

Juvensius menjelaskan, dalam rapat ini, harusnya ada Satuan Polisi Pamong Praja, karena mereka bertugas menegakkan Perda. "Masyarakat kita masih dalam kondisi terpuruk, karena Pandemi Covid-19 dan Seroja, mereka baru mulai beranjak bangkit, harusnya ini menjadi pertimbangan pemerintah," kata Juven.

Sementata itu, Diana Bire mengatakan, Kepala Dinas menjelaskan, bahwa Perda harus ditegakkan, tentunya beberapa OPD juga terlibat misalnya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Sat Pol PP dan lainnya.

"Jadi kalau seperti ini, maka kita berikan keputusan yang jelas, selama ini berproses dan berpolemik, kita biarkan saja para PKL ini tetap berjualan, sampai ada keputusan yang disepakati bersama," kata Diana Bire.

Politikus PDIP, Adrianus Talli, meminta pemerintah untuk melakukan kajian secara baik, bersama dengan OPD terkait lainnya. Agar ketika RDP nanti, semua data dan hasil kajian sudah ada. "Harus dikaji juga tentang lalu lintas harian rata-rata," katanya. (r2)

Editor: Marthen Bana

  • Bagikan