Jika Sudah Vaksin Dosis Lengkap dan Booster, Pelaku Perjalanan Tak Perlu PCR-Antigen Lagi

  • Bagikan
TINJAU BANDARA. Kapolda NTT, Irjen Pol Setyo Budiyanto didampingi GM Angkasa Pura I, I Nyoman Noer Rohim, dan Kepala Cabang Jasa Raharja NTT, Masjwin saat meninjau aktifitas penumpang di Bandara El Tari Kupang, Sabtu (30/4). Kini, bagi pelaku perjalanan dalam negeri yang sudah vaksin lengkap tak wajib gunakan tes PCR atau antigen. (FOTO: INTHO HERIZON TIHU/TIMEX)

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Pemerintah secara perlahan mulai melonggarkan aturan penerapan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 ini. Sebelumnya Presiden Jokowi menyatakan, warga yang berada di ruang terbuka boleh tak menggunakan masker.

Selain itu, bagi pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN), khususnya bagi mereka yang sudah melakukan vaksinasi dosis lengkap (vaksin I - II) serta vaksin booster (III), tidak diwajibkan lagi melakukan tes PCR maupun antigen.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyambut baik kebijakan relaksasi prokes tersebut. Menurut dia, keputusan itu telah mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang semakin terkendali. ”Kami meyakini kebijakan ini dapat menjadi titik balik kebangkitan sektor transportasi yang turut berkontribusi untuk ekonomi Indonesia,” kata Budi Sumadi, Rabu (18/5).

Menindaklanjuti kebijakan tersebut, Kemenhub telah menerbitkan satu set surat edaran (SE) petunjuk pelaksanaan PPDN. Yakni, SE 54 Tahun 2022 untuk pengaturan transportasi darat, SE 55 Tahun 2022 untuk transportasi laut, SE 56 Tahun 2022 untuk transportasi udara, serta SE 57 Tahun 2022 untuk transportasi perkeretaapian.

Kemenhub juga menerbitkan SE yang memuat petunjuk teknis perjalanan orang luar negeri. Yakni, SE 58 untuk transportasi udara, SE 59 untuk transportasi laut, dan SE 60 untuk transportasi darat. Semua SE tersebut merujuk pada SE Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 18 Tahun 2022 untuk PPDN dalam negeri dan SE Nomor 19 Tahun 2022 untuk perjalanan luar negeri.

Dalam SE itu disebutkan, mereka yang sudah tervaksin dosis II dan III, tidak lagi wajib menunjukkan hasil negatif PCR atau antigen. Namun, PPDN tetap dikenai kewajiban memakai masker selama berada di dalam kendaraan. PPDN juga harus menghindari kerumunan dan menjaga jarak dengan orang lain minimal 1,5 meter.

Meski disambut baik di mana-mana, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengingatkan agar ekstrahati-hati dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Terutama dalam menarasikan dan menyosialisasikannya kepada masyarakat. ”Jangan sampai membangun euforia atau percaya diri berlebihan yang akhirnya membuat abai dan merugikan kita sendiri,” jelas Dicky.

Dia mengingatkan, penggunaan masker sejauh ini merupakan instrumen perilaku yang mudah, murah, dan efektif dalam mencegah meluasnya persebaran berbagai penyakit yang menular lewat udara. Misalnya, Covid-19. ”Jadi, masker, protokol kesehatan dengan akselerasi peningkatan cakupan vaksinasi menjadi satu kombinasi yang sangat signifikan berkontribusi dalam memperbaiki situasi pandemi,” kata Dicky.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno menyambut baik pelonggaran-pelonggaran aturan yang dikeluarkan pemerintah. Salah satunya adalah syarat kedatangan ke Indonesia tanpa PCR. ”Untuk inbound ke Indonesia sendiri, kita mengharapkan adanya perluasan negara-negara yang diperbolehkan mengunjungi Indonesia tanpa visa, tidak hanya ASEAN nationalities,’’ ujar Pauline saat dihubungi kemarin (18/5).

Menurut Pauline, hal itu patut menjadi perhatian lantaran Indonesia saat ini dianggap kalah bersaing dengan negara ASEAN lainnya. Sebab, Indonesia masih menerapkan VOA dan aplikasi visa.

Untuk pelonggaran aturan masker, kalangan pengusaha mengapresiasi hal tersebut. Pauline menegaskan bahwa di luar negeri pun sudah banyak yang menerapkan aktivitas di luar ruangan tanpa perlu mengenakan masker lagi. ”Hal ini tentunya membuat wisatawan lebih nyaman saat bepergian,’’ tambah Pauline. Menurut dia, tingkat confidence masyarakat untuk bepergian perlu dibarengi dengan semakin melandainya kasus Covid di setiap negara serta meningkatnya tingkat vaksinasi. ”Di Indonesia kelihatannya setelah euforia mudik kemarin juga tidak terjadi lonjakan kasus yang berarti,’’ urainya.

Pengusaha di sektor pariwisata, sambung Pauline, berharap ke depan tidak ada varian-varian baru lagi yang membuat industri meredup. ”Sekarang ini saatnya industry revival. Berbagai pelonggaran aturan tentunya sangat membantu,’’ tegasnya.

Pengusaha tidak berekspektasi tinggi bahwa demand perjalanan akan meningkat secara instan. Astindo memproyeksikan permintaan akan naik secara gradual. ”Dari data kita bulan Maret–April, angkanya sudah meningkat 50 persen dibanding Januari–Februari dan meningkat 400 persen dibanding Maret–April tahun lalu. Ini artinya trennya sudah baik,’’ jelasnya.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), Artha Hanif menyebutkan, pelonggaran prokes yang diterapkan pemerintah menjadi angin segar bagi industri pariwisata dan sektor-sektor pendukung lainnya. ”Hal ini akan memberikan kenyamanan bagi masyarakat. Yang kemarin masih menunda outing, wisata keluarga, dan sebagainya sekarang sudah tidak perlu khawatir lagi,” ujar Artha. Dia berharap sektor usaha-usaha riil yang terkait dengan mobilitas dan perjalanan masyarakat juga diuntungkan dengan kebijakan tersebut.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril SpP kemarin mengingatkan, pelonggaran aturan itu tidak lantas bebas tanpa aturan. Yang diperkenankan tidak memakai masker hanya jika beraktivitas di luar ruangan dan bukan orang yang berisiko. Yang berisiko itu, misalnya, anak, lansia, dan orang yang memiliki komorbid. ”Tapi kalau kurang yakin, boleh pakai masker. Kan tidak ada larangan memakai masker,’’ ungkapnya.

Lebih lanjut dia menyatakan, aktivitas dalam ruangan harus tetap menggunakan masker. Selain itu, jika berada di tempat yang banyak orang atau kerumunan, disarankan tetap pakai masker. Di sisi lain, masyarakat dinilai sudah disiplin dalam memakai masker. ”Ini sudah jadi kebiasaan hidup kita,’’ ungkapnya.

Pada kesempatan berbeda, Sesditjen Kesehatan Masyarakat Siti Nadia Tarmizi menyatakan, tidak ada kriteria baku suatu negara berada pada fase apa. Badan kesehatan seperti CDC dari Amerika Serikat membuat kriteria sendiri untuk negaranya dan diikuti beberapa negara lain. Namun, ketentuan yang dibuat badan kesehatan di beberapa negara biasanya bersifat general. Misalnya, kasus konfirmasi rendah dan angka produksi virus di bawah 1. ’’Ini yang dinamakan pandemi terkendali,’’ ujarnya. Lalu, biasanya ada tambahan cakupan imunisasi 70 persen. ”WHO sebenarnya sedang menyusun kriteria itu,’’ bebernya. Sayangnya, belum juga final. Indonesia pun, menurut Nadia, tidak bisa menunggu dan masih menyusun kriteria transisi endemi Covid-19. ”Kriteria PPKM level 1 itu bisa dikatakan pandemi terkendali,’’ imbuhnya. (tau/lyn/agf/c6/oni/JPG)

  • Bagikan