KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) telah menetapkan jadwal pemeriksaan terhadap tersangka Irawaty Astana Dewi Ua alias Ira Ua alias IU.
Penyidik memeriksa tersangka pada Senin (23/5). Namun yang masih menjadi tanda tanya publik hingga saat ini adalah mengapa Ira Ua sebagai tersangka tak ditahan. Publik mendesak agar istri dari terdakwa Randy Suhardy Badjideh alias Randy alias RB ini ditahan karena diduga turut terlibat menghilangkan nyawa Astri Manafe dan Lael Maccabee pada Agustus 2021.
Agenda pemeriksaan tersebut dibenarkan Kabid Humas Polda NTT, AKBP Ariasandy ketika dikonfirmasi Timor Express, Senin (23/5). "Iya rencananya besok (Senin, 23/5, Red)," ujarnya.
Sementara Yance Thobias Messah, Penasehat Hukum Ira Ua mengatakan, pada prinsipnya kliennya sangat kooperatif dengan upaya penyidikan kasus tersebut. "Ira sudah siap diperiksa sebagai TSK. Ia diperiksa sebagai saksi tengah malam saja ia siap apalagi hanya ini. Jadi dipastikan ia akan menghadiri penanggilan pemeriksaan tersebut," katanya.
Terkait penahanan, ditegaskan bahwa selama pemeriksaan sebagai saksi dan kini akan diperiksa sebagai TSK namun dirinya tidak hanya memberikan keterangan tapi memberikan bukti dan data yang valid sesuai keterangannya.
"Dia (Ira, Red) tidak tahu sama sekali soal pembunuhan tersebut. Sebenarnya tanyakan kepada Randy, apakah Ira yang memerintahkan atau dia bunuh karena hal lain. Randy mengaku bunuh korban bukan karena bahasa. Jadi pemicu penetapan Ira sebagai tersangka dan hubungan penetapan tersangkanya dari mana? Masa cubit di telinga, sakit di kaki," ucap Yance.
Yance menegaskan bahwa kliennya siap menghadapi apapun yang menjadi kewenangan penyidik. Ia juga mengaku akan mendampingi kliennya hingga mendapat keadilan dalam kasus ini. "Apapun yang dilakukan dan menjadi keputusan penyidik, Ira siap hadapi karena masih ada asas praduga tak bersalah. Jadi penetapan TSK belum tentu terbukti atau bersalah," bebernya.
Terhadap upaya yang diambil jika kliennya itu ditahan usai diperiksa sebagai tersangka, Yance mengatakan, masih ada upaya penangguhan penahanan namun pihaknya belum memikirkan hal itu.
"Seandainya ditahan besok, klien kami sudah siap tapi kami akan pikirkan lagi soal penangguhan karena belum dibahas bersama tim," bebernya.
Mikhael Feka, Pengamat Hukum Pidana Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang, menyebut dengan adanya putusan praperadilan yang menolak permohonan pemohon, menunjukkan bahwa penetapan tersangka atas diri Ira Ua adalah sah.
Selanjutnya, dijelaskan terkait dengan apakah Ira terdapat adanya syarat penahanan subyektif sebagaimana diatur pada Pasal 21 Ayat (1) Kuhap yakni dikhawatirkan tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana. Selain syarat subyektif terdapat pula syarat obyektif sebagaimana diatur pada pasal 21 Ayat (4) KUHAP dalam hal tindak pidana diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih atau melakukan tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal 21 Ayat (4) KUHAP tersebut.
Dari dua syarat tersebut, baik syarat subyektif maupun syarat obyektif berpotensi penyidik melakukan penahanan. "Tetapi penahanan itu sepenuhnya kewenangan penyidik untuk menilai kedua syarat tersebut," katanya.
Terpisah, Akademisi Fakultas Hukum Undana, Dedy Manafe menjelaskan, Ira Ua merupakan orang yang menyuruh melakukan (doen pleger) atau orang yang turut serta melakukan (medepleger) berdasarkan Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP.
Artinya, status tersangka Ira Ua di dalam surat dakwaan terdakwa Randy Badjideh, memiliki peran sebagai orang yang menyuruh terdakwa Randy Badjideh melakukan pembunuhan berencana terhadap Astri dan kekerasan yang mengakibatkan anak Lael mati.
Dijelaskan, alternatif keduanya, yaitu tersangka Ira Ua turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Astri dan kekerasan yang mengakibatkan anak Lael mati.
Ketika Ira Ua, ditetapkan sebagai pelaku peserta dalam tidak pidana yang didakwakan kepada Randy Badjideh, Penyidik Polda NTT tidak melakukan penahanan terhadap tersangka Ira Ua di Rumah Tahanan Negara (Rutan).
Hal ini menunjukan bahwa dalam penilaian subyektif penyidik Polda NTT bahwa TSK bekerja sama dalam proses penyidikan itu dengan tidak melarikan diri, tidak menghilangkan bukti, dan tidak mengulangi tindak pidana tersebut.
Akan tetapi, kata Dedy, tersangka Ira Ua justru melakukan perlawanan dengan mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan status dirinya sebagai tersangka. "Dengan pengajuan permohonan praperadilan tersebut, maka jelas TSK tidak bekerja sama, namun melakukan perlawanan. Walau tidak ada aturan tertulis, namun di dalam praktik, biasanya ketika permohonan praperadilan dari tersangka ditolak pengadilan, maka langsung diikuti dengan penahanan tersangka di Rutan," ungkapnya.
Mengapa demikian? Menurut Dedy, karena sesungguhnya logika dilakukannya penahanan TSK di Rutan, yaitu guna kelancaran jalannya proses penyidikan.
"Dengan demikian, seharusnya tanpa pemeriksaan terhadap Ira Ua pasca putusan praperadilan, toh sebelumnya sudah ada pemeriksaan, maka TSK Ira Ua bisa langsung ditahan. Namun, nampaknya Penyidik Polda NTT hendak menghindar dari tudingan balas dendam. Oleh karena itu, dipanggil, diperiksa dulu, ditangkap dulu, baru ditahan. Penyidik benar-benar menerapkan tahapan kewenangan yang diatur oleh KUHAP agar jangan ada praperadilan kedua soal sah tidaknya penangkapan dan penahanan," jelasnya.
Ditambahkan, kalau terkait bukti-bukti maka semuanya sudah disita oleh penyidik, sehingga tidak mungkin dihilangkan oleh TSK Ira Ua. Artinya, kalau Ira Ua nantinya ditahan di Rutan, itu tidak terkait dengan bukti-bukti yang ada, tetapi demi kelancaran proses penyidikan.
"Dengan begitu, perkara ini bisa segera dilimpahkan ke Kejaksaan untuk dilanjutkan ke Pengadilan," imbuhnya. (r3)
Editor: Marthen Bana