Oleh: J. Deferson Pingak, S.Pd *)
Literasi adalah gerbang utama menciptakan pendidikan berkarakter dan bermutu. Tentu masih sangat segar dalam ingatan kita tentang gerakan literasi nasional. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai bagian dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Kemudian pada 2016, Gerakan Literasi Sekolah lahir, dan gerakan ini telah disosialisasikan ke semua dinas pendidikan tingkat provinsi hingga kota/kabupaten dan telah dieksekusi oleh sekolah sekolah.
Hampir satu dekade lamanya Gerakan literasi sekolah ditetapkan dan dikuatkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, namun bagaimana kabar dari gerakan literasi sekolah saat ini? Apakah Gerakan Literasi Sekolah (GLS) masih berjalan dengan baik? Apakah Gerakan Literasi Sekolah masih suam-suam dan berjalan di tempat atau bahkan sudah tidak berjalan sama sekali?
Gerakan Literasi Sekolah seharusnya menjadi lokomotif perubahan, untuk memperbaiki cara dan budaya literasi anak bangsa, namun sayangnya gerakan literasi sekolah masih terlihat sunyi senyap dan belum banyak memperlihatkan hasil, Sehingga menimbulkan pertanyaan bagi dunia pendidikan, ada apa dengan Gerakan Literasi kita? Di sekolah hampir tidak tergambar sama sekali kegiatan kegiatan pembiasaan yang mendorong literasi.
Gerakan Literasi Sekolah seharusnya telah Menumbuh kembangkan budaya literasi di sekolah, karena GLS menciptakan ekosistem yang literat membentuk siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat. Para kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran harus Menjaga keberlanjutan literasi di sekolah dengan menghadirkan beragam program kegiatan, sarana dan prasarana, ataupun pendukung pembentukan budaya.
Komunitas sekolah harus terus berproses untuk menjadi individu ataupun sekolah yang literat. Untuk mencapai tujuan tersebut , implementasi GLS pun harus merupakan sebuah proses wajib dan terencana agar siswa dan warga sekolah menjadi literat, yang akhirnya bermuara menjadi kultur atau budaya yang dimiliki individu atau sekolah tersebut.
Literasi Menurut Menurut Pendapat Ahli
Definisi literasi menurut UNESCO adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, membuat, mengkomunikasikan, dan menghitung, menggunakan materi cetak dan tertulis yang terkait dengan berbagai konteks (UNESCO, 2018).
Menurut Kemendikbud sebagaimana yang termuat di dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLS), adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara (2017).
Dari dari dua definisi literasi tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa literasi adalah kegiatan yang berkaitan dengan proses memperoleh dan mentransferkan informasi secara verbal maupun non verbal.
Apa Itu Gerakan Literasi Sekolah
Dalam materi literasi sekolah Kemendikbud menjelaskan bahwa: GLS adalah usaha demi menumbuhkan minat baca dan menulis pada siswa dan menjadikannya sebagai sikap yang tertanam untuk seumur hidup. Dalam kegiatan rutin ini, materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, kearifan lokal, nasional, dan global sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Untuk memulai GLS di sekolah diperlukan sosialisasi yang intens dan efektif kepada guru, siswa, komite Sekolah dan orang tua yang tujuannya adalah untuk menyamakan persepsi dan komitmen guru dan karyawan tentang GLS, selain itu juga memberikan informasi kepada orang tua agar agar dapat memperoleh dukungan maksimal dari komite dan orang tua.
Strategi Implementasi GLS
Pelaksanaan Gerakan literasi di sekolah sesuai dengan arahan kemendikbud dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu: tahap pembiasaan, tahap pengembangan dan tahap pembelajaran. Tahap pembiasaan dapat dilakukan dengan kegiatan penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca sebelum pelajaran dimulai. Tahap pengembangan merupakan tahap selanjutnya dalam rangka meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan. Tahap pembiasaan dan pengembangan merupakan pondasi ke tahap terakhir, yaitu tahap pembelajaran. Dalam tahap ini strategi literasi digunakan untuk pembelajaran pada semua mata pelajaran
Merujuk pada prosedur pelaksanaan GLS yang ditetapkan oleh Kemendikbud, maka sudah seharusnya ini dilaksanakan dan digencarkan di sekolah-sekolah. Namun dari hasil interview dan observasi penulis terhadap beberapa orang guru pada SMA/SMK di kabupaten Rote Ndao, belum memiliki program Gerakan Literasi Sekolah reguler untuk menumbuhkan minat baca dan menulis pada siswa.
.Gerakan Literasi sekolah melalui pembiasaan 15 menit membaca sebelum pelajaran dimulai hanyalah slogan dan hampir sama sekali tidak dilakukan. Ada sekolah tertentu memiliki Program Literasi tetapi hanya sebatas program dan jarang hal tersebut dilaksanakan.
Hasil wawancara, beberapa orang guru mengakui jarang sekali menyediakan waktu khusus bagi siswa, untuk membiasakan dan meningkatkan keterampilan literasi, baik itu melalui pembelajaran di kelas ataupun sekadar memanfaatkan Perpustakaan untuk literasi. Fokus guru masih terbatas pada bagaimana melaksanakan pembelajaran di kelas, melakukan evaluasi dan penilaian hasil belajar siswa.
Selain itu, minimnya pengawasan dan penegasan dari kepala sekolah terhadap gerakan literasi sekolah menjadi hambatan dalam mengembangkan siswa menjadi literat, hal ini dapat dibuktikan dengan belum adanya contoh praktik baik dari seluruh komponen sekolah, Pendidik, Tenaga Kependidikan dan kepala sekolah untuk mendorong pengembangan literasi.
Menumbuhkembangkan Literasi
Mengacuh dari kegiatan pencanangan masif dan penumbuhkembangan literasi yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Media Pendidikan Cakrawala NTT, bagi Guru dan siswa SMA, SMK dan SLB se-Kabupaten Rote Ndao, pada 25 Mei 2022 lalu, dengan tema “Mengakarkan Literasi, Memberdayakan Generasi,” yang kemudian dilanjutkan dengan workshop penulisan karya ilmiah guru dan peserta didik, diharapkan dapat menggairahkan kembali gerakan literasi di sekolah-sekolah yang sudah padam semangat literasinya.
Penulis sungguh berharap kegiatan pengajaran literasi menjadi kuat dan terus bertumbuhkembang, yang diwujudkan lewat berbagai program literasi di sekolah. Gairah –gairah menulis dan membaca harus terus berkembang dan tidak surut, seturut berakhirnya kegiatan workshop pengakaran literasi yang dicanangkan di Kabupaten Rote Ndao. Kita semua harus memainkan peran sesuai tugas kita masing-masing agar dapat menciptakan budaya literat siswa dan seluruh warga sekolah, yang pada akhirnya dapat menwujudkan tujuan Pendidikan Nasional diharapkan dan meumbuhkembankan literasi menjadi budaya. (*)
*) Guru SMA Negeri 1 Lobalain, Kabupaten Rote Ndao