KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-DPD Real Estate Indonesia (REI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTTT) mencatat, di daerah ini terdapat 340 ribu unit Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Contoh RTLH tersebut adalah yang tidak memiliki mandi, cuci, kakus (MCK) atau tidak memiliki sanitasi dengan baik, rumah yang belum lantainisasi atau masih tanah, dan atap masih menggunakan alang-alang.
Ketua DPD REI NTT, Bobby Pitoby menyebutkan, secara nasional, Provinsi NTT berada pada urutan kedua tingkat atau jumlah rumah tidak layak huni tertinggi.
Khusus di Kota Kupang, kata Bobby, RTLH sebanyak 4.986 unit. Selain tingginya RTLH, di NTT juga mencatatkan angka tertinggi untuk masyarakat yang menumpang/tinggal di rumah orang tua atau keluarga.
Menyikapi hal ini, Bobby Pitoby berharap agar semua kepengurusan izin, terutama terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang telah dirubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bisa diproses oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang melalui dinas teknis, yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Pasalnya, dengan harga rumah subsidi saat ini mencapai Rp 168 juta ini, diperkirakan akan naik ke angka Rp 180 juta lebih, dalam beberapa bulan ke depan.
"Sebenarnya, harga rumah subsidi ditentukan oleh pemerintah pusat masih Rp 168 juta, melalui Peraturan Menteri Keuangan. Harga ini adalah harga tahun 2019, karena tahun 2020 ada Covid-19 maka harga tersebut tidak naik. Begitu juga pada tahun 2021, sekarang tahun 2022 dipastikan harga akan naik karena sudah ada pengajuan dari Kementerian PUPR, menunggu pengesahan dari Kementerian Keuangan," katanya saat diwawancarai di ruang kerjanya, Selasa (7/6).
Bbby menjelaskan, harga rumah subsidi dipastikan akan naik pada Juli mendatang. Sudah pasti akan ada kenaikan rumah subsidi mencapai 20 juta sehingga bisa naik menjadi Rp 180 juta lebih.
"Jika dalam kepengurusan izin untuk rumah subsidi terkendala maka masyarakat juga akan dirugikan, karena jika terus diperpanjang waktunya, maka tentunya harga rumah subsidi akan naik sehingga tentunya akan berdampak pada masyarakat pembeli dan developer sendiri," jelasnya.
Dia menjelaskan, untuk menjual rumah subsidi, tidak bisa asal-asalan saja. Karena persyaratan untuk rumah subsidi sangat ketat oleh pemerintah pusat, jadi semua izin harus dilengkapi, misalnya sertifikat, IMB atau yang sudah diganti PBG, listrik, air dan kelengkapan sarana prasarana lainnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PRKP), Beni Sain, mengaku, rumah tidak layak huni di kota Kupang jumlahnya cukup banyak mencapai ribuan.
Salah satu tugas pemerintah daerah adalah menyiapkan rumah layak huni bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Jadi hal ini menjadi tugas pemerintah.
"Karena itu, beberapa tahun kemarin pemerintah Kota Kupang berupaya, melalui dana alokasi khusus atau dana alokasi umum, memberikan bantuan baik peningkatan kualitas rumah maupun bedah rumah," jelasnya.
Beni Sain menjelaskan, data yang ada di Dinas PRKP, kurang lebih empat ribu lebih rumah tidak layak huni di Kota Kupang, sehingga perlu adanya perhatian serius.
"Targetnya 70 persen runah harus dibantu pemerintah daerah sesuai aturan dari pemerintah pusat, tetapi Pemkot Kupang hanya mampu menyentuh 40 persen saja setiap tahun, karena keterbatasan anggaran," jelasnya.
Untuk kriteria rumah tidak layak huni di Kota Kupang, kata Beni Sain, rumah harus aman dari bencana, sirkulasi, luas bangunan, antara jumlah penghuni rumah dan juga luas rumah, standarnya 3 x 6, memiliki sanitasi yang baik dan lainnya.
Beni menjelaskan, untuk kerjasama dengan REI NTT, yang merupakan program pemerintah pusat melalui program Fasilitas Likuiditasi Penyediaan Perumahan (FLPP), tetapi tidak semua daerah mendapatkan bantuan ini.
Kalau Kota Kupang dalam beberapa tahun terakhir ini mendapatkan bantuan tersebut dan biasanya bekerja sama dengan REI NTT atau pengembang atau Developer. "Jadi harus ada data jumlah peminat rumah subsidi dan ketersediaan rumah, maka pemerintah pusat memberikan bantuan FLPP, untuk mempercepat pembangunan," jelasnya.
Jadi untuk FLPP ini beda dengan masyarakat yang tinggal di rumah tidak layak huni. Karena program FLPP ini untuk masyarakat yang mempunyai penghasilan tetapi belum memiliki rumah, sehingga bisa memanfaatkan kredit rumah tersebut. (r2)
Editor: Marthen Bana