30 Pengajar Sanggar Seni Ikut Diklat Kesenian Tradisional, Kadisparbud Matim: Pakai Pola 5A

  • Bagikan
DIKLAT. Peserta kegiatan Diklat dari 15 wadah sanggar saat praktik menari tradisional Manggarai dalam pelatihan. (FOTO: FANSI RUNGGAT/TIMEX)

BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Puluhan pengajar dari 15 Sanggar Seni Budaya di Kabupaten Manggarai Timur (Matim), diberi pendidikan dan pelatihan (Diklat) peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesenian Tradisional, Rabu (15/6). Dari kegiatan ini diharapkan sanggar seni menjadi aset pariwisata Matim.

Kegiatan Diklat itu berlangsung di Rana Loba Cafe, Kota Borong, dan dibuka oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Matim, Albertus Rangkak. Hadir juga sejumlah Kepala Bidang (Kabid) dan Kepala Seksi serta sejumlah staf dari Disparbud Matim. 

Menghadirkan dua narasumber, yakni instruktur Sanggar Luju Nai, Maria A. Manti, dengan materi "Pandangan Umum Perkembangan Seni Tari Tradisional Dalam Upaya Pelestarian Kebudayaan Daerah". Juga pemateri dari Sanggar Bengkes Nai SMA Panca Sila Borong, Yohanes A. Manti, dengan materi "Seni Tari Tradisional Dalam Dimensi Kreasi dan Pertunjukan".

"Maksud dari kegiatan ini, untuk mendukung upaya pelestarian seni budaya di wilayah Kabupaten Matim. Dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian bagi peningkatan SDM dalam bidang seni tari," jelas Ketua Panitia Kegiatan, Maria E. H. Making.

Lanjut dia, kegiatan Diklat itu dilaksanakan selama satu hari. Mengikutsertakan 30 orang yang berasal dari 15 wadah Sanggar Seni Budaya dalam Kota Borong dan sekitarnya. Kata Making, kegiatan yang dilaksanakan ini merupakan bentuk tanggung jawab semua pihak terhadap kemajuan daerah Kabupaten Matim.

Maria Making menambah, budaya dapat menghidupkan budaya untuk sumber nafasnya. Pariwisata menjadi sumber daya ekonomi, mengoptimalkan, merekayasa menjadi sesuatu yang menarik dan memikat wisatawan. Seni dan budaya kata Makin, harta berharga yang melekat pada kehidupan diri dan masyarakat Matim. 

Kepala Disparbud Matim, Albertus dalam kesempatan itu mengatakan, pariwisata sebagai prime mover pembangunan ekonomi, tentu membutuhkan peran serta secara aktif dari seluruh komponen masyarakat Kabupaten Matim. Sehingga semua pihak diajak untuk terus membangun kerja sama dan partisipasi untuk meningkatkan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Matim.

"Pola yang kita gunakan itu pendekatan 5A, yakni atraksi, aksesibilitas, akomodasi, aminitas, dan awerenes, dengan dukungan peningkatan kapasitas SDM yang profesional menuju pariwisata estate. Itulah sebabnya Diklat SDM kesenian tradisional ini diselenggarakan," terang Albertus.

Dia berharap, kegiatan yang dilaksanakan itu akan muncul berbagai aktivitas dan kreativitas baru, khususnya di bidang seni tari. Sehingga dapat meningkatkan daya tarik dan citra pariwisata di wilayah Kabupaten Matim. Seni tradisional itu unsur kesenian yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum atau suku atau bangsa tertentu.

Kesenian tradisional itu, kesenian yang diciptakan oleh masyarakat banyak yang mengandung unsur keindahan hasilnya menjadi milik bersama. Untuk mengembangkan hal itu, maka kreativitas menjadi modal utama untuk mengembangkan kebiasaan sehari-hari yang dilakukan sekelompok orang menjadi sebuah karya seni. 

"Kegiatan ini sangat penting dilakukan untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian bagi setiap anggota sanggar. Sehingga dapat menghasilkan produk seni pertunjukan yang lebih berkualitas. Hal diharapakan Sanggar Seni kita, harus jadi jati diri tidak boleh lata. Juga menjadi asset pariwisata Matim," bilang Albertus.

Dia menjelaskan, hal penting yang menjadi tujuan dari kegiatan Diklat tersebut, yakni menggali dan mengangkat kesenian tradisional menjadi asset pariwisata Matim. Meningkatkan pengetahuan peserta secara teknis tentang kesenian tradisional, dan juga mampu mempraktekan kesenian tradisional dalam kehidupan masyarakat maupun kelompok dalam rangka mendukung Pariwisata.

Sementara Pemateri, Maria A. Manti, dalam paparannya menyampaikan, secara umum pembagian tari tradisional dikelompokan menjadi tiga jenis, yakni tari rakyat, klasik, dan tari kreasi baru. Sedangkan fungsi seni tari tradisional dalam kehidupan itu, yakni sebagai sarana upacara, sarana hiburan, sebagai pertunjukan, dan media pergaulan.

"Irama musik pengiring tari tradisional Manggarai itu, yakni takitu, ndundudake, concong, mbata, redep, tako latung data, dan kedendik. Jadi tari tradisional itu sebuah seni tari klasik yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat setempat, yang kemudian tari rakyat itu terabadikan secara turun temurun sampai sekarang ini," jelas Maria Manti.

Sementara pemateri, Yohanes A. Manti, menyampaikan seni tari itu ada dua jenis, yakni jenis pertunjukan dan partisipasi. Seni tari itu juga dibedakan menjadi, tari partisipatif, dan tari teater. Jika ditinjau berdasarkan koreografi, dibedakan menjadi tari tradisional, dan modern.

"Dalam menciptakan nilai indah suatu tari, seni tari memiliki unsur-unsur, ragam gerak, irigan musik, pakaian atau tata busana, tata rias, tari pentas, tata cahaya, dan tata lampu," ujar Yohanes.

Dikatakan, seni tari memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan, yakni sarana bergaul, sara upacara, sarana hiburan, media pendidikan, katarsis, penyaluran terapi, dan pertunjukan. Selain itu kata Yohanes, konsep tari merupakan poin penting yang menjadikan seni tari, tetapi memiliki persamaan diantara berbagai variasi gerak tubuh yang terbentuk. (*)

Penulis: Fansi Runggat
Editor: Marthen Bana

  • Bagikan