KALABAHI, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Sebanyak empat mahasiswa pada Program Studi (Prodi) Penyuluhan Masyarakat Pertanian, Politeknik Pertanian Negeri (Politani) Kupang, melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL), di Desa Maleipea, Kecamatan Alor Selatan, Kabupaten Alor.
Dalam kesempatan melakukan PKL itu, mahasiswa ini, yakni Frendi Atakama, Ferdinandus Tuba, Evaldus Dengas melakukan wawancara dengan penyuluh pertanian di wilayah itu juga kelompok tani di Desa Maleipe.
Wawancara itu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui data dan informasi dari penyuluh pertanian serta kelompok tani, permasalahan apa atau kendala apa saja yang mereka hadapi dalam menjalankan peran mereka, baik sebagai penyuluh maupun petani.
Pegawai/Penyuluh Pertanian di wilayah Kecamtan Alor Selatan, Exianus Karmani yang diwawancarai belum lama ini menjelaskan bahwa, pihaknya selalu turun bertemu para petani di lahan-lahan pertanian mereka untuk memberi edukasi juga menyampaikan upaya meningkatkan produksi atau hasil panen dengan penerapan teknologi pertanian.
Menurut Exianus, selaku penyuluh pertanian, ia selalu berusaha bertemu langsung para petani, baik secara personal maupun kelompok untuk memberikan informasi berkaitan dengan teknologi yang sesuai dengan permintaan para petani.
Dari upayanya ini, kata Exianus, sekira 90 persen petani di wilayah Kecamatan Alor Selatan sudah menerima dan menerapkan langsung sistem bertani dengan memanfaatkan teknologi pertanian yang bisa melipatgandakan hasil produksi mereka.
Exianus menyebutkan, belum semua petani memanfaatkan penerapan teknologi pertanian dikarenakan keterbatasan tenaga kerja. Misalnya penerapan pola tanam jajar legowo pada sistem pertanian padi sawah. "Teknologi tanam dengan pola jajar legowo ini memang sudah diterima oleh petani di sini, namun yang menjadi kendala bagi para petani adalah soal tenaga kerja yang mendukung/membantu para petani dalam mengadopsi teknologi tersebut. Hal inilah yang membuat sejumlah petani masih keberatan untuk menerapkan sistem tanam jajar legowo tersebut," jelas Exianus.
Akibat keterbatasan tenaga kerja, demikian Exianus, membuat para petani membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penanaman padi dengan sistem jajar legowo ini.
Dikatakan, para petani di wilayah Kecamatan Alor Selatan ini, dalam setahun bisa panen dua kali. Dua kali panen itu, lanjut Exianus, untuk pertanian lahan basah dan lahan kering. "Panen untuk lahan basah itu satu kali memanfaatkan musim hujan, dan satu kali di lahan kering saat musim kemarau," sebut Exianus.
Pada lahan basah, kata Exianus, petani setempat saat musim hujan melakukan olah lahan untuk menanam padi sawah dengan umur panen 3 bulan. Sedangkan pada saat musim kemarau, para petani memanfaatkan lahan tersebut untuk tanaman hortikultura seperti sayuran dan lain-lain.
Keempat mahasiswa program PKL ini juga mewawancarai Pegawai Penyuluh Pertanian di Desa Malaipea, Jeri Maleipada.
Menurut Jeri, pada setiap hari kerja, khususnya pada setiap Senin hingga Kamis, dirinya selalu turun ke lapangan untuk mendampingi kelompok tani/petani binaannya. Jeri mengaku mendampingi sebanyak 14 kelompok tani, dan ia selalu berusaha untuk selalu bersama para petani demi mewujudkan hasil usaha tani yang produktifitasnya tinggi demi meningkatkan ekonomi petani setempat.
Dari apa yang dilakukan Exianus Karmani dan Jeri Maleipada ini diakui oleh Ketua Kelompok Tani Melati, Yohanes Alang yang diwawancarai terpisah, Kamis (26/5/2022) lalu. "Dengan adanya penyuluh pertanian, kami petani merasa senang karena hasil pertanian kami yang sebelumnya cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, bisa lebih meningkat lagi," ungkap Yohanes.
Hal ini, kata Yohanes tak lepas dari progam-progam peningkatan produktifitas melalui pemanfaatan teknologi pertanian yang diberikan para penyuluh ini. Salah satu teknologi pertanian yang diakui Yohanes mampu meningkatkan hasil produksi adalah pola taman padi sawah jajar legowo.
Dengan pola ini, demikian Yohanes, produksi padi yang sebelumnya hanya 2,4 ton pertahun, naik menjadi 3,10 ton pertahun. Jumlah panen ini untuk area lahan olahan seluas tiga hektare. "Di kelompok tani kami itu anggotanya ada 22 orang. Total area sawah atau lahan yang dioleh itu tiga hektare. Dari lahan itu, kami menghasilkan produksi padi 3,10 ton. Sebelumnya hanya 2,4 ton. Ini karena 90 persen petani di sini sudah pakai teknologi tanam jajar legowo," jelas ketua kelompok tani yang akrab disapa Yohan ini.
Yohan juga mengakui kelebihan dari penerapan sistem tanam dengan pola jajar legowo, dimana mereka mudah melakukan pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman. "Dengan adanya ini pola tanam ini, kami petani mudah melakukan pemupukan dan pengendalian hama," sebut Yohan.
Yohan mengungkapkan pengakuan ini lantaran sebelumnya, kelompok tani mereka selalu diperhadapkan dengan masalah hama dalam proses pemeliharaan padi. "Kita tahu bahwa hama itu menjadi masalah yang paling utama, karena persoalan ini membuat petani merasa sangat cemas dengan hasil panen yang dihasilkannya. Namun dengan adanya pendampingan dari penyuluh, juga penerapan teknologi yang baik, kami bisa mengendalikan hama dan hasil produksi tanaman kami bisa meningkat," tutur Yohan.
Hal lain yang juga menjadi kendala para petani, tambah Yohan, adalah persoalan air. "Keluhan mengenai air ini sangat mempengaruhi hasil usaha kami, karena pasokan air ke sawah kami hanya melimpah ketika musim hujan. Begitu masuk musim kemarau, debit airnya berkurang drastis," keluhnya.
Akibat kendala ini, sumbung Yohan, mereka hanya bisa melakukan penanaman padi setahun sekali, selebihnya dilakukan usaha penanaman tanaman hortikultura. "Kami senang karena dengan peran dari penyuluh, hasil produktifitas padi dan tanaman horlikultura mengalami peningkatan yang begitu bagus. Sebelum adanya teknologi yang dibawa penyuluh ke petani, hasil produksi kami terbatas. Harapan kami, kiranya ke depan peran penyuluh terus ditingkatkan termasuk melahirkan generasi penyuluh agar segala persoalan yang dihadapi para petani bisa diketahui dan membantu memecahkan masalah yang dialami petani tersebut," pungkas Yohan. (*)
Penulis: Frendi Atakama (Jurnalis Warga PPMN)
Editor: Marthen Bana