Kreditur Nilai BNI Kupang Naikan SBP Sepihak, PN Kupang Putus Wanprestasi

  • Bagikan
ILUSTRASI. BNI'46. (ISTIMEWA)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Warga Kecamatan Kelapa Lima, Hajah Suriani merasa diingkari oleh PT. Bank Negara Indonesia (BNI) Persero Tbk Cabang Kupang lantaran Suku Bunga Pinjaman (SBK) kredit dinaikan sepihak.

Suriani mengajukan pinjaman kredit senilai Rp 2.890.000.000 ke BNI Kupang pada 27 Juni 2014. Suriani sebagai kreditur berjanji akan mengembalikan pinjaman tersebut selama 120 bulan atau sampai dengan 27 Juni 2024.

Dalam kontrak perjanjian pinjaman dengan suku bunga kredit sebesar 12 persen pertahun sehingga pembayaran angsuran kredit yang harus dibayarkan Suriani, sebesar Rp 41.463.104,- perbulan.

Dipengujung masa kredit, Suriani yang berniat menanyakan sisa kredit untuk dilunasi malah dicecerkan sisa pinjaman yang tidak masuk akal. Suriani yang tanpa tunggakan dan setiap bulan membayar tepat waktu serta menyetor lebih dengan tujuan bisa mengurangi beban angsuran itu malah mendapati tagihan yang membengkak setelah dihitung.

Usut punya usut, baru dijelaskan oleh pihak BNI adanya kenaikan suku bunga sejak bulan ke-13 dari bungga awal kesepakatan 12 persen menjadi 14 persen sehingga angsuran perbulan sebesar Rp 41.463.104,- berubah menjadi Rp 44.601.922,- perbulan.

Perubahan suku bunga tersebut dilakukan sepihak dan tanpa pemberitahuan kepada Suriani sebagai nasabah sejak tanggal 31 Juli 2015 sampai dengan bulan September 2021 (75 bulan) maka kelebihan pembayaran sebesar Rp 235.411.350.

Merasa perjanjian tersebut diingkari dan mengharuskan nasabah membayar lebih dari kesepakatan sebelumnya, Hajah Suriani melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang.

Perkara perdata nomor 248/Pdt.G/2021/PN.Kpg ditangani oleh Fransiskus Wilfridus Mamo sebagai Hakim Ketua, Reza Tyrama dan Anak Agung Gde Oka Mahardika sebagai Hakim Anggota.

Dalam mengadili perkara tersebut, Kamis (17/3) majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. Menyatakan bahwa perbuatan tergugat yang melakukan perubahan besaran suku bunga dalam perjanjian kredit Nomor: 2014/229 tertanggal 27 Juni 2014, dari suku bunga 12 persen menjadi 14 persen atau dari angsuran sebelumnya sebesar Rp. 41.463.104,- berubah menjadi angsuran sebesar Rp. 44.601.922,- perbulan yang diberlakukan oleh tergugat sejak tanggal 31 Juli 2015 sampai dengan bulan September 2021 tanpa pemberitahuan secara tertulis kepada Penggugat adalah perbuatan wanprestasi.

Selain itu menghukum tergugat untuk membayar kerugian materil yang dialami penggugat berupa pembayaran kelebihan suku bunga yang dilakukan oleh penggugat yaitu 75 bulan/angsuran x Rp 3.138.818,- atau Rp 235.411.350,- secara tunai dan seketika.

Majelis hakim menyatakan menolak gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya. Menghukum tergugat membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp 395.000,-.

Kuasa hukum penggugat, Abdul Wahab menjelaskan kliennya merupakan penerima kredit berdasarkan Perjanjian Kredit Nomor: 2014/229 tertanggal 27 Juni 2014 (Kredit Konsumtif BNI GRIYA MULTIGUNA) dengan tergugat selaku pemberi kredit.

Dikatakan, kliennya menerima kredit senilai Rp 2.890.000.000,- dari tergugat dengan ketentuan pengembalian kredit selama 120 bulan terhitung sejak 27 Juni 2014 sampai dengan 27 Juni 2024 dengan bunga kredit sebesar 12 persen pertahun sehingga pembayaran angsuran kredit yang harus dibayarkan oleh kliennya itu sebesar Rp 41.463.104,- perbulan.

Pembayaran angsuran kredit hanya berlangsung selama 12 bulan saja yaitu dari tanggal 27 Juni 2014 sampai dengan 30 Juni 2015. Angsuran kredit selanjutnya terhitung mulai tanggal 31 Juli 2015 sampai dengan gugatan ini diajukan, ternyata penggugat diwajibkan melakukan pembayaran kredit lebih besar dari sebelumnya Rp 44.601.922,- perbulan.

"Padahal klien saya dan pihak bank telah menandatangani tabel angsuran perbulan sebesar Rp 41.463.104,- perbulan selama 120 bulan," katanya.

Menurut Wahab, sejak diberlakukannya bunga baru terhadap pinjaman, penggugat tidak pernah diberitahukan bahkan kliennya selalu membayar ansurannya dengan jumlah uang di atas kesepakatan selama 13 bulan.

"Klien saya ditagihkan sebagai akibat perubahan suku bunga tersebut adalah 75 bulan/angsuran x Rp 3.138.818,- adalah sebesar Rp 235.411.350. Kenaikan ini tidak diberitahukan jadi selisih pembayaran sebesar Rp 3.138.818, klien saya menganggap sebagai kelebihan pembayaran angsuran dengan harapan jika saat melakukan pelunasan sebelum waktunya dapat dijadikan pengurangan terhadap besaran pinjaman. Tetapi kenyataannya lain, ternyata selisih pembayaran sebesar Rp 3.138.818,- perbulan tersebut merupakan perubahan suku bunga yang dibebankan tanpa pemberitahuan dan persetujuan dari tergugat," jelasnya.

Lanjutnya, kliennya itu tidak pernah terlambat melakukan pelunasan angsuran bahkan bayar lebih. Ketika mengetahui adanya kenaikan suku bunga, kliennya juga terus melakukan komunikasi agar dapat menyelesaikan persoalan tersebut namun tidak ada etikat baik dari pihak bank hingga akhirnya ia harus mempuh jalur hukum.

Sedangkan penggugat, pihak Bank BNI dalam eksepsinya mengakui adanya pemberian fasilitas kredit sebesar Rp 2.890.000.000. Debitur dan kreditur didasarkan dengan iktikad baik dan kesadaran untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing.

Dijelaskan untuk perhitungan suku bunga atas perjanjian kredit antara penggugat dengan tergugat telah diperjanjikan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 perjanjian kredit, selanjutnya suku bunga dimaksud dapat direview kembali oleh tergugat sesuai dengan ketentuan tingkat suku bunga bank sebagaimana disebutkan pada pasal 5 ayat (2).

Perubahan suku bunga telah dipahami dan dimengerti oleh penggugat sebagaimana surat pernyataan debitur tanggal 27 Juni 2014 yang ditandatangani oleh penggugat sendiri dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Kredit No. 2014/229/GM tanggal 27 Juni 2014.

Disebutkan, dalam rentang waktu 6 tahun sebagaimana diuraikan di atas tersebut, maka dapat diambil kesimpulan penggugat secara diam-diam telah mengakui dan menyetujui adanya perubahan suku bunga yang awalnya fixed (tetap) 12 persen efektif pada 12 bulan pertama dan pada bulan ke-13 atau sejak tanggal 27 Juli 2015 diberlakukan suku bunga floating atau suku bunga pasar di angka 14 persen dan berakhir sampai dengan 26 Juni 2024.

Penggugat pada intinya mendalilkan tidak mengetahui adanya perubahan suku bunga yang berlaku sejak Juli 2015 namun sebenarnya, penggugat merupakan pihak yang mengetahui perubahan suku bunga sejak semula.

Disebutkan berdasarkan data pada rekening no rekening 344102581 atas nama penggugat, ketika pertama kali adanya perubahan suku bunga pada Juli 2015, rekening penggugat telah dipotong sesuai jumlah angsuran baru sebesar Rp 44.601.922,- dan selanjutnya di bulan Agustus 2015. Pada 28 Agustus 2015 penggugat sendiri yang telah melakukan setoran tunai ke rekening afiliasi tersebut sebesar Rp 50.000.000,- .

"Hal tersebut membuktikan pemahaman dan persetujuan penggugat atas perubahan suku bunga dimana penggugat melakukan penyetoran untuk mengcover pembayaran angsuran dengan nominal angsuran kredit yang berbeda dari bulan sebelumnya," sebut pihak BNI selaku tergugat dalam eksepsinya.

"Apabila penggugat keberatan terhadap kenaikan suku bunga, maka keberatan tersebut seharusnya diajukan pada saat melakukan pembayaran angsuran kredit pada Juli 2015, dimana penggugat mengetahui adanya perubahan nominal angsuran kredit dari nominal sebelumnya. Apakah benar butuh waktu 6 tahun bagi penggugat untuk mengetahui adanya perubahan suku bunga di bulan Juli 2015 sampai saat ini?" tambah tergugat. (r3)

Editor: Marthen Bana

  • Bagikan