Ladang Minyak Montara Bocor Lagi, Laut Timor Terancam, YPTB Desak Presiden Terbitkan Perpres

  • Bagikan
Ketua YPTB, Ferdi Tanoni. (FOTO: ISTIMEWA)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni dengan tegas mendesak Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagaimana yang telah diumumkan dalam Instruksi Presiden Indonesia pada 1 April 2022 di Jakarta lalu.
 
Ferdi mendesak hal ini lantaran masalah pencemaran Laut Timor ini sangat serius. "Oleh karena itu kami kembali meminta dengan hormat agar bapak dan ibu pejabat Pemerintah di Jakata untuk mau membuka telinga dan mata guna melaksanakan hal ini secara benar dan jujur demi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," pinta Ferdi dalam keterangan tertulisnya yang diterima TIMEX, Senin (20/6) petang.

Permintaan Ferdi ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, persoalan tumpahan minyak mentah akibat dari ledakan pipa gas di ladang Montara pada 2009 silam telah mencemari Laut Timor, namun hingga kini persoalan itu tak kunjung tuntas.

Ketika tengah dalam perjuangan mencari keadilan atas petaka ini --walau rakyat NTT korban pencemaran telah memenangi gugatan class action di Pengadilan Federal Australia-- kini muncul lagi kabar buruk, dimana Ladang Montara kembali memuntahkan minyak ke laut, walau tumpahan itu tidak sebesar yang terjadi pada 2009 lalu.
 
Ferdi menyatakan ini setelah mengutip siaran pers perusahaan pengelola Montara yang baru, yakni Jadestone Energy asal Singapura dan berita di media Australia. "Tumpahan minyak terjadi lagi di lepas pantai Australia Barat di ladang minyak Montara yang dioperasikan oleh Jadestone Energy selama operasi pembongkaran," beber Ferdi Tanoni mengutip pemberitaan media di Australia.
 
Ferdi menuturkan, kasus ini merupakan tumpahan minyak kedua di lapangan, namun tidak sebesar atau terkait dengan bencana bersejarah tahun 2009 ketika ledakan sumur menumpahkan ribuan barel minyak mentah ke laut hingga mencemari Laut Timor.
 
"Volume minyak yang dilepaskan diperkirakan 3.000 hingga 5.000 liter, yang terpantau dan telah sepenuhnya menyebar pada pagi hari 19 Juni 2022," kutip Ferdi dari rilis Jadestone atas kejadian Jumat (17/6) waktu setempat. "Meski tidak besar, namun ini bisa mengancam perairan di Laut Timor," kata Ferdi.
 
Menurut Ferdi, berdasarkan pemberitaan yang ia ikuti, dari ladang minyak Montara tersimpan minyak mentah dalam dua tangki di atas kapal penyimpanan dan pembongkaran produksi terapung yang ditambatkan sebelum menurunkannya ke kapal tanker.
 
Selama aktivitas pembongkaran minggu ini, pekerja melihat minyak mengambang di permukaan air dan segera menghentikan operasi. Namun, Jadestone tidak dapat mengaktifkan protokol tanggap darurat karena cuaca. Menurut komunikasi dari pekerja di lapangan, yang dilihat oleh Energy News, tetapi tidak dapat segera diverifikasi.
 
Menurut sebuah pernyataan oleh operator ladang minyak Jadestone, penyebabnya adalah kebocoran "di suatu tempat di pangkalan tangki" yang diidentifikasi menggunakan kendaraan bawah air yang dioperasikan dari jarak jauh.
 
Dikatakan lubang 30 milimeter ditemukan yang perlu diperbaiki sementara sebelum tangki dikosongkan untuk perawatan yang lebih menyeluruh. FPSO telah ditambatkan di lapangan sejak 2009. Kapal tersebut merupakan kapal tanker minyak yang sudah tua. Ketika tumpahan diidentifikasi, Jadestone memutuskan layanan internet dari platform dan kapalnya, sebagaimana dituturkan dua pekerjanya. "Internet mati selama enam jam," kata pekerja itu sebagaimana dikutip Ferdi.
 
Lanjut Ferdi, pekerja di Ladang Montara itu mengatakan insiden itu terjadi dekat dengan survei wajib yang diperlukan di bagian bawah kapal. "Kami tidak tahu di negara bagian mana (FPSO dan tank) berada," kutip Ferdi lagi.
 
Dalam pemberitaan itu, demikian Ferdi, pekerja tersebut berspekulasi bahwa Otoritas Manajemen Lingkungan Keselamatan Minyak Lepas Pantai Nasional yang mengatur sektor minyak dan gas, mungkin mengharuskan FPSO untuk berlabuh kering. Namun klaim ini tidak dapat diverifikasi.
 
Bagaimanapun, NOPSEMA tidak berwenang untuk memerintahkan kapal berlabuh, karena tanggung jawab itu terletak pada hukum maritim internasional yang tidak diatur oleh undang-undang Australia.
 
"Produksi di fasilitas dihentikan ketika tumpahan terdeteksi dan NOPSEMA yakin tidak ada risiko langsung terhadap keselamatan atau kesejahteraan personel di atas kapal," kata juru bicara NOPSEMA. NOPSEMA memahami Jadestone sedang membuat pengaturan untuk perbaikan sementara. (aln)

  • Bagikan