Dr. Apt. Muhajirin Dean, S.Farm, M.Sc: Faloak Lebih Maju Selangkah

  • Bagikan
DOKTER FALOAK. Dr. Apt. Muhajirin Dean, S.Farm, M.Sc. (FOTO: ISTIMEWA)

Alam Nusa Tenggara Timur (NTT) menyimpan aneka tumbuhan yang bisa dijadikan obat tradisional yang berkhasiat tinggi. Salah satunya yang dikenal sejak nenek moyang adalah
pohon Faloak atau dikenal dengan nama Sterculia quadrifida.

Pohon ini tak asing lagi bagi masyarakat NTT, terutama di Pulau Timor dan Rote. Pohon ini sering disebut dengan “pohon sengsara”. Mengapa? Karena kulit pohon ini sering dikupas dan dijadikan obat hepatitis atau peradangan pada hati. Kulitnya mengandung zat yang berfungsi untuk kesehatan tubuh seperti flavonoid, alkaloid, terpenoid, serta steroid dan fenolik.

Adalah Dr. Apt. Muhajirin Dean, S.Farm, M.Sc yang membuat terobosan baru dalam pemanfaatan pohon/kulit Faloak ini. Jebolan Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta ini adalah orang pertama di NTT yang meneliti khusus tentang manfaat dan kandungan yang ada di kulit Faloak.

Dalam perbincangannya dengan TIMEX, alumni Universitas Hasanuddin – Makassar ini menjelaskan, jika kulit Faloak telah dijadikan sebagai obat tradisional secara turun temurun oleh masyarakat di Pulau Timor dan Rote.

Kulit Faloak sering digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti
hepatitis dan obat tambah darah. Berkat tangan dingin “Doktor Faloak” -demikian ia dijuluki oleh sesama dokternya- kini sudah terdapat empat jenis ramuan berbahan dasar Faloak, yakni Faloak,
Faloak Jahe, Faloak Madu, dan Faloak untuk obat kuat.

Dan semua produk tersebut sudah memilki izin dari Dinas Kesehatan dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). “Sudah empat produk yang memiliki izin resmi dari Dinkes dan khusus
untuk Faloak, kita sudah memiliki tiga produk,” ujarnya bangga.

Walaupun telah mengantongi izin resmi, alumnus SMA Negeri 5 Kupang ini mengaku belum bisa dipasarkan secara luas, meskipun sebenarnya bisa dilakukan. Hal itu lebih disebabkan karena Faloak itu sendiri belum terdaftar sebagai Obat Tradisional di Kementrian Kesehatan. “Dan saya saat ini sementara ajukan agar bisa terdaftar. Mungkin masih butuh beberapa bulan lagi karena ada satu persyaratan yang harus dipenuhi,” sebutnya.

Masih ada satu data penelitian yang diminta dan diujicoba di hewan yang ditentukan dan kita sudah punya data hewan ujicoba itu,” tambahnya. Dan, katanya lagi, data ujicoba tersebut sudah ada di Balitbangda NTT dan telah dilakukan pengujian di Universitas Sanata Dharma Jogyakarta.

Saat ini, menurut dokter yang hobi travelling tersebut, mencari obat herbal ini, tinggal menunggu dilakukan pengujian di lembaga resmi yang diakui. “Setelah selesai, data ini kami akan kirim ke BPOM Pusat dan itu pun belum tentu diterima karena BPOM memiliki spesifikasi sendiri. BPOM tidak sembarang menerima. Jadi agak repotlah kalau soal obat. Kami tetap optimistis akan melakukan yang terbaik dan kalau itu lolos, maka kita di NTT yang paling pertama,” katanya.

Tenaga pengajar di Fakultas Kedokteran Undana ini menyatakan, di Kota Kupang, bahkan hampir di seluruh NTT telah banyak yang memakai produk herbalnya yang terbuat dari Kulit Faloak untuk mengobati Hepatitis.

Bahkan sejak adanya pandemi Covid-19, dirinya juga membuatkan ramuan dari Faloak untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan meningkatkan saturasi pasien. “Pasien saya sudah mencapai 300an orang yang memakai produk Faloak untuk mencegah berbagai penyakit termasuk Hepatitis. Banyak juga teman-teman dokter ahli penyakit dalam yang menggunakannya. Kita tinggal
tunggu BPOM saja terkait keabsahan produk herbal ini. Semua persyaratan telah diajukan dan bahkan Balai POM Pusat sendiri sudah melihat langsung pengolahannya,” ucapnya.

"Ada pasien saya yang sakit TBC, minum Faloak selama sembilan bulan, sembuh dan bersih parunya. Dan semuanya free atau gratis,” tuturnya.

Dapat Dukungan Gubernur NTT

Dr. Apt. Muhajirin Dean, S.Farm, M.Sc merupakan orang pertama di NTT yang melakukan penelitian lebih mendalam terhadap Pohon Faloak di NTT. Ia berhasil mempertahankan disertasi doktornya di hadapan 9 penguji dengan judul “Hambatan Ekstrak Kulit Sterculia quadrifida R. Br
(Faloak) pada CD81 Cell line Hepatosit Huh71t dan NS3 Helicase Virus Hepatitis C JFH1”.

Sebelum menyesaikan program doktornya di Univesitas Airlanga (Unair), Muhajirin
terlebih dahulu meyelesaikan Studi S-1 di Fakultas Farmasi Universitas Muslim
Indonesia (UMI) Makassar.

Selanjutnya ia melanjutkan pendidikan double degree atau gelar ganda di UGM Jogjakarta yakni Profesi Apoteker dan Magister (S-2) Farmasi dan selesai pada 2009. Setelah menjadi ASN, pada 2014, ia melanjutkan Pendidikan S-3 di Unair dengan biaya sendiri.

Pada Studi S-3-nya, Muhajirin fokus melakukan penelitian tentang pohon Faloak yang sejak zaman dulu dipercayai bisa mengobati penyakit Hepatitis. Tak heran jika di kalangan sejawatnya, dia
dipanggil “Doktor Faloak”.

Saat ini, katanya lagi, obat Herbal lagi naik daun karena merupakan tradisi nenek moyang
yang tidak bisa dilupakan. Bahkan, sudah ada JurusanKedokteranHerbal.Halinisebenarnya
rujukan dari China yang terkenal dengan pengobatan modern dan tradisoonal. “Dan kebetulan kalau hepatitis paling banyak penyebabnya adalah virus dan berdasarkan symposium, ke depan yang berhubungan dengan infeksi obatnya herbal karena komposisinya sangat kompleks,”
ucapnya.

Penelitian terhadap khasiat Kulit Faloak ini mendapat dukungan penuh Gubernur NTT, Viktor
Bungtilu Laiskodat. Apalagi, Muhajirin Dean adalah putra asli NTT dan merupakan orang pertama yang melakukannya.

Bahkan, beberapa saat lalu, Muhajirin Dean bersama tim dari Dinkes NTT serta BPOM Kupang
pernah menemui Gubernur NTT. Saat itu, dengan bangga Gubernur menyampaikan
bahwa NTT bakal memproduksi obat herbal dari bahan Kulit Faloak dan meminta
Balai BOM untuk mendukung upaya tersebut.

“Pemerintah bersama masyarakat mengembangkan tanaman tersebut, karena bermanfaat untuk penyembuhan penyakit Hepatitis C yang sampai saat ini belum ada vaksinnya. Tentunya ini keuntungan bagi NTT dalam berkontribusi bagi Negara untuk mengatasi penyakit tersebut,” kata Gubernur Viktor saat itu. (*)

Penulis: Yoppy Lati
Editor: Marthen Bana

  • Bagikan