KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Seorang pria pengungsi asal Afganistan mencoba melakukan upaya bunuh diri dengan cara menaiki besi penyangga jembatan Liliba di Jalan Piet A. Tallo, Kelurahan Liliba, Jumat (24/6) sekira pukul 18.00 Wita. Terpantau hingga pukul 20.00 Wita, pria ini belum turun dan masih tetap berada di puncak penyangga jembatan.
Pria yang berusia 24 tahun ini diketahui bernama Hassan Riza. Aksi Riza ini mengundang perhatian publik Kota Kupang. Seketika, kasus ini langsung viral di media sosial. TIMEX yang hendak melewati Jl. Piet Tallo tak bisa karena di alihkan aparat polisi untuk mencari alternatif jalan lain. Alhasil, sepanjang Jl. Pulau Indah dan Jl. Timor Raya di seputaran Dutalia Supermarket hingga SPBU Oesapa kendaraan tak bisa bebas bergerak. Kondisinya macet parah lantaran jalur ke jembatan ditutup petugas.
Sementara itu, pihak Polres Kupang Kota dipimpin langsung oleh Kapolresta Kupang Kota, Kombes Pol. Rishian Krisna Budhiaswanto berusaha untuk mengajak Riza turun dari jembatan. Upaya ini tak mempan, sehingga diminta bantuan Dinas Pemadam Kebakaran Kota Kupang yang membawa mobil snolkler untuk penyelematan menggunakan tangga pemadam.
Namun saat petugas hendak naik menyelamatkan menggunakan tangga mobil pemadam, pria yang berada di atas jembatan ini justru mengancam untuk melompat. Hingga pukul 20.16 Wita, Hasan Riza belum juga berkeinginan untuk turun ataupun dibantu untuk turun. Hassan juga terlihat seperti orang yang mengonsumsi minuman beralkohol sehingga kesadarannya tidak stabil.
Ketika berada di atas jembatan, Hassan sempat meminta agar tidak menimbulkan kemacetan dan menyusahkan masyarakat pengguna jalan. Hassan berteriak agar masyarakat jangan berkerumun dan menimbulkan kemacetan. "Jangan ganggu saya lagi, saya ingin sendiri," kata Hassan ketika berada di atas jembatan.
Salah satu teman Hassan juga asal Afganistan, Ali Rezal, mengatakan bahwa temannya itu beberapa waktu terakhir tampak stres dengan janji yang dibuat oleh Internasional Organization for Migration (IOM).
"Dia (Hassan, Red) stres dan akhirnya melakukan hal-hal seperti ini. Dia sudah coba komunikasi dan meminta kejelasan mengenai nasibnya dipindahkan ke negara ketiga, namun sampai saat ini belum ada kejelasan. Kita ada grup WhatsApp, Hassan mengirimkan pesan-pesan yang bernada seperti ucapan terakhir, seperti meminta maaf dan mengucapkan bahwa tidak akan bertemu lagi," kata Ali Rezal kepada media ini di lokasi kejadian.
Jadi, lanjut Ali, hal ini bisa terjadi karena janji-janji pihak IOM yang selalu tidak ditepati. Jika saat ini IOM datang dan memberikan jaminan, maka mungkin Hassan bisa segera turun. "Dia sudah berada di Indonesia kurang lebih 8 sampai 10 tahun, sehingga dia sudah jenuh dan meminta agar segera dipindahkan ke negara ketiga," jelas Ali.
Hassan, kata Ali, juga sering mengikuti demo. Sudah berkali-kali dia ungkapkan kepada IOM tetapi tidak ada tindak lanjut atau respon positif. "Keluarganya semua sudah meninggal, jadi dia hanya sendiri di Indonesia. Saudaranya sudah meninggal semua, jadi banyak hal yang membuat dia putus asa," terang Ali.
Ali menjelaskan, Hassan sebelumnya tinggal di Hotel Ina Bo'i bersama dengan pengungsi lainnya, tetapi beberapa waktu lalu dipindahkan ke Hotel Lavender di Oesapa. Beberapa waktu terakhir ini dia terlihat lebih stres.
"Saya juga ada foto-foto dimana petugas memukul dia, karena dia terlibat masalah dengan sesama imigran," katanya.
Sementara itu, pengungsi Afganistan lainnya, Abas Saedare, mengatakan, setelah dipukuli, dia juga ditabrak oleh petugas. Kejadian ini terjadi tiga hari yang lalu. "Tiga hari dia sudah tidak makan, dia dipukuli lalu ditabrak lagi. Dia melapor ke aparat kepolisian, tetapi kepolisian mengarahkan ke pihak Imigrasi, karena merupakan kewenangan Imigrasi," kata Abas.
Sementara itu, sekira pukul 20.37 Wita, tim dari Basarnas Kupang turun ke lokasi untuk membantu upaya penyelamatan. Hingga berita ini di publish, upaya penyelamatan terhadap Hassan sedang dilakukan petugas penyelamat. (*)
Penulis: Fenti Anin
Editor: Marthen Bana