Bahas RUU 5 Provinsi Termasuk NTT, Komisi II DPR Usung Kearifan Lokal

  • Bagikan
Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus (FOTO: JawaPos.com)

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melalui Komisi II mengusung hak inisiatif dalam membahas rancangan undang-undang (RUU) tentang Lima Provinsi. Menariknya, di dalam RUU itu, legislatif menempatkan posisi kearifan lokal harus tetap dijaga.

Anggota Komisi II DPR Guapardi Gaus mengatakan, seluruh fraksi di Komisi II dan pemerintah telah menyepakati untuk membawa RUU tentang lima provinsi ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

RUU tentang lima provinsi itu meliputi Sumatera Barat (Sumbar), Riau, Jambi, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Guspardi menyebut bahwa RUU lima provinsi itu merupakan hak inisiatif DPR RI. RUU itu dibahas karena UU sebelum dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Pasalnnya UU untuk lima provinsi tersebut menggunakan alas hukum yang berdasar pada UUDS 1950 (UU Repubik Indonesia Serikat/RIS).

Selain itu, berdasarkan regulasi, alas hukum terhadap satu kabupaten, kota, dan provinsi harus satu kesatuan. Artinya satu provinsi alas hukumnya satu undang-undangnya. Sedangkan pada saat ini alas hukum lima provinsi ini masih tergabung dalam sebuah undang-undang dengan daerah lainnya berdasarkan regional.

“Kelaknya setelah RUU itu ditetapkan menjadi undang-undang, maka lima provinsi tersebut memiliki undang-undangnya sendiri-sendiri,” ujar Guspardi kepada JawaPos.com, Rabu (29/6).

Legislator asal dapil Sumbar II itu menegaskan, dalam membahas 5 RUU provinsi itu agar kearifan lokal diberi ruang dan diakomodasi. Hal itu merupakan bentuk pengakuan pada karakteristik dan kearifan lokal pada masing-masing provinsi.

Sebagai contoh dalam membahas RUU Provinsi Sumatera Barat, dia memberi penekanan tentang kearifan lokal masyarakat Minangkabau. Salah satu bentuk kekhasan atau keunikan adat budaya Minangkabau itu adalah falsafah adatnya, “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah“. Kemudian “adat salingka nagari“.

“Alhamdulillah usulan mengenai kearifan lokal ini dapat diakomodasi dan dimasukkan dalam batang tubuh RUU Sumatera Barat,” ujar anggota Fraksi PAN itu.

Adapun kearifan lokal Minangkabau dalam RUU Sumatera Barat meliputi kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal lainnya. Semua itu menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat serta cerminan jati diri masyarakat Sumatera Barat.

“Hal ini menjadi bukti nyata pengakuan dan kehadiran pemerintah dalam pelestarian kearifan lokal dan keunikan yang ada di masing-masing daerah atau provinsi,” pungkas anggota Baleg DPR itu. (jpc/jpg)

  • Bagikan