BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Meski petugas UPTD SPAM Manggarai Timur (Matim), telah berjuang turun ke lokasi di tengah hutan dan memperbaiki pipa transmisi air minum yang rusak pekan lalu, namun airnya belum bisa mengalir ke pelanggan, wilayah Pota, Kecamatan Sambi Rampas. Petugas menduga, masih ada titik lain yang tersumbat atau bermasalah.
Demi mengembalikan senyuman warga atau pelanggan, UPTD SPAM tidak tinggal diam. Petugas tetap terus bekerja tanpa henti. Pagi hingga sore hari, mereka telusuri jaringan pipa yang masih bermasalah. Walau pun pekerjaan yang sedang diupayakan itu berisiko dan harus bekerja ekstra karena melalui hutan lebat, petugas tetap melaksanakan tugasnya dengan loyalitas tinggi.
"Kita sudah perbaiki yang rusak. Pipa yang patah karena pohon tumbang, kita sudah las. Tapi sekarang, air belum mengalir. Kami menduga, ada pipa yang sumbat. Sehingga kami akan telusuri lagi," ujar Kepala UPTD SPAM Matim, Fransiskus Y. Aga, kepada TIMEX di ruang kerjanya, Kamis (14/7) siang.
Pria yang akrab disapa Kevin itu mengatakan, karena wilayah Sambi Rampas masih dengan cuaca yang tidak bersahabat, petugas belum bisa masuk ke tengah hutan untuk bisa telusuri titik pipa yang bermasalah. Pasalnya, pipa air minum yang bersumber dari Wae Tabar untuk IKK Pota itu, terbentang sepanjang 8 Km dalam wilayah kawasan hutan.
"Kalau cuacanya sudah bagus, petugas kita pasti langsung telusuri pipa yang diduga tersumbat itu. Disini risiko, sehingga petugas tunggu cuaca bagus. Karena dari sumber sampai titik pelanggan, bentangan pipa ini lewat tengah hutan, dengan medan naik turun bukit," kata Kevin.
Sama hal yang telah dilakukan oleh empat orang petugas UPTD SPAM sebelumnya, saat berjuang memperbaiki pipa yang rusak. Dimana lokasinya ada di tengah hutan. Petugas berjuang demi pelanggan, dengan memikul peralatan berat seperti mesin genzet dan mesim las. Jalan pikul peralatan ke lokasi sepanjang 1 Km dan berjuang masuk tengah kawasan hutan.
Terhadap kondisi air belum bisa mengalir, Kevin mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan kepada seluruh pelanggan. Sebab bagi Kevin dan seluruh petugas UPTD SPAM, pelayanan bagi pelanggan merupakan hal yang utama. Dimana pasukan tukang ledeng memang harus selalu siap untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggannya.
Dia juga mengatakan, sumber air minum untuk wilayah Pota, saat ini masih dari satu sumber, yakni Wae Tabar. Sumber yang sama juga digunakan oleh masyarakat desa Nanga Mbaur, untuk mengairi areal persawahan Wae Kol. Sehingga saat musim kemerau, dijadwalkan untuk pembagianya. Sebab, titik nol pipa air minum untuk IKK Pota, diambil langsung pada bendungan irigasi persawahan Wae Kol.
"Air minum untuk IKK Pota saat ini, bukan ambil langsung di sumber mata air. Tapi ambil di bendungan irigasi. Sehingga kalau musim kemerau dan debitnya berkurang, maka sistem bagi. Kalau pagi sampai siangnya untuk alir ke irigasi sawah, maka sore sampai malam atau sampai pagi, untuk alir ke pipa air minum," bilang Kevin.
Dia juga mengatakan, untuk mengatur pembagian air itu, pihaknya telah menempatkan petugas khusus dengan merekrut warga sekitar. Sehingga dengan adanya sistem pembagian seperti itu, maka air yang mengalir ke pelanggan juga dibuat jadwal. Tidak mengalir seperti biasa selama 24 jam.
"Pengalaman tahun sebelumnya, setiap musim kemerau, airnya mengalir ke pelanggan dengan sistem jadwal atau bergilir. Kalau musim hujan, air mengalir selama 24 jam. Tapi bersyukur, warga di pota hampir setiap rumah memiliki sumur, dan pada saat kemerau air sumur bersih dan tidak keruh," ungkap Kevin.
Ditambahnya, kondisi pelanggan air minum UPTD SPAM Matim untuk IKK Pota, saat ini ada sebanyak 351 pelanggan. Banyak warga masyarakat yang mengajukan untuk jadi pelanggan baru, namun belum bisa dilayani. Hal itu karena kapasitas air minum yang ada sekarang, belum mampu. Sehingga kedepan, harus ada sumber mata baru untuk wilayah itu.
"Kami belum bisa layani permintaan untuk jadi pelanggan. Ada sumber mata air di sana, tapi jaraknya jauh dan tentu butuh biaya besar," pungkasnya. (*)
Penulis: Fansi Runggat
Editor: Marthen Bana