Rm. Siprianus S. Senda, Pr
Dosen Kitab Suci Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang
Kita mengenal ungkapan "Ora et Labora". Bentuk imperatif. Artinya "Berdoalah dan Bekerjalah". Urutannya jelas. Berdoa duluan, sesudah itu bekerja. Doa menjadi basis bagi pekerjaan. Dalam doa manusia menyerap energi rahmat dari sumbernya, lalu dalam karya manusia menyalurkan rahmat itu demi kehidupan bermakna.
Teks Injil hari ini memberi pembelajaran berharga untuk memahami pentingnya doa sebagai basis pelayanan kasih. Luk 10:38-42 yang berkisah tentang Maria dan Marta menampilkan pesan kuat bagi penghayatan iman kristiani. Kita merenung sejenak.
Maria dan Marta
Dua perempuan ini menjadi tuan rumah bagi Yesus dan para muridNya. Sebagai kakak yang bertanggung jawab, Marta mengambil peran untuk melayani sebaik mungkin bagi tetamu. Maria memilih menemani tetamu dan mendengarkan sang Tamu berbicara.
Marta merasa kuatir dengan persiapan makan minum untuk tamu. Makanan jasmani. Itu penting secara tatakrama sosial dalam hal menerima tamu. Marta tidak bisa menyepelekan hal ini. Dalam posisi sebagai kakak, dia mesti memberi yang terbaik sebagai tuan rumah yang baik. Maka pilihannya adalah menjadi pelayan bagi Yesus dalam hal makan minum jasmani sosial.
Maria sebaliknya memilih peran yang lain. Dia memilih mendengarkan Yesus yang berbicara. Yesus menjadi Guru yang mengajar nilai kehidupan. Dia memberikan makanan hikmat yang dibutuhkan jiwa manusia untuk hidup kekal. Dalam perspektif ini, Maria menjadi tamu istimewa bagi Yesus.
Yesus adalah tuan rumah bagi Maria dan para pendengar sabda lainnya. Mereka mendapat santapan sabda yang meneguhkan iman, menguatkan harapan dan membakar semangat kasih. Maria menerima dari Yesus asupan gizi rohani yang terbaik, yang tidak diterima Marta.
Bagian itu tak kan diambil dari padanya. Yesus sebagai tuan rumah di rumah Maria memberikan yang terbaik untuk kehidupan, yaitu sabdaNya sendiri. Sabda Yesus adalah kebenaran dan hidup. Maka mendengarkan sabdaNya adalah tindakan bermakna. Sebuah tindakan hikmat untuk menyerap energi kasih demi pelayanan yang bermutu.
Maria dan Marta menampilkan dua figur yang berbeda karakter dan cara berpikir. Keduanya memiliki keunikan dalam menanggapi kehadiran Yesus. Yang satu melihat Yesus sebagai tamu yang mesti dilayani sebaik mungkin dalam hal makan minum. Maka dia kuatir kalau tidak berhasil. Dia kuatir kalau sang Tamu tidak puas. Kekuatiran ini menunjukkan bahwa dia fokus pada diri sendiri. Dia ingin dinilai baik. Bukan dinilai buruk. Fokusnya adalah prestise dari prestasi yang diperjuangkan. Ini pancaran egoisme yang tersamar.
Yang lain justeru memilih mendengarkan Yesus. Baginya sabda Yesus adalah yang utama. Pribadi Yesus adalah yang utama. Dengan mendengarkan Yesus, dia membuka diri untuk menerima asupan gizi rohani yang menumbuhkan iman, harapan dan kasihnya. Dia menjadi tamu bagi Yesus. Yesus menjadi tuan rumah baginya. Jamuan Yesus adalah yang terbaik. Dan Maria telah memilih yang terbaik itu.
Dari Maria Menuju Marta
Perspektif Maria ke Marta menegaskan dengan jelas spiritualitas Ora et Labora. Dahulukan doa. Dahulukan kerohanian. Dahulukan asupan gizi rohani yang bersumber dari Tuhan sendiri. Dengan menyerap energi rohani dari Tuhan, manusia beriman memperoleh kekuatan untuk mampu melayani dengan sukacita tanpa kuatir akan apapun. Prioritas doa atau orientasi pada Tuhan membentuk manusia beriman mampu melawan egosentrisme dan kekuatiran dunia. Kata-kata Yesus terpenuhi di sini. Carilah Kerajaan Allah dahulu, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu.
Sesudah menyerap energi rohani melalui mendengarkan Yesus, manusia dimampukan secara spiritual untuk melaksanakan diakonia kasih atau labora. Dimensi labora terwujud dengan baik tanpa kekuatiran akan ini dan itu, karena percaya bahwa Tuhan sanggup melengkapi apa yang diupayakan secara manusiawi. Dalam diakonia ini, tak ada kekuatiran akan kegagalan dan sebagainya. Kekuatiran hanyalah tanda kurang beriman. Kekuatiran hanyalah bukti adanya orientasi diri melampaui Tuhan.
Diakonia Marta berbasis spiritualitas Maria adalah paduan serasi keberimanan kristiani. Ora et Labora. Dari Maria menuju Marta. Bukan sebaliknya. Maka dahulukan kontemplasi, sesudah itu aksi. Dahulukan Maria, sesudah itu Marta.
Kecenderungan manusia yang mengejar prestasi dan prestise dalam karya membuat orang membalikkan paradigma ora et labora menjadi labora et ora. Spiritualitas Maria hendaknya menjadi basis bagi diakonia Marta. Untuk itu, Yesus mesti menjadi pusat dan sumber. Dia mesti menjadi prioritas. Carilah Dia dahulu, maka yang lain akan dilaksanakan dengan baik, benar dan sukacita.