KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Komisi II DPRD Kota Kupang menyoroti vendor atau pihak ketiga pengelola jasa periklanan/reklame di Kota Kupang. Pasalnya, ada 13 vendor di Kota Kupang yang dinilai tidak mematuhi kewajiban mereka membayar retribusi/pajak. Tak cuma itu, banyak juga papan reklame liar yang dibangun tanpa adanya pemberitahuan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang.
Komisi II DPRD Kota Kupang menilai bahwa hal ini sangat nerugikan daerah, terutama dalam peningkatan target pendapatan asli daerah khususnya reklame. Padahal target pendapatan untuk reklame tahun 2022 di Badan Pendapatan Daerah Kota Kupang, sebesar Rp 3,5 miliar.
Berdasarkan data hingga 5 Agustus 2022, realisasi penerimaan dari pajak reklami mencapai Rp 1,9 miliar atau 55,56 persen.
Melihat banyaknya vendor yang tidak mematuhi kewajiban, Komisi II DPRD Kota Kupang menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak vendor. Rapat ini dipimpin Ketua Komisi, Diana Oktaviana Bire, dihadir Wakil Ketua, Zeyto Ratuarat, dan anggota Nining Basalamah, Djuneidi Kana, Barche Bastian, dan Anatji Ratu Kitu.
Rapat yang berlangsung di ruang Komisi II, Selasa (9/8) itu juga dihadiri Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Loudoe dan Wakil Ketua, Padron Paulus.
Wakil Ketua Komisi II, Zeyto Ratuarat mengatakan, komisi sangat menginginkan agar adanya PAD yang didapat dari papan reklame. Komisi II juga berharap, perizinan yang diatur dalam Perda Nomor 2 tahun 2016 harus dilaksanakan.
"Bagi kami komisi, semua titik papan reklame harus menjadi sumber pendapatan daerah, sementara hasil pantauan kami di lapangan, ternyata tidak sesuai dengan peraturan daerah yang ada," kata Zeyto.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, berdasarkan hasil capaian per tahun, Komisi II menemukan bahwa ada sekitar 16 titik papan reklame yang tidak bertuan. "Hal ini yang ingin Komisi II pastikan untuk melakukan penyegelan terhadap papan reklame liar tersebut. Ada 13 vendor yang bekerjasama dengan Bapenda, tetapi dinilai tidak jelas melaksanakan kewajiban mereka," tegasnya.
Pihak DPRD juga memberikan ruang kepada PT Sasando sebagai Perusahan Daerah Kota Kupang untuk mengelola papan reklame saja. "Untuk apa kita memberikan kepada pihak ketiga tetapi kewajiban mereka juga banyak yang menunggak apalagi sekarang banyak papan reklame liar tanpa tuan. Kalau di PT Sasando kita bisa menggunakan skema bagi hasil tetapi kalau diberikan kepada pihak ketiga kita hanya mendapatkan pajaknya saja yang jumlahnya sangat kecil," kata Zeyto.
"Kami pastikan bahwa spot yang tidak memiliki tuan kami akan segel dan vendor yang masih mangkir akan langsung di-black list," tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kota Kupang, Diana Oktaviana Bire menyatakan, saat Komisi II melakukan kunjungan, ditemukan banyak reklame liar, banyak juga vendor yang memiliki izin tetapi kewajibannya tidak dipenuhi untuk menyetor pajak ke pemerintah.
"Mirisnya, papan reklame dengan ukuran besar yang jumlah pajaknya mencapai belasan juta, merekalah yang tidak membayar pajak kepada pemerintah. Bahkan banyak yang liar. Hal ini tentunya sangat merugikan pemerintah dalam upaya menarik pendapatan daerah," tandasnya.
Karena itu, kata Diana, Komisi II DPRD Kota menggelar RDP dengan memanggil semua vendor terkait, namun dari 13 vendor yang diundang, hanya 5 vendor saja yang datang.
"Kami merekomendasikan kepada Badan Pendapatan Daerah agar bagi mereka yang tidak membayar pajak atau kewajiban mereka dan papan reklame yang liar disegel dan di-black list. Ke depannya tidak perlu lagi memperpanjang kerja sama dengan vendor, tetapi diberikan saja kepada PT Sasando untuk dikelola," pinta Diana.
Sementara, Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Loudoe mengatakan, pemerintah saja mengakui bahwa sulit untuk mengidentifikasi secara jelas papan reklame dan lokasi serta izinnya. Hal ini terjadi karena kurangnya koordinasi antara OPD terkait.
"Sebenarnya soal pendapatan, bukan hal kecil. Jadi harus diurus dengan serius. Pemerintah harus lebih mampu daripada pihak ketiga, jika alat seperti tapping box harus pengadaan, maka kita siap untuk anggarkan. Gunakan alat yang berkualitas agar bisa melakukan perhitungan secara baik," jelasnya.
Yeskiel meminta kepada pemerintah agar kepala vendor yang tidak memenuhi kewajiban supaya langsung di-black list, lebih baik diserahkan kepada PT Sasando yang merupakan perusahaan daerah milik pemerintah.
Sekretaris Badan Pendapatan Daerah Kota Kupang, Indah Dethan menyebutkan ada 13 vendor yang bekerjasama dengan Bapenda, dengan data papan reklame sebanyak 93 titik, tersebar di seluruh Kota Kupang.
"Untuk data vendor yang belum melakukan pembayaran tentunya ada. Sampai saat ini data reklame yang bersifat tahunan sudah terbayar Rp 900 juta lebih, sementara yang insidentil baru Rp 220 juta. Total reklame tetap atau reguler ada 300 titik," bebernya.
Indah mengaku, Bapenda Kota Kupang ditarget untuk menghasilkan pendapatan dari reklame tahun 2022 senilai Rp 3,5 miliar. Per tanggal 5 Agustus, realisasinya mencapai Rp 1,9 miliar (55,56 persen).
"Kami sangat optimistis sampai akhir tahun nanti, target PAD reklame ini bisa terealisasi 100 persen, dengan adanya ketaatan membayar pajak dan tepat waktu menbayar," tambahnya.
Menurut Indah, sesuai rekomendasi Komisi II DPRD Kota Kupang, pihaknya akan blacklist vendor yang tidak melaksanakan kewajiban mereka.
"Kita sudah berikan undangan untuk rapat ini ke 13 vendor, namun yang datang hanya 5 vendor saja. Untuk itu, kita akan tindaklanjuti sesuai rekomendasi komisi. Kami juga sangat mengapresiasi Komisi II yang turun langsung ke lapangan melihat vendor yang ada," terangnya.
Indah menjelaskan, untuk tahun 2021 saja, utang atau tunggakan reklame mencapai Rp 200 juta lebih. Jadi kalau yang namanya tunggakan tentunya diketahui ketika akhir tahun.
Rudy Rikoni, pemilik PT Indo Raya Kupang, salah satu vendor pengelola papan reklame di Kota Kupang yang ikut hadir dalam RDP itu, mengatakan, saat ini pihaknya mengelola 12 papan iklan. Dari jumlah itu, ada beberapa tunggakan yang belum dilunasi tahun ini.
"Lebih kurang tiga pajak reklame yang belum dilunasi. Saya bayarnya tahunan, tetapi kebetulan dalam perjalanan, ada iklan lain yang masuk, sehingga saya meminta izin kepada pemerintah untuk memakai satu dua bulan. Itu yang belum dibayar," jelas Rudi.
Rudi menyebutkan, tiga titik reklame yang belum dilunasi, yakni yaitu di Bundaran Tirosa, Liliba, dan Depan Hotel Kristal. "Satu titik nominalnya Rp 2 juta lebih, jadi tunggakannya mencapai Rp 6 juta," bebernya. (r2)
Editor: Marthen Bana