Rm. Siprianus Soleman Senda, Pr
Alumnus Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang
TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Menjadi pribadi pelaksana sabda Tuhan mengandaikan adanya iman. Berlandas pada imanlah seorang pelaksana sabda mampu mewujudkan kehendak Tuhan dalam hidupnya. Iman adalah sikap percaya dan bergantung sepenuhnya pada kekuatan Allah yang menyelamatkan. Dalam perspektif Paulus, kekuatan Allah yang menyelamatkan itu adalah Injil, dan Injil itu adalah Yesus Kristus, sang kabar gembira yang datang dari surga.
Maria sebagai seorang beriman menanggapi tawaran kasih Allah dengan sikap kooperatif. Rencana Allah mewujudkan penebusan manusia dengan menjadi manusia melalui Maria, diterimanya dengan sikap iman dan ketaatan total. Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu. Demikianlah yang dikatakannya kepada malaikat Gabriel (Luk 1:38).
Iman Maria kepada Allah membuat ia siap dan mau melaksanakan apa yang dikehendaki Allah atas dirinya. Sabda Tuhan diterimanya dalam seluruh dirinya dan dilaksanakannya dalam seluruh hidupnya. Sang Firman yang kekal (Yoh 1:1), menjadi manusia dalam dan melalui Maria. Misteri inkarnasi itu terwujud sepenuhnya karena ketaatan imannya yang total kepada kehendak Allah. Dengan demikian Maria menjadi pribadi pelaksana sabda yang luar biasa. Kekuatan imannya dan ketaatannya melaksanakan sabda merupakan teladan kristiani yang tetap relevan sepanjang sejarah Gereja.
Dalam ungkapan jiwanya melalui kidung indah, Maria menyanyikan pujian kepada Allah yang menunjukkan kasih setia melalui seorang hamba yang hina dina. Dia yang kecil dan sederhana dipilih oleh Allah untuk melaksanakan tanggung jawab raksasa demi keselamatan manusia. Karya agung Allah ditanggapi dengan rendah hati dan ketaatan iman oleh kaum kecil dan sederhana. Sebaliknya kaum berkuasa yang angkuh dan menutup diri pada Tuhan, dijungkirbalikkan ke dalam kehampaan makna. "Orang yang berkuasa diturunkannya dari tahta, yang hina dina diangkatnya." (Luk 1:52). Pengangkatan yang hina dina ini adalah tindakan revolusioner Allah untuk menyelamatkan manusia dari dosa dan maut. Manusia hina dina yang beriman diangkatNya menjadi Putri Pilihan untuk mengandung dan melahirkan Firman yang menjadi manusia. Firman kekal yang ada di surga tinggi, turun ke dunia dan menjadi manusia (Yoh 1:14). Santo Agustinus menegaskan hal ini dalam pernyataannya, "Allah menciptakan manusia tanpa manusia, tetapi Allah menebus manusia tidak tanpa manusia." Maria menjadi sosok seorang manusia pilihan Allah yang percaya dan siap melaksanakan sabda Tuhan. Dan karena iman dan ketaatannya itu, Elisabet menyebutnya "berbahagia". "Sungguh, berbahagialah dia yang telah percaya, sebab firman Tuhan yang dikatakan kepadanya akan terlaksana." (Luk 1:45).
Belajar Dari Maria
Maria diangkat ke surga setelah kematiannya. Itulah pahala atas kesediaannya menjadi ibu Tuhan Yesus. Ganjaran sepadan dari kemurahan hati Allah akan Putri Pilihan yang sungguh beriman dan taat melaksanakan kehendak Allah. Pengangkatannya ke surga adalah buah dari pengangkatannya di bumi. Dia percaya dan memasrahkan diri untuk diangkat menjadi ibu yang mengandung dan melahirkan Penebus bagi dunia. Assumptanya di bumi adalah kasih karunia Allah yang berkenan padanya untuk melaksanakan rencana akbar penebusan manusia. Dan Maria dalam ketaatan imannya melaksanakan tuntas sabda Tuhan kepadanya.
Dari gambaran figur Maria yang demikian berdasarkan Injil Luk 1:39-56, kita dapat merenungkan dan meneladani Maria dalam beberapa aspek.
Pertama, Maria tokoh iman. Maria adalah contoh orang beriman yang kokoh pada Tuhan. Ia percaya sungguh akan Allah. Seluruh hidupnya melantunkan iman kokoh yang terpelihara dan terolah baik. Meskipun iman itu harus melalui ujian berat berupa "sebilah pedang akan menembus jiwamu", sebagaimana diramalkan Simeon (Luk 2:35). Pedang itu adalah sengsara dan wafat Yesus, buah tubuhnya sendiri. Bahkan dalam situasi genting itu, Maria tidak goyah iman. Ia tetap percaya bahwa sabda Tuhan akan terlaksana padanya. Kebangkitan Yesus menjadi mahkota sukacitanya usai jiwanya ditembus pedang penderitaan salib Putranya. Kita belajar dari Maria untuk memiliki iman yang kokoh. Seberat apapun tantangan hidup, iman adalah kekuatan yang menyanggupkan kita untuk bertahan karena kita percaya Allah tetap menyertai dan menopang kita. Pada waktunya Dia bertindak dan kitapun mengalami sukacita paska dalam kehidupan kita.
Kedua, Maria adalah pribadi yang taat. Dia menerima apapun kehendak Allah atas dirinya dengan sikap taat dengan rendah hati. Orang yang rendah hati biasanya akan taat pada kebenaran. Tetapi orang yang angkuh cenderung tidak taat pada kebenaran. Maria memberi contoh bagaimana bersikap rendah hati di hadapan Tuhan dan taat pada kehendakNya. Ketaatan Maria menjadi model ketaatan kita pada kebenaran sabda Tuhan.
Ketiga, Maria menjadi pribadi pendengar dan pelaksana sabda yang setia. Seluruh hidupnya didasarkan pada sabda Tuhan. Apalagi setelah Sang Sabda itu menjelma menjadi manusia dalam rahimnya. Ia setia mendengarkan dan melaksanakan sabda Tuhan. Dalam momen-momon krusial ia merenungkan sabda Tuhan, mengolah setiap perkara dalam hatinya dan memutuskan untuk setia mengikuti kehendak Tuhan. Itulah sebabnya Yesus memuji ibuNya sendiri dan menjadikannya teladan ketika bersabda, "IbuKu dan saudara-saudariKu ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melaksanakannya" (Luk 8:21). Kita belajar dari Maria untuk menjadi pribadi pendengar dan pelaksana sabda. Itu berarti sabda Tuhan menjadi inspirasi dan pedoman utama untuk hidup sejati. Mendengarkan dan melaksanakan sabda adalah spiritualitas hidup kristiani yang sejati. Menghayatinya mengungkapkan jatidiri kristiani, yakni pribadi kitabiah atau menjadi Injil yang hidup.
Santa Maria Assumpta, doakanlah kami. Amin