JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menunjuk sebanyak 30 orang jaksa untuk sebagai penuntut dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J di kediaman mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Pol. Ferdy Sambo.
Penunjukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ini setelah pihak Kejagung menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus yang menghebohkan publik tanah air itu. Kejagung memastikan bahwa proses hukum kasus yang menyeret nama Irjen Ferdy Sambo itu langsung diawasi oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum).
Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana saat diwawancarai Jawa Pos, Sabtu (13/8). ”Sudah dilakukan koordinasi awal antara penyidik dan JPU,” ujarnya.
Sesuai arahan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD, proses hukum kasus tersebut di Kejagung juga harus terbuka. Dia ingin kasus itu dapat diikuti dan terpantau oleh masyarakat.
4 Pamen ke Patsus
Sejalan dengan proses hukum yang dilakukan Kejagung, Polri juga terus menindak setiap personel yang diduga melakukan pelanggaran kode etik. Terbaru, empat orang perwira menengah (pamen) Polri yang bertugas di Polda Metro Jaya menyusul ke tempat khusus (patsus). ”Menjalani patsus di Biro Provos Mabes Polri,” ucap Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Dedi Prasetyo kepada awak media.
Namun, jenderal bintang dua Polri itu tidak menyampaikan secara terperinci nama-nama empat perwira menengah tersebut. Yang pasti, mereka menyusul 12 orang personel Polri yang sudah dibawa ke patsus. Dengan begitu, kini ada 16 personel Polri di patsus. ”Enam orang di mako (Brimob) dan sepuluh orang di provos,” jelas Dedi.
Patsus terhadap empat perwira menengah Polda Metro Jaya dilakukan setelah instansinya menghentikan penyidikan atas laporan dugaan upaya pembunuhan dengan pelapor Bharada E (Eliezer) dan laporan dugaan tindak kekerasan seksual yang dilaporkan Putri Candrawathi.
Polri menyatakan bahwa dua laporan itu merupakan bagian dari upaya menghalang-halangi penyidikan atau obstruction of justice dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir J.
Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol. Agus Andrianto menyampaikan, proses hukum terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi akan diputuskan tim khusus (Timsus) Polri. ”Kami serahkan kepada Timsus keputusannya seperti apa,” ungkap dia.
Yang jelas, lanjut Agus, sebelum peristiwa pembunuhan di rumah dinas Kadivpropam Polri terjadi, Brigadir J tidak berada di dalam rumah. ”Tapi di dalam pekarangan depan rumah. Almarhum J (Yosua, Red) masuk saat dipanggil ke dalam oleh FS (Irjen Ferdy Sambo, Red),” tambahnya.
Mantan penasihat hukum Bharada E, Deolipa Yumara, adalah salah satu yang telah menyampaikan informasi tersebut. Kepada awak media, Deolipa mengungkapkan, dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Bharada E menyatakan bahwa Sambo pernah berjanji memberikan uang Rp 1 miliar.
Janji itu disampaikan di hadapan Putri. Tidak dijelaskan secara pasti kapan janji tersebut disampaikan Sambo. Yang jelas, Bharada E dijanjikan uang itu setelah Brigadir J meninggal dunia. Bukan hanya Bharada Eliezer, Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal yang sudah berstatus tersangka juga dijanjikan uang, masing-masing Rp 500 juta. ”Jadi, setelah ada skenario (Pembunuhan Yosua, Red), barulah cerita iming-iming tentang itu,” jelas dia.
Selain Deolipa, dugaan suap oleh Ferdy juga sudah disampaikan secara terbuka oleh Mahfud MD. Informasi yang disampaikan Mahfud bersumber dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution menyatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada pertengahan Juli lalu. (syn/c9/oni/JPG)