RUTENG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Senyum terpancar dari para petani kedelai di Desa Kajong, Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai. Bagaimana tidak, pada musim panen Agustus 2022 ini, mereka mampu meraup pendapatan hingga Rp 1,8 miliar. Angka tersebut dicapai dengan menjual hasil panen kedelai di atas lahan seluas 100 hektare, dengan harga jual yang mahal dibeli oleh offtaker.
"Harga kedelai yang dibeli offtaker naik 100 persen. Biasanya dibeli Rp 3.000 sampai Rp 4.500 per kilogram (Kg). Tapi sekarang menjadi Rp 8.500 sampai Rp 9.000 per kg," ujar Kepala Bidang (Kabid) Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian Manggarai, Laurensius Laoth, saat acara panen simbolis 100 hektare komoditas kedelai di Desa Kajong, Sabtu (20/8).
Acara panen itu juga dihadiri langsung anggota Komisi IV DPR RI, Julie Sutrisno Laiskodat, Bupati Manggarai, Hery Nabit, dan Dandim 1612/Manggarai, Letkol Inf. Muhammad Faisal. Hadir juga anggota DPRD NTT, Fredi Mui, Offtaker, Erick Teguh Herwinda, Camat Reok Barat, Tarsi Asong, pimpinan OPD, para kades, dan tokoh masyarakat setempat.
Laurensius menyebutkan, hasil panen kali ini membuat para petani senang, karena dengan harga jual yang bersaing, mereka bisa menyisikan untuk mengadakan benih yang harganya saat ini mencapai Rp 15.000 per Kg.
Laurensius menyebutkan, dengan penjualan dari hasil panen kedelai pada Agustus sebesar Rp 1.887.000.000 ini, kalau mau dikalkulasi maka angka tersebut diperoleh dari hasil panen 1,7 ton kedelai, dimana setiap hektarenya dipanen sebanyak 1.700 Kg atau 1,7 ton. Hasil panen dari 60 hektare lahan diperoleh 102 ton kedelai. "Disini offtaker membeli dengan patokan harga Rp 8.500 perkilogram," sebutnya.
Dengan demikian, dari 102 ton kedelai hasil panen tersebut, para petani yang tergabung dalam kelompok tani ini meraup hasil penjualan sebesar Rp 867 juta. Sementara untuk 40 hektare lainnya dijadikan penangkar benih.
Jika dikalkulasi lagi benih yang dibeli dengan harga Rp 15.000 per kg, dari lahan penangkar 40 hektare ini diperkirakan menghasilkan 60 ton kedelai. Dari jumlah itu dikalikan harga penjualan, maka petani mengantongi Rp1,020 miliar. "Hasil penangkaran ini akan dijadikan benih dan akan disalurkan atau dikembangkan di 4 wilayah kecamatan di Manggarai," kata Laurensius.
Menanggapi hal itu, Julie Sutrisno Laiskodat, mengaku bangga. Setidaknya hasil tersebut membuka mata dan pikiran petani, bahwa kedelai merupakan produk pertanian yang cukup menjanjikan. Potensi kedelai di Kajong membuat dirinya ikut terlibat aktif dalam mendukung petani. Dimana untuk keduakalinya istri dari Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, datang di wilayah Desa Kajong.
"Itu berarti setiap bulan saya selalu datang ke sini. Tentu saya mau sampaikan bahwa kebutuhan kedelai di Indonesia itu sangat banyak. Bukan hanya tahu tempe, tetapi banyak produk yang membutuhkan bahan baku kedelai. Tetapi hampir 90 persen, kedelai kita itu datangnya dari luar," ungkap politikus yang akrab disapa Bunda Julie ini.
Bunda Julie awalnya mempertanyakan tanah di Indonesia, apa tidak cocok dengan kedelai. Namun setelah berkeliling, termasuk di tiga wilayah Manggarai, Bunda Julie mengetahui bahwa sudah sejak dulu nenek moyang orang Manggarai menanam kedelai. Tetapi hasil perkebunan kedelai itu hanya untuk dikonsumsi sendiri.
Apalagi, kata Bunda Julie, komoditas kedela diijual dengan harga yang sangat murah jika dibandingkan dengan komoditas yang lain. Akibatnya banyak petani yang pilih menanam komoditas jenis lain karena dibeli dengan harga yang lebih mahal. Kondisi itu membuat Bunda Julie berusaha mencari offtaker yang bisa membeli komoditas Kedelai dengan harga yang lebih layak.
"Pada hilirnya ini, pangsa pasarnya duitnya ada. Kebutuhannya pun sangat tinggi untuk kedelai. Bagaimana dengan hulunya atau petani kedelai. Sehingga kami dari pemerintah dan DPR, berada di tengah-tengah sebagai penghubung. Tentu itu yang kita lakukan hari ini, yaitu membangun kerja sama dengan pihak ketiga," jelas Bunda Julie.
Bunda Julie menambahkan, pihak ketiga atau offtaker yang bekerja sama dengan kelompok tani kedelai di Kajong itu dari Forum Komunikasi Dua Bangsa (FKDB). Lembaga tersebut memiliki perusahaan tempe, yakni Tempe Ajaki yang hasil produksinya diekspor ke Jepang. Perusahaan Tempe Ajaki, sudah menguji dan mengetahui bahwa kualitas kedelai di NTT lebih baik dari pada kedelai yang ada di provinsi lain.
"Sekarang di tengahnya, bagaimana agar petani ini kembali mau menanam kedelai untuk memenuhi pangsa pasar. Tujuannya supaya kita menghentikan impor kedelai dari luar. Begitu banyak keuntungan yang didapatkan oleh petani kedelai, usai bekerja sama dengan FKDB. Sebab mereka tidak hanya membeli melainkan juga melakukan pendampingan," tutur Bunda Julie.
Menurutnya, dengan pendekatan yang FKDB lakukan, secara teknis berdampak langsung pada peningkatan hasil dari petani kedelai. Pabrik Azaki Tempe membutuhkan kedelai berkualitas. Kemudian secara kebetulan karena memang alam di NTT bagus. Jadi kedelai dari Manggarai, kualitas terbaik nomor satu dibandingkan dengan di provinsi lain.
Sebagai anggota DPR, Bunda Julie berjanji memperjuangkan agar kedelai di Manggarai diakui secara nasional. Supaya menjadi pemasok utama ke Indonesia atau minimal menutupi kebutuhan, baik kebutuhan Indonesia dari produksi maupun benih. Tentu, untuk mewujudkan hal itu, butuh kolaborasi banyak pihak.
"Saya berharap semua bergandengan tangan untuk menghasilkan yang terbaik buat masyarakat. Intinya bagi saya, Provinsi NTT ini harus menjadi lumbung kedelai untuk Indonesia, dan itu ada di tempat Kajong. Jadi tempat kita ini diberkati sekali. Kita tidak lagi memerlukan pupuk, tidak usah ribut tentang pupuk. Alamnya memang sudah bagus dan sudah subur," tandasnya.
Setelah itu, Bunda Julie juga menyerahkan dua alat mesin pertanian jenis hand tractor kepada Ketua Kelompok Tani Kajong 1. Sementara itu, Perwakilan FKDB melakukan serah terima dan transaksi jual beli sebanyak 23 ton kedelai.
Sementara itu offtaker, Erick Tegu Herwinda, dalam kesempatan itu mengagakan, pihaknya sudah sangat siap menjadi offtaker kedelai di Provinsi NTT, termasuk di Kabupaten Manggarai. Dimana FKDB sudah lakukan MoU dengan Direktorat Aneka Kacang dan Umbi (AKABI) yang telah ditanda tangani dan diketahui oleh Kementerian Pertanian.
"Jadi kami memang hadir untuk bisa memastikan kepada para petani bahwa kita menjamin pasar, dan menjamin harganya. Sehingga petani ada semangat untuk menanam kedelai sebagaimana apa yang di programkan oleh pihak kementerian. Kami telah menguji, bahwa kualitas kedelai di Manggarai, sangat baik," kata Erick.
Bupati Manggarai, Hery Nabit mengapresiasi delapan kelompok tani di Desa Kajong yang telah mengikuti program pertanian kedelai. Menurutnya, di Desa Kajong bukan lagi komoditas baru. Namun sudah dibudayakan sejak puluhan tahun. Dia juga tahu, sekarang sudah ada varietas-varietas baru yang lebih populer.
Menurut Bupati Hery, harus ada komunikasi dan kolaborasi, seperti komunikasi dengan petani, PPL, camat dan kepala desa, mengenai potensi yang berkaitan dengan potensi kedelai dihadapkan ancaman terhadap krisis pangan di dunia.
Bagi Pemkab Manggarai, kata Bupati Hery, paling penting bahwa inilah momen 17 Agustus, untuk menunjukan bahwa NTT bisa memberikan sesuatu untuk RI, meskipun kelihatan sederhana dari ketersediaan kedelai.
"Kita tahu bahwa Indonesia 90 persen masih impor kedelai dari luar. Jadi ini adalah sumbangan Manggarai atau Reok Barat, dan kita mau kedepan proses budidaya kedelai ini makin meluas, tidak hanya di Reok Barat. Untuk tahun ini, Pemkab Manggarai merencanakan pengembangan kedelai di 10 kecamatan, dan semua benihnya dari Kajong," ucap Bupati Hery.
Sementara untuk sertifikasi, kata Bupati Hery, menjadi tanggung jawab pihak ketiga dan didorong oleh Pemkab. Sehingga bibit dari Kajong ini bawa keluar dari Manggarai. Terkait dari sisi budidaya, dirinya tidak ragu lagi dengan petani di Desa Kajong. Termasuk benih kedelai dari desa Kajong, kualitasnya bagus. (*)
Penulis: Fansi Runggat
Editor: Marthen Bana