ATAMBUA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite di Atambua, Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur mendadak langka. Kelangkaan BBM tersebut dipicu beredarnya wacana kenaikan harga BBM, dimana sesuai info yang beredar akan diterapkan bulan depan.
Alhasil, kelangkaan BBM tersebut menyebabkan antrean panjang kendaraan bermotor, baik itu roda dua, roda empat maupun roda enam di sejumlah SPBU di pusat kota Atambua. Pemandangan tersebut menjadi sorotan sejumlah masyarakat yang mengeluh pemenuhan kebutuhan BBM jenis Pertalite
Sebagaimana pantauan TIMEX, Selasa (30/8) di SPBU 5485709, Fatubenao, antrean panjang endaraan bermotor roda dua maupun roda empat atau lebih untuk mengisi BBM bersubsidi.
Di SPBU Wekatimun, BBM bersubsidi jenis Pertalite habis karena pasokan dari Pertamina untuk penjualan belum masuk.
Pemandangan serupa juga terjadi di SPBU Motabuik. Mereka hanya melakukan penjualan BBM jenis Pertamax. Sedangkan untuk BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar pun mengalami kekosongan akibat pendropingan dari Pertamina ke SPBU belum masuk.
Ari Aononi, warga Kota Atambua kepada TIMEX, Selasa (30/8), mengeluhkan kelangkaan BBM bersubsidi jenis Pertalite.
Menurut Ari, kelangkaan BBM jenis Pertalite tersebut terjadi secara mendadak, dan tak diketahui alasan jelasnya, apakah adanya pengurangan kuota dari pihak pertamina ataukah adanya dugaan penjualan ilegal yang dilakukan oleh pihak SPBU.
"Anehnya, seminggu belakangan ini BBM mendadak langka. Sebenarnya ada apa? Selama ini penjualan BBM di beberapa SPBU di Kota Atambua normal saja, kok tiba-tiba langka," keluh Ari.
Ari menambahkan, persoalan kelangkaan BBM bersubsidi di Kota Atambua tersebut sangat merugikan masyarakat banyak lantaran menghambat aktivitas warga dan berdampak pada perputaran ekonomi di daerah itu. "Terutama pengusaha jasa angkutan umum, baik itu kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat dan roda enam," katanya.
Ari menduga, kelangkaan BBM bersubsidi jenis Pertalite tersebut disebabkan oleh beredarnya wacana kenaikan harga yang akan diberlakukan bulan depan. Meski demikian, lanjut Ari, Pemerintah Daerah bersama pengelola SPBU diharapkan bisa mengatur penjualan BBM bersubsidi kepada masyarakat sehingga adanya pemerataan dalam pemenuhan kebutuhan akan Pertalite.
"Jangan sampai wacana kenaikan harga BBM itu melumpuhkan penjualan BBM di SPBU yang menghambat aktivitas masyarakat. Seharusnya Pemerintah Daerah dan Pihak SPBU bisa mengatur penjualan BBM sehingga tidak disalahgunakan oleh oknum," pintanya.
Hal senada ditekankan Marcelo Junior, warga Kota Atambua yang ditemui TIMEX di SPBU Wekatimun, Selasa (30/8). Marcelo juga mengeluh karena sulit mendapat BBM jenis Pertalite satu pekan terakhir ini.
Marcelo yang kesehariannya bekerja sebagai tukang ojek mengeluh karena akibat kelangkaan BBM tersebut, pendapatan hariannya merosot. Biasanya, sehari Marcelo mendapatkan pemasukan dari aktivitasnya ojek senilai Rp 50 ribu. Namun dengan adanya kelangkaan BBM ini, pendapatannya menurun hingga 50 persen. "Sekarang saya hanya dapat Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu saja," ungkap Marcelo.
"Kita sulit dapatkan BBM dari SPBU sehingga saya isi BBM eceran yang takaran liternya diragukan sehingga uang hasil ojek habis untuk kita isi BBM eceran saja," sambungnya.
Menurut Marcelo, kelangkaan BBM bersubsidi jenis Pertalite juga disebabkan beredarnya informasi kenaikan harga BBM yang akan diberlakukan bulan depan.
Marcelo juga meminta Pemerintah untuk mengatur tarif ojek sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dengan adanya kenaikan harga BBM nantinya.
"Soal kenaikan harga BBM itu keputusan ada di Pemerintahan. Namun kami minta Pemerintah juga bisa atur tarif ojek sehingga kami tidak dirugikan dengan adanya kebijakan kenaikan harga BBM ini," pungkasnya. (mg26)
Editor: Marthen Bana