Risaul, warga RT 08, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang merupakan seorang pedagang sayur mayur yang tak cuma fokus pada aktifitasnya berjualan. Selama lebih kurang 17 tahun menjalani pekerjaan sebagai penjual sayur, Risaul tak lupa memperhatikan lingkungan tempatnya berjualan.
--------
Meski cuma bermodalkan tenda darurat untuk berjualan, Risaul tetap tekun bekerja demi menghidupi keluarganya. Mengambil lokasi di wilayah RT 09, Kelurahan Kayu Putih, Risaul saban hari harus berangkat pagi-pagi sekira pukul 06.00 Wita ke lapak jualannya, dan baru kembali ke rumah sekira pukul 21.00 Wita.
Di lokasi jualan itu, Risaul tak cuma fokus menjajakan sayurannya. Ia boleh dikata merupakan sosok yang peduli pada kelestarian lingkungan. Bagaimana tidak, lokasi jualan Risaul itu dilintasi kali kecil yang setiap hari tak pernah bebas dari sampah.
Saluran sedalam 1,5 meter dengan lebar lebih kurang 2,5 meter itu selalu menjadi fokus perhatian Risaul agar tetap tidak ada sampah yang menumpuk di dalam bentangan kali sepanjang lebih kurang 500 meter itu. "Sampah ini sering dibuang masyarakat saat malam hari ketika jam tidur," ungkap Risaul ketika ditemui Jurnalis Warga, Minggu (14/8/2022) lalu.
Tidak adanya persediaan tempat sampah membuat masyarakat memilih membuangnya di kali ini. Panjang kali dari jembatan ini sampai SD Kayu Putih sekitar 500 meter itu dipenuhi sampah. "Dulu memang ada tempat sampah, tetapi sekarang sudah ditutup. Lebih kurang sudah dua tahun. Terkadang orang buang bangkai hewan jadi setiap pagi saya harus kumpul sampah dan membakarnya agar tidak ada aroma busuk yang menganggu dagangannya," tutur Risaul.
Selain membersihkan sampah setiap pagi sebelum berjualan, untuk menghindari orang membuang sampah di kali, Risaul menanam anakan pisang. Tujuannya hanya untuk menutup akses orang membuang sampah di kali.
Namun upaya itu tak berhasil. Rendahnya kesadaran warga menjaga lingkungan menyebabkan masing ada sampah yang ditemukan Risaul ketika pagi tiba di lapak jualannya. Meski demikian, pria 41 tahun itu tak menyerah. Ia berharap, suatu saat nanti, kali itu bisa bebas dari sampah seiring meningkatnya kesadaran warga.
Risaul mengaku, rutinitas yang ia lakukan ini, sebagai manusia tentu sangat melelahkan. Namun apa mau dikata, jika dirinya tidak membersihkan sampah itu, sudah pasti akan berdampak pada dagangannya.
"Dulu saya pernah mengadu di Pak RT sehingga ditempel papan larangan buang sampah, tetapi tidak lama dicabut oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Biasanya saat mendekati 17 Agustus sering dibersihkan tetapi hanya berjalan setiap 17 Agustus setelah itu menghilang sampai 17 Agustus tahun depan," kata Risaul.
Meski itu bukan tempat tinggalnya, dan juga rutin membersihkan sampah, Risaul malah pernah mendapat teguran warrga setempat lantaran telat membakar sampah yang sebenarnya bukan ulahnya. Namun dengan sabar, Risaul tetap membersihkan sampah itu hingga saa ini. Bukan hanya setahun sekali.
Risaul menyatakan, persoalan sampah kini telah menjadi masalah lingkungan. Kebanyakan kasus, hal ini karena minimnya Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan pengangkutan. Masyarakat yang masih rendah kesadarannya menjaga lingkungan sering memanfaatkan sungai sebagai jalan pintasnya membuang sampah. Alhasil, sungai-sungai termasuk kali kecil menjadi keranjang sampah raksasa.
"Mau bagaimana lagi kak, kalau beta sonde bersihkan, otomatis beta punya dagangan juga tidak laku kalau sampah berserakan di sekitar sini. Sementara beta punya pemasukan untuk bertahan hidup satu satunya hanya dari jualan ini," ungkap Risaul lirih.
Untuk itu, Risaul berharap agar pihak RT dan pemerintah setempat lebih tegas dalam menindak para pembuang sampah sembarangan atau bisa bekerjasama mengatasi masalah sampah ini. "Beta saran, pemerintah bisa sediakan kembali motor sampah seperti yang dulu, cukup tiga saja sehingga masalah sampah bisa sedikit teratasi," harap Risaul. (*)
Penulis: Tari rahmaniar Ismail (Jurnalis Warga)
Editor: Marthen Bana