KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (MS GMIT) menyatakan, kejadian kekerasan seksual yang diduga dilakukan salah seorang calon pendeta (Vikaris), pada salah satu mata jemaat di Kabupaten Alor, benar-benar tak bisa ditolerir.
"Ini adalah kejahatan yang sangat melukai harkat dan martabat anak-anak yang menjadi korban. Hal ini juga melukai seluruh komunitas beriman dan nilai-nilai iman dan kemanusiaan yang kita pegang bersama. Kami sangat prihatin bahwa hal ini terjadi saat GMIT sedang membangun komitmen iman sebagai gereja ramah anak. Ini adalah pembelajaran yang sangat mahal dan kami mengakui kita semua sungguh-sungguh terpukul oleh hal ini. Kami menghargai semua masukan yang kami dengar dan memahami kemarahan yang timbul karena peristiwa ini," tulis Ketua MS GMIT, Pdt. Dr. Mery L. Y. Kolimon bersama Sekretaris MS GMIT, Pdt. Yusuf Nakmofa, M.Th dalam surat tanggapan tertanggal 8 September 2022, menyikapi kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Alor.
Pdt. Mery menyatakan bahwa MS GMIT berupaya untuk menjadikan pengalaman ini sebagai kesempatan untuk evaluasi menyeluruh terhadap seluruh penyiapan pelayan gereja dan pendampingan selama pelayanan mereka. mamba
Pembelajaran yang sangat mahal ini juga menjadi momen untuk membuat protokol pencegahan kekerasan seksual terhadap anak, perempuan, dan kelompok rentan dalam lingkup GMIT. "Kami tetap berkomitmen untuk berjalan maju bagi pengungkapan kebenaran, dorongan untuk pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya, pemulihan korban, pendidikan terkait seksualitas, dan dibangunnya sistem yang memastikan hal yang sama tak akan lagi terulang di masa depan," tandas Pdt. Mery.
Guna mewujudkan hal ini, Pdt. Mery memohon dukungan doa dan semangat positif untuk upaya-upaya yang sedang dilakukan majelis jemaat, majelis klasis, dan majelis sinode untuk pendampingan korban dan pembenahan-pembenahan terkait komitmen gereja yang bebas kekerasan seksual.
"Sebagaimana komitmen gereja-gereja sedunia yang saat ini sedang berlangsung di Jerman,
setiap hari Kamis kita memakai baju hitam sebagai tanda perlawanan terhadap kekerasan
terhadap perempuan dan anak, termasuk kekerasan seksual. GMIT berada dalam arak-arakan itu terlibat dalam misi Allah bagi keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan," pungkas MS GMIT.
Sebagaimana ramai diberitakan media, telah terjadi kasus dugaan kekerasan seksual dengan korban anak di bawah umur yang dilakukan seorang calon pendeta bernama Supriyanto Ayub Snae alias SAS alias Yanto Snae ketika bertugas pada salah satu mata jemaat GMIT di Kabupaten Alor. Para korban merupakan anak remaja, dan jumlah korban yang telah melapor sebanyak enam orang. Informasi lain menyebutkan, korban bahkan lebih dari enam orang.
Terhadap hal ini, dalam sebuah obrolan WA grup, advokat Amos Aleksander Lafu, SH., MH & Rekan (ALR) menyatakan telah menerima kuasa dari terduga pelaku SAS pada 3 September 2022.
Dalam penjelasannya, Amos Lafu menyatakan bahwa Kantor Advokat ALR berkomitmen untuk mendampingi terduga pelaku secara profesional, jujur dengan tetap menunjukkan empati yang mendalam terhadap para korban.
"Bahwa pada hari ini, Senin, 5 September 2022, klien kami telah tiba di Alor guna memenuhi panggilan penyelidik/penyidik untuk memberikan keterangan, selanjutnya klien kami berjanji akan memberikan keterangan secara jujur, terbuka, tidak berbelit-belit demi membuat terang tindak pidana a quo," kata Amos dalam penjelasan tertulisnya, Senin (5/9).
Amos juga menyampaikan bahwa kliennya secara jujur menyatakan menyesali apa yang telah diperbuat, oleh karena itu permintaan maaf yang tulus disampaikan kepada korban bersama orang tua dan keluarganya, MSH bersama keluarga besar GMIT, keluarga besar GMKI Kupang, dan GMKI Kalabahi serta masyarakat umum. "Selanjutnya klien kami memohon doa dan dukungan dari semua kita untuk menjalani segala proses hukum seusai ketentuan hukum yang berlaku," sebut pengacara muda NTT ini. (aln)