KERAHIMAN ilahi begitu besar kepada manusia berdosa. Pintu kerahiman selalu terbuka. Yang penting manusia berdosa mau bertobat. Allah berinisiatif mencari dan menemukan manusia berdosa untuk kembali kepadaNya dan mengalami keselamatan.
Penginjil Lukas menceritakan bagaimana Yesus melalui tiga perumpamaan melukiskan kerahiman Allah kepada manusia berdosa. Dalam Luk 15:1-32, Yesus menanggapi sikap orang Farisi dan Ahli Taurat dengan menceritakan tiga perumpamaan yaitu domba hilang, dirham hilang dan anak hilang. Sikap orang Farisi dan para ahli Taurat adalah menggerutu karena Yesus menerima pemungut cukai dan orang berdosa serta makan bersama mereka. Bagi orang Farisi dan ahli Taurat yang fanatik beragama Yahudi, seraya merasa paling benar dalam penghayatan agama, tidak ada tempat bagi para pemungut cukai dan orang berdosa dalam pergaulan sosial. Orang-orang itu dikucilkan dan ditolak. Pemungut cukai dikategorikan sebagai orang berdosa karena profesi mereka dipandang berkolaborasi dengan penjajah Romawi. Mereka mengeruk sesama bangsa untuk kepentingan penjajah Romawi yang berkuasa. Hal ini tidak bisa ditolerir oleh orang Farisi dan para ahli Taurat.
Berbeda dengan orang Farisi dan para ahli Taurat, Yesus justeru menampakkan wajah Allah yang berbelas kasih dengan menerima orang-orang terkucil itu, makan bersama mereka, bercengkerama dengan mereka, mengajar mereka untuk menemukan kebenaran dan membaharui hidup. Sikap Yesus yang penuh kerahiman ini tidak disukai oleh para fanatik agama Yahudi itu. Mereka bersungut-sungut. Maka Yesus pun mengajar mereka dengan perumpamaan. Tiga perumpamaan sekaligus.
Dari ketiga perumpamaan itu, semuanya menampilkan wajah Allah yang berbelas kasih kepada orang berdosa. Ketiganya memperlihatkan sikap Allah yang penuh kerahiman kepada pendosa. Dengan itu, Yesus membuka wawasan para orang Farisi dan ahli Taurat tentang sikap Allah yang berbeda dengan sikap mereka sebagai manusia picik.
Ketiga perumpamaan menampilkan tiga jenis manusia yang berdosa. Domba yang hilang menggambarkan manusia berdosa yang sesat, namun bisa ditemukan kembali dan dibawa pulang. Dia sesat, tetapi masih mendengarkan suara gembalanya atau tuannya. Ini tipe manusia berdosa yang masih mendengarkan suara Allah yang memanggilnya pulang.
Kedua adalah dirham. Tipe ini ketika jatuh dalam dosa tak berdaya untuk keluar dari kesesatannya. Dia tak ada suara. Juga tak mampu mendengarkan suara pemiliknya. Dia tenggelam dalam situasi hilang tanpa daya. Satu-satunya yang bisa menyelamatkan dia adalah pemiliknya yang menemukan dan membawanya pulang dengan kuasa penuh dari pemiliknya. Jenis pendosa ini hanya bisa diselamatkan Tuhan dengan cara ajaib penuh kuasa dari Tuhan sendiri.
Ketiga, adalah anak yang hilang. Si bungsu yang hilang adalah tipe umum manusia yang keliru mengambil keputusan dan terjebak dalam dosa. Ketika berada dalam penderitaan akibat dosa, dia sadar akan kekeliruannya lalu memutuskan dengan sadar untuk kembali kepada ayahnya yang menanti dengan penuh belas kasih. Tipe anak hilang adalah manusia berdosa yang sadar akan keberdosaannya dan bangkit kembali untuk hidup baru. Allah yang maha rahim menantikan dia dengan sabar sampai dia kembali bertobat. Pertobatannya diterima dengan kerahiman tanpa batas. Dia dibaharui kembali.
Ketiga perumpamaan ini dipakai Yesus untuk mengajarkan betapa besar kerahiman Allah bagi manusia yang berdosa. Selalu tersedia kerahiman bagi manusia. Yesus sebagai wajah kerahiman Allah menunjukkan belas kasih teramat besar kepada manusia berdosa. PersahabatanNya dengan orang berdosa tidak berarti Dia setuju dengan dosa mereka. Justeru Dia bersahabat dengan mereka untuk membawa mereka kembali ke jalan yang benar. Dia sendiri telah bersabda, "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."
Jalan persahabatan dengan orang berdosa adalah cara Yesus memanggil orang berdosa untuk kembali kepada kebenaran. Cara ini adalah ungkapan cinta kasih Allah kepada manusia. Cara ini menyelamatkan manusia dari dosa dan kebinasaan. Karena cara ini sungguh menghadirkan belas kasih Allah yang memulihkan manusia dari dosa. Sebaliknya cara mengucilkan seperti yang dilakukan kaum Farisi dan ahli Taurat justeru tidak menyelamatkan pendosa melainkan membinasakan. Allah yang dihadirkan Yesus bukanlah Allah pembinasa, melainkan Allah kerahiman. Jika Allah saja memiliki sikap peduli kepada pendosa, kenapa manusia yang sok suci menolak orang berdosa? Yesus memberikan teladan yang tepat untuk menolong orang berdosa bertobat dan diselamatkan: tidak setuju dengan dosa mereka, tetapi bersahabat dengan mereka untuk membantu mereka meninggalkan dosa mereka.
Di sisi lain, setiap kita pun tidak luput dari dosa. Kita dalam kadar tertentu menjadi domba hilang, dirham hilang atau anak hilang. Kita membutuhkan kerahiman Allah yang menyelamatkan kita. Dalam situasi ini, pantaslah kita bersyukur atas kerahiman Allah yang selalu tersedia bagi kita para pendosa untuk mengalami hidup baru. Terus menerus sepanjang hidup. Maka mentalitas Farisi dan ahli Taurat yang suka menghakimi dengan sok suci hendaknya diwaspadai dan dijauhi. Mari bersikap seperti Yesus sang Kerahiman ilahi. Marilah seperti anak hilang yang sadar diri dan bertobat, karena kerahiman ilahi tersedia berlimpah bagi siapa pun yang bertobat. (**)
Rm. Siprianus Soleman Senda, Pr
Alumnus Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang