KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Komisi III DPRD Kota Kupang melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mitra kerja, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), di ruang sidang Komisi III, Selasa (13/9).
Pasalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang melakukan redesain Rp 13 miliar di Dinas PUPR Kota Kupang tanpa ada pemberitahuan kepada DPRD Kota Kupang.
Pemkot Kupang mengakui melalukan redesain anggaran karena defisit anggaran Tahun Anggaran 2022, dengan utang Rp 38 miliar. Sementara Silpa hanya Rp 18 miliar. Ini pun diperuntukan untuk dana kapisati dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Asisten III Setda Kota Kupang, Yanuar Dally mengatakan, Pemkot Kupang mengalami defisit pada saat penyusunan anggaran Tahun 2022 senilai Rp 38 miliar, sehingga diharapkan bisa ditutup dengan sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa).
Padahal Silpa Pemkot Kupang sesuai hasil LHP BPK hanya Rp 18 miliar, dan sudah memiliki peruntukannya yaitu untuk kapitasi dan dana BOS.
"Tetapi kita membutuhkan anggaran untuk menambal beberapa kegiatan seperti gaji PPPK yang dianggarkan Rp 16 miliar. Juga ada utang pihak ketiga tahun 2021. Contohnya utang Hotel Ima yang menampung tenaga kesehatan yang terpapar dan merawat masyarakat yang terkena Covid-19. Nilainya Rp 5 miliar. Juga ada penyesuaian gaji yang berhubungan dengan jabatan sehingga harus ada anggaran," terang Yanuar.
Selain itu, lanjut Yanuar, ada lagi Peraturan Menteri Keuangan yang menginstruksikan pemerintah daerah untuk menganggarkan dua persen dana alokasi umum (DAU) untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dasar inilah, lanjutnya, pemerintah mengambil langkah melakukan redesain atau penyesuaian terhadap anggaran yang ada sehingga desain ini dibebankan kepada semua OPD.
Semua OPD diarahkan agar kegiatan-kegiatan yang belum dilaksanakan seperti belum dilakukan tender dihentikan saja, agar anggarannya dipakai. "Karena kalau dipaksakan maka akan menjadi Silpa sementara di saat yang sama kita membutuhkan anggaran ini," sebutnya.
Anggota DPRD NTT, Tellendmark Daud, mengatakan, ada begitu banyak pekerjaan yang realisasi fisik sudah 100 persen tetapi belum dibayarkan 100 persen. Yang ditakutkan adalah realisasi anggaran tidak sesuai rencana atau banyak yang tidak terbayarkan.
Di sisi lain ada redesain untuk membiayai kegiatan lain. Jangan sampai Silpa Rp 14 miliar itu tidak dapat meng-cover semua utang.
Bisa dilihat juga realisasi target pendapatan daerah sampai saat ini juga sangat rendah. Di Dinas PUPR saja dari target Rp 5 miliar, sampai saat ini baru terealisasi Rp 142 juta lebih.
"Redesain di Dinas PUPR Rp 13 miliar ini angka yang besar. Jangan sampai ini terjadi juga di semua Organisasi Perangkat Daerah atau OPD. Jadi jangan sampai juga ada OPD tertentu yang menjadi sasaran redesain sementara ada begitu banyak program dan kegiatan yang lebih prioritas," ungkapnya.
Sementara Ketua Komisi III DPRD Kota Kupang, Adrianus Talli mempertanyakan mengapa dilakukan redesain sampai Rp 38 miliar. Padahal ada kegiatan-kegiatan yang lebih prioritas.
"Contohnya air hitam, kita semua tahu bahwa kebutuhan air menjadi kebutuhan dasar masyarakat yang sampai saat ini belum dipenuhi oleh pemerintah. Lalu dalam perjalanan dibatalkan dengan alasan redesain. SPAM Kali Dendeng saja belum pernah operasi secara optimal dan masyarakat belum bisa merasakan manfaatnya," bebernya.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Kupang ini mengaku bahwa saat memberikan penjelasan tentang pentingnya kegiatan air bersih di Air Hitam ini sangat luar biasa. Lalu dalam perjalanan dihentikan dengan alasan tidak mendapatkan tempat untuk membangun reservoar. "Ini namanya konyol, masa ada uang baru dilakukan perencanaan," tegasnya.
Adi Talli menyatakan, seharusnya dilakukan perencanaan secara matang barulah diusulkan untuk diberikan anggaran, agar ketika usulan anggaran disetujui, OPD teknisi langsung kerjakan.
"Hal ini akan menjadi pembelajaran bagi kami di komisi agar lebih berhati-hati dalam pembahasan anggaran, apa pun argumentasinya. Karena ternyata melakukan redesain anggaran di Dinas PUPR itu sangat mudah dilakukan pemerintah," katanya. (r2)
Editor: Marthen Bana