Wamenkeu: Inflasi Juga Pertanda Ekonomi Mulai Bangkit

  • Bagikan
KULIAH UMUM. Wamenkeu RI, Suahasil Nazara saat membawa kuliah umum bertajuk Kondisi Ekonomi Terkini, di Kampus Undana Kupang, Kamis (22/9). (FOTO: FENTI ANIN/TIMEX)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia (Wamenkeu RI), Suahasil Nazara mengatakan, saat ini tidak terjadi guncangan di sisi sistem keuangan. Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya guncangan sistem keuangan. Salah satunya, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan relaksasi bagi kredit yang terdampak Covid-19.

Hal tersebut disampaikan Nazara ketika memberikan kuliah umum bertajuk Kondisi Ekonomi Terkini di Indonesia, bertempat di Universiras Nusa Cendana (Undana) Kupang, Kamis (22/9). Hadir mendampingi Wamen Keuangan RI, Kepala Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi NTT, Catur Widodo, Kepala Kantor Pajak Pratama (KPP) Kupang, Ayu Sri Liana Dewi dan jajaran di Undana.

Dalam kesempatan itu, Nazara juga menyampaikan bahwa Kemenkeu memberi Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 575 triliun untuk membantu penanganan dampak pandemi Covid-19 pada sektor ekonomi.

Menyinggung mengenai inflasi, Wamen Nazara menjelaskan, tahun 2022 ini merupakan inflasi yang baik. Ini menandakan bahwa ekonomi Indonesia mulai bangkit. Tetapi ada satu faktor yang cukup mengganggu, yakni perang Rusia dan Ukraina. Peristiwa ini yang menyebaban terjadi kenaikan harga-harga, bahkan dimulai pada Maret 2022.

Minyak bumi, misalnya yang sempat naik ke 125 dollar per barrel, kini sekarang turun ke 92 dollar pee barrel. Ini menjadi ketidakpastian. Dan bukan hanya minyak bumi saja, namun batu bara juga mengalami kenaikan harga, harga gas pun demikian.

"Gandum, CPO, kedelai, jagung, beberapa komoditas juga mengalami perubahan, bisa balik ke angka tinggi dan bisa turun dalam waktu yang tidak ditentukan. Semua kenaikan ini mulai terjadi sejak awal tahun 2022," katanya.

Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga BBM, baik itu solar, pertalite, dan pertamax. Lewat APBN, pemerintah mencoba terus untuk membiayai subsidi BBM, namun kenaikan minyak dunia memaksa pemerintah mengurangi subsidi BBM sekarang. Seharusnya pengurangan subsidi ini sudah sejak awal kenaikan harga minyak bumi. Namun dengan berbagai pertimbangan, akhirnya pemerintah baru mengambil langkah mengurangi subsidi sebagai pilihan terakhir demi menjaga kestabilan ekonomi dan keuangan negara. "Keputusan ini demi masyarakat Indonesia juga," kata Nazara.

Dikatakan, meski mengurangi subsidi BBM, Nazara mengatakan, Pemerintah Pusat membantu masyarakat dengan memberi Bantuan Subsidi Upah (BSU) dengan sasaran 16 juta pekerja dengan anggaran sebesar Rp 9,60 triliun, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.

Sementara itu, Nazara menyebutkan bahwa pendapatan negara yang berasal dari Provinsi NTT sebesar Rp 2 triliun. Namun belanja negara yang diberikan ke NTT sebesar Rp 20,6 triliun. Dana ini untuk belanja pegawai pusat, TNI, Polri, jaksa, guru agama, dan lainnya.

Ada juga belanja barang, belanja modal, dan seterusnya. "Jadi APBN terima pajak di NTT hanya sebesar Rp 2 triliun, tetapi memberikan kepada NTT sebesar Rp 20,6 triliun," sebut Wamenkeu Nazara yang menambahkan, hal ini sah saja karena kekurangan tersebut bisa ditutup dari daerah lain yang surplus membantu daerah yang defisit.

"Daerah yang surplus itu seperti Bali, Jakarta, dan daerah maju lainnya. Aktifitas ekonomi yang baik tentunya pajak atau pendapatannya juga baik, sehingga bisa membantu daerah yang defisit," sebutnya. (r2)

Editor: Marthen Bana

  • Bagikan