Berbagi Kasih Saling Menghidupkan

  • Bagikan
Romo Sipri Senda, Pr. (FOTO: IST)

MANUSIA diciptakan dengan kemampuan untuk mengasihi manusia lain. Dia dilengkapi dengan kemampuan akal budi, hati nurani dan kehendak bebas. Ada pula bakat atau talenta yang dapat diberdayakan untuk mengasihi sesama dalam pelbagai bentuk. Intinya, manusia diciptakan untuk saling mengasihi, bukan saling membinasakan.Dengan pelbagai kemampuan kordrati yang dimilikinya, manusia menghayati kehidupan dalam kebersamaan dengan yang lain.

Cinta kasih menggerakkan rasa solidaritas dan kepedulian untuk saling berbagi, saling menolong, saling memperhatikan, saling menghidupkan. Manusia hidup, menghidupkan manusia lain. Dalam bahasa Minahasa, sitou timou tumou tou. Ungkapan ini menggarisbawahi hakikat hidup manusia sebagai makhluk pencinta. Bahwa sejatinya manusia itu menjadi manusiawi karena mengasihi. Semakin ia mengasihi, semakin ia menjadi manusia sejati.Ketika manusia hidup dalam semangat kasih, di situlah kehendak Pencipta terwujud. Perwujudan solidaritas, kepedulian, kesalingan berbagi yang menghidupkan dalam semangat persaudaraan, merupakan ungkapan kasih; kasih kepada Tuhan dan sesama. Hal itu sesuai dengan kehendak Tuhan dan maksud Pencipta.

Perumpamaan Yesus

Salah satu pengajaran Yesus untuk berbagi kasih yang menghidupkan adalah perumpamaan tentang Lazarus yang miskin harta dan si orang kaya yang miskin cinta. Yesus menampilkan perumpamaan ini dalam konteks tema mengenai harta dunia dan sikap manusia dalam mempergunakannya sebagai sarana kasih.

Dalam teks ini ditampilkan dua tokoh yang berlawanan kutub. Yang satu miskin, menderita, berharap pada belas kasih sesama. Yang lain kaya, bersukacita, berlimpah harta, tidak bergantung pada orang lain, bahkan tidak peduli pada sesama yang menderita.Yesus menggunakan nama Lazarus untuk tokoh si miskin. Kata Lazarus merupakan bentuk Yunani dari nama Eleazar dalam bahasa Ibrani. Nama ini berarti Allah telah menolong.

Pemilihan nama ini tentu ada maksud bahwa meskipun si kaya itu tidak mau menolong si miskin, tetapi Allah menolongnya dan menganugerahkan kehidupan kekal. Sebaliknya si kaya yang egois, tidak tertolong dan mengalami kebinasaan kekal. Nasib keduanya berbeda, baik dalam hidup di dunia maupun hidup sesudah kematian. Yang satu menderita di dunia, tapi berbahagia di surga berkat pertolongan Allah. Yang lain, bersenang-senang di dunia, tapi menderita di neraka akibat perbuatan sendiri.

Inspirasi Kristiani

Melalui perumpamaan ini, Yesus hendak mengajarkan tentang pentingnya berbagi kasih yang menghidupkan dan konsekuensi jika tidak melaksanakannya. Dalam kehidupan bersama dan bersesama, setiap manusia hendaknya berbagi kasih yang menghidupkan. Tindakan berbagi kasih selalu bermuara pada kebaikan, kesejahteraan, keselamatan bersama. Tindakan solidaritas itu tidak saja menghidupkan orang lain, tetapi juga menghidupkan subjek yang melakukannya. Manusia hidup, menghidupkan manusia lain. Itulah hakikat hidup injili.

Dengan menghidupkan orang lain, kita juga dihidupkan. Sebaliknya mematikan orang lain, kita juga akan mengalami "kematian" dalam banyak bentuk: kematian moral, kematian sosial, kematian spiritual, dan pada akhirnya kematian kekal seperti si kaya dalam perumpamaan itu.Selain itu, pengajaran Yesus ini juga memberikan wawasan bahwa segala harta milik adalah anugerah Tuhan. Anugerah itu bukan diperuntukkan bagi diri sendiri secara egois, melainkan sebagai sarana untuk menghayati kasih. Harta kekayaan bukanlah tujuan, melainkan sarana. Si kaya terjebak dalam kekeliruan menjadikan harta kekayaan sebagai tujuan. Akhirnya dia miskin kasih walau berlimpah harta. Harta kekayaan itu tidak dijadikan sebagai sarana untuk berbagi kasih. Berbagi kasih pada dasarnya merupakan tindakan berbagi anugerah Tuhan. Terlebih bila tindakan itu terarah kepada sesama yang sangat membutuhkan. Berbagi kasih adalah tindakan menyalurkan rahmat.

Manusia beriman menerima berkat dari Tuhan dalam bentuk rezeki material dari usaha manusiawinya. Berkat itu dimaksudkan Tuhan sebagai sarana untuk kesejahteraan dirinya maupun sesama di sekitarnya. Dengan berbagi kasih, dia menjadi manusia penyalur berkat. Dia tidak egois, tidak serakah, tidak ingat diri, tidak kikir, tidak menahan rahmat. Sebagai ilustrasi kita dapat merefleksikan Danau Galilea dan Laut Mati. Danau Galilea menerima air dari Gunung Hermon. Air itu diterima, ditampung dan disalurkan lagi melalui Sungai Yordan ke selatan. Di situ ada kehidupan. Banyak sekali ikan di Danau Galilea. Danau itu menghidupkan manusia. Itulah spiritualitas Danau Galilea. Menerima rahmat dan menyalurkan. Maka ada kehidupan.

Sebaliknya Laut Mati menerima air dari Sungai Yordan; terus-menerus menerima, tanpa menyalurkan. Di situ tak ada kehidupan. Makanya disebut Laut Mati. Dia menerima, tetapi hanya menunggu untuk diri sendiri. Tak ada kehidupan padanya. Mentalitas Laut Mati adalah ciri manusia yang kikir, serakah, egois, tidak peduli, tidak mau berbagi berkat kepada sesama. Alhasil, tidak ada kehidupan padanya. Dia mati secara sosial, moral, spiritual, dan akhirnya juga mati secara kekal.Manusia kristiani sejati selalu menyalurkan berkat bagi sesama. Dia murah hati dalam berbagi kasih kepada sesama, terutama yang susah dan menderita. Dia menghayati spiritualitas Danau Galilea: menerima berkat Tuhan dan menyalurkannya kepada sesama lewat tindakan berbagi kasih.

Dengan cara demikian dia menjadi berkat bagi sesama dan mengalami hidup yang sejati, baik hidup di dunia ini, maupun hidup kekal sesudah kematian.Dengan demikian, melalui perumpamaan ini, Yesus mengingatkan para pengikutNya untuk menjadi manusia penyalur berkat. Berbagi kasih yang menghidupkan sesama adalah ekspresi iman yang hakiki. Setiap murid Kristus dipanggil dan diutus untuk berbagi kasih di mana pun berada. Konsekuensi akhir dari penghayatan hidup berbagi kasih atau tidak adalah ganjaran ilahi yang dianugerahkan Tuhan sesudah kematian. Yang berbagi kasih mendapat mahkota kehidupan kekal. Yang tidak menghayati kasih menerima konsekuensi penderitaan kekal.

Manusia kristiani diinspirasi untuk terus-menerus menghayati berbagi kasih yang menghidupkan. Di mana ada tindakan berbagi kasih, di situ ada kebahagiaan, kesejahteraan, keselamatan.

Rm. Siprianus S. Senda, Pr

Alumnus Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang

  • Bagikan