JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Indonesia menempati posisi kedua di dunia sebagai negara dengan produksi sampah terbesar di dunia setelah Tiongkok. Setiap tahun produksi sampah di Indonesia mencapai 1,29 juta ton. Perlu pengelolaan limbah sampah yang baik, supaya tidak merusak lingkungan hidup.
Fakta produksi sampah Indonesia itu, disampaikan Corporate Communications Manager PT Amerta Indah Otsuka Laibun Sobri. ”Kemudian 61 persen produksi sampah di Indonesia itu berakhir di laut,” kata Sobri di sela penandatanganan kerja sama Otsuka Blue Planet dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di pabrik PT Amerta Indah Otsuka, Sukabumi.
Sobri mengatakan, limbah sampah yang masuk atau berakhir di lautan merusak ekosistem. Limbah sampah di Indonesia yang masuk ke tempat pembuangan hanya 15-30 persen. Kemudian limbah sampah yang dikelola dengan cara daur ulang sekitar 10-15 persen.
Dia menjelaskan, persoalan sampah umumnya karena perilaku atau kebiasaan. Misalnya masyarakat belum terbiasa memisah atau memilah sampah rumah tangga. Padahal jika sampah rumah tangga bisa dipilah, proses pengelolaannya bisa lebih mudah. Akhirnya dapat mengurangi produksi sampah yang masuk ke laut maupun tempat pembuangan.
Dia mencontohkan sampah organik bisa dikelola sendiri. Misalnya dijadikan komoditas untuk budi daya ulat atau belatung maggot. Untuk diketahui harga belatung maggot cukup menggiurkan. Untuk maggot kering bisa dihargai Rp 80 ribu/kg.
Kepala Pusat Pengembangan Generasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Cicilia Sulastri sependapat bahwa persoalan sampah harus ditangani. KLHK terus menanamkan kebiasaan mengolah sampah dan lingkungan sejak dini. Yaitu melalui program Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (PBLHS). ”Bagi sekolah yang berhasil mengikuti PBLHS akan mendapatkan penghargaan Adiwiyata,” terang Cicilia Sulastri.
Cicilia mengatakan, saat ini ada lebih dari 26 ribu, bahkan mendekati 27 ribu unit sekolah yang sudah mendapatkan penghargaan Adiwiyata. Jumlah tersebut untuk semua jenjang. Mulai dari SD hingga SMA sederajat. Baik itu sekolah di bawah naungan Kemendikbudristek ataupun Kemenag.
Dia mengakui dibandingkan dengan total sekolah atau madrasah di Indonesia, jumlah yang mendapatkan Adiwiyata tersebut masih minim. Saat ini jumlah sekolah di Indonesia mencapai 271 ribuan unit. Sehingga jumlah sekolah peraih Adiwiyata masih 9,8 persen. ”Memang belum 10 persen. PR-nya masih banyak,” ucap Cicilia Sulastri. (jpc/jpg)