Total Belanja Wajib Perlinsos di NTT Capai Rp 73,28 Miliar

  • Bagikan
Kepala Kantor DJPb Provinsi NTT, Catur Ariyanto Widodo. (FOTO: FENTI ANIN/TIMEX)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Belanja Wajib Perlindungan Sosial, Earmark 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) sesuai PMK 134/PMK.07/2022 untuk penanganan dampak inflasi, telah dilakukan semua kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi NTT, Catur Ariyanto Widodo menjelaskan, khusus dana Earmark 2 Persen untuk penanganan inflasi, sudah terpenuhi di 22 kabupaten/kota di NTT. Total belanja wajib yang sudah dialokasikan semua pemerintah kabupaten/dan kota sebesar Rp 73,28 miliar.

"Total belanja wajib perlindungan sosial sebesar Rp 73,28 miliar ini digunakan untuk kepentingan bantuan sosial kepada UMKM, termasuk kepada ojek online atau ojol, untuk penciptaan lapangan kerja, juga untuk subsidi sektor transportasi dan perlindungan sosial lainnya," kata Catur Widodo saat menggelar konferensi pers terkait kinerja dan realiasi APBN di Provinsi NTT, di Gedung Keuangan Negara (GKN) NTT, Kamis (29/9).

Catur mengatakan, yang perlu diperhatikan adalah realisasinya dari bulan ke bulan, karena pemerintah daerah harus mengirim laporan paling lambat tanggal 15 setiap bulannya.

"Jadi tanggal 15 September kemarin, semua pemerintah daerah harus sudah mengalokasikan 2 persen DTU dan semua pemerintah daerah di NTT sudah memenuhi, kemudian tanggal 15 bulan berikutnya mereka harus melaporkan realisasi Perlinsos yang mereka lakukan," ungkap Catur.

Misalnya, kata Catur, tarif ojek online mengalami kenaikan, tetapi kemudian dampaknya penumpang ojek online justru berkurang. Maka bisa saja berdasarkan kajian pemerintah daerah, bisa memberikan bantuan sosial kepada ojek online.

"Prinsipnya realisasi belanja perlindungan sosial ini akan kami monitor pada tanggal 15 setiap bulannya," tambah Catur.

Catur mengapresiasi semua kabupaten/kota serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT, karena telah mengikuti instruksi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengalokasikan Earmark 2 persen dari DTU untuk kepentingan belanja perlindungan sosial dalam rangka penanganan dampak inflasi.

Catur menambahkan, Indonesia masih mengalami tantangan dan risiko, karena kondisi global saat ini, masih menghadapi tantangan berat seperti potensi resesi, isu geopolitik, risiko stagflasi, pengetatan moneter (Teragresif sejak 1980), dan volatilitas komoditas global.

Catur menuturkan, optimisme pemulihan ekonomi domestik berlanjut didorong konsumsi masyarakat dan kinerja ekspor. Namun begitu, tren peningkatan risiko global dan peningkatan inflasi (domestik) yang berasal dari kenaikan harga energi dan pangan global perlu terus diwaspadai.

"Kinerja APBN NTT bulan Agustus terjaga, ditopang kinerja pendapatan yang baik dan
belanja yang tumbuh positif," ungkapnya.

Dia meminta agar belanja pusat dan daerah perlu diakselerasi untuk mengimbangi pendapatan guna meningkatkan aktivitas dan perlindungan masyarakat.

"Di tengah risiko ketidakpastian global yang eskalatif, peran APBN sebagai shock absorber
perlu dijaga agar tetap berfungsi optimal," ungkap Catur.

Belanja dan pendapatan yang baik untuk membantu mengatasi dampak dari inflasi, baik yang menyebabkan penurunan kesejahteraan maupun dalam rangka mendorong pendapatan masyarakat agar lebih produktif. (r2)

Editor: Marthen Bana

  • Bagikan