Inflasi di NTT Naik Mencapai 6,97 Persen
DENPASAR, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Kinerja perekonomian NTT pada triwulan 2 tahun 2022 tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 3,01 persen (yoy). Pertumbuhan ini lebih rendah jika dibanding dengan nasional yang tumbuh 5,44 persen (yoy) atau lebih rendah dari rata-rata level pertumbuhan ekonomi di NTT sebelum pandemi.
Sementara itu, tekanan inflasi Provinsi NTT terus meningkat, dimana hingga September 2022 mencapai 6,97 persen (yoy). Angka ini lebih tinggi dari tingkat inflasi nasional yang terutama dipengaruhi oleh kelompok administered prices.
Selanjutnya, perkembangan inflasi tahunan di kabupaten/kota di NTT, khusus untuk Kota Kupang mencapai 7,45 persen (yoy), Maumere di angka 5,95 persen (yoy), dan Waingapu berada di angka 3,92 persen (yoy).
"Hal ini menandakan bahwa kesejahteraan masyarakat sosial mengalami penurunan," ungkap Asisten Manager Seksi Kehumasan Perwakilan Bank Indonesia (PwBI) NTT, Putra Rizky, di Hotel Tribe Kuta, Bali, Rabu (26/10).
Putra Rizky mengungkapkan, dengan inflasi yang semakin tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang rendah, mengakibatkan adanya stagflasi. Guna mengatasi hal ini, BI mengambil langkah strategis dengan menggagas Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Demi mewujudkan GNPIP ini, kata Rizky, BI membangun kolaborasi dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di seluruh kabupaten/kota. Untuk NTT sendiri, lanjut Rizky, PwBI sudah melakukan di Pulau Timor dan Pulau Flores yang meliputi sepuluh kabupaten/kota.
"Kemarin di Sumba, tanggal 21 Oktober yang dihadiri langsung Pak Gubernur, diikuti empat kabupaten/kota waktu itu," lanjut Rizky pada jurnalis dari 15 media asal NTT yang mengikuti Media Gathering di Hotel Tribe, Kuta Bali.
Adapun rangkaian kegiatan yang dilakukan PwBI NTT adalah Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu BI memberikan sumbangan untuk mendukung produk-produk pertanian, alat-alat pertanian seperti irigasi tetes, traktor, dan sebagainya.
BI, demikian Rizky, juga mendukung perluasan kerja sama antardaerah kemudian bersinergi dengan Bank NTT untuk mendorong pinjaman Kredit Merdeka.
Selain itu juga, tambah Rizky, BI juga melakukan gerakan Urban Farming, dimana setiap kabupaten/kota di seluruh NTT diberikan sepuluh ribu anakan cabai. Anakan cabai ini diberikan kepada kelompok-kelompok tani tertentu yang sudah mandiri, dan membutuhkan dukungan atau binaan BI.
"Jadi bagi petani yang membutuhkan dukungan binaan Bank Indonesia, silakan mengusulkan untuk dibina BI. Inilah langkah-langkah dini yang dilakukan Bank Indonesia," sebut Rizky.
Rizky menyebutkan, pada 30 November 2022, BI akan kembali melakukan GNPIP di Pulau Timor, dengan sasaran seluruh kabupaten/kota. Gerakan ini nantinya disinergikan dengan dua kegiatan besar BI, yaitu Temu Responden dan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia. Kegiatan ini akan dihadiri Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat.
Selain itu, kata Putra Rizki, saat Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19-20 Oktober 2022, telah diputuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,50 persen.
Keputusan menaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi (overshooting). Ini juga untuk memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen lebih awal, yaitu ke paruh pertama 2023.
Dikatakan, langkah ini dilakukan untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
Rizky mengaku, koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan mitra strategis dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) terus diperkuat melalui peningkatan nilai tambah (value added) GNPIP di berbagai daerah.
Menurutnya, sinergi kebijakan antara BI dengan kebijakan fiskal pemerintah dan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan. (r2)
Editor: Marthen Bana