Pengamat Maritim: Usut Tuntas Terbakarnya KM Express Cantika 77, Jangan Hanya Salahkan Nakhoda

  • Bagikan
Pengamat Maritim, Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa. (FOTO: ISTIMEWA)

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Pengamat Maritim yang juga bagian dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) Capten Marcellus Hakeng Jayawibawa ikut bersuara perihal tragedi kecalakaan transportasi laut terbakarnya Kapal Motor Express Cantika 77 rute Kupang-Kalabahi, pekan lalu, Senin (24/10).

Sebagaimana diketahui, KM Express Cantika 77 berangkat dari Pelabuhan Tenau Kupang pada pukul 11.00 Wita dengan memuat ratusan penumpang termasuk 10 anak buah kapal (ABK) dengan muatan lebih kurang 1 ton. Sekira pukul 13.30 Wita, kapal tersebut terbakar pada posisi 9•27’43.5”S 123•46’20.90E, tepatnya di perairan dekat Tanjung Gemuk, Kecamatan Amfoang Utara, Kabupaten Kupang. Dari peristiwa itu, sebanyak 320 penumpang berhasil diselamatkan, 20 korban meninggal dunia, dan lebih kurang 17 penumpang belum ditemukan.

"Saya prihatin dengan peristiwa terbakarnya KFC Express Cantika Lestari 77 hari Senin lalu. Namun saya tidak ingin berkesimpulan terkait penyebab terbakarnya kapal Ferry tersebut terlebih dahulu. Karena itu ranah dari pihak KNKT dan kepolisian. Bahkan kepolisian saat ini sedang melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kapal yang tenggelam di laut dan kru kapal. Karena investigasi terjadinya kecelakaan atau kebakaran tersebut dilakukan untuk perbaikan sistem bukan semata untuk menghukum," kata Capt. Hakeng kepada awak media di Jakarta, Senin (31/10).

Ada hal yang lebih disoroti Capt. Hakeng agar menjadi perhatian, yakni mengenai manifes dari jumlah penumpang KM Express Cantika 77. Berdasarkan info dari Kepala Cabang PT Pelayaran Darma Indah Kupang, Syeren Patrisia, kepada sejumlah wartawan, Rabu (26/10/2022) dikatakan jumlah penumpang sebanyak 226 penumpang setelah manifes diisi keesokan harinya saat kapal dinyatakan terbakar. Kapasitas kapal berjumlah 416 orang penumpang.

"Lalu, mengapa ketika tim penolong melakukan penyelamatan berhasil mengevakuasi sekitat 326 penumpang dan menemukan sekitar 18 jenazah dan bahkan masih ada korban yang belum ditemukan?" katanya.

Dari jumlah korban yang dievakuasi dan belum ditemukan itu, Capt. Hakeng menilai ada suatu keganjilan dalam hal manifes penumpang. "Saya melihat ada keganjilan dari pola penjualan tiket yang katanya sudah dilayani secara online. Jadi, siapa yang patut bertanggung jawab dengan adanya perbedaan manifes tersebut? Saya berharap pihak berwajib melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait bagaimana sistem penjualan tiket dilaksanakan di perusahaan tersebut," katanya.

"Tidak adanya crew manifest dengan jumlah yang presisi, kerap kali pula menghambat proses penyelamatan dan penyelidikan sebab kecelakaan kapal. Karena itu hal ini perlu mendapat perhatian serius pula," sambungnya.

Perlu diketahui bahwa tiket bukanlah sekadar kertas semata untuk dapat masuk dan menjadi penumpang di atas kapal. Tetapi tiket bagi penumpang kapal laut bisa digunakan sebagai bukti untuk mendapatkan ganti rugi atau klaim asuransi. "Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa penumpang atau konsumen memiliki hak untuk didengar dan hak untuk mendapatkan ganti rugi," jelas Capt. Hakeng.

Capt. Hakeng yang juga pendiri dan Pengurus Pusat Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) menyebutkan, penumpang berhak atas ganti kerugian yang wajib diberikan oleh pengangkut karena kelalaian pengangkut selama penyelenggaraan pengangkutan.

"Terkait soal kewajiban dan tanggung jawab pengangkut juga sudah diatur pada Bagian Kesembilan UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang perjanjian pengangkutannya dibuktikan dengan adanya tiket," tegas Capt. Hakeng.

Oleh sebab itu terkait pembelian tiket penumpang yang tidak sama dengan manifes penumpang kapal laut, Capt. Hakeng meminta pihak kepolisian untuk melakukan pengembangan lebih lanjut.

"Jangan hanya kru kapal dalam hal ini Nakhoda yang dipersalahkan. Tapi usut pula apakah ada keterlibatan dari oknum petugas di pelabuhan dan juga di perusahaan kapal, yang mungkin bermain dengan penjualan tiket tanpa prosedur yang berlaku. Pihak pengelola kapal jangan hanya memikirkan profit tanpa mengindahkan keselamatan kapal serta penumpangnya, sehingga menabrak aturan pelayaran yang berlaku," tutup Capt. Hakeng. (*/aln)

  • Bagikan