KEPERCAYAAN mengenai kebangkitan dan hidup kekal dikenal oleh agama-agama sebagai salah satu ajaran yang penting. Diyakini bahwa ada kehidupan kekal di seberang kematian. Jiwa manusia tak dapat mati. Sesudah kematian insani, jiwa manusia dibangkitkan dan beralih ke suatu bentuk kehidupan baru yang disebut kehidupan kekal. Ke sanalah hidup manusia yang sementara di muka bumi ini tertuju. Ajaran mengenai kebangkitan dan hidup kekal biasanya dikaitkan dengan kehidupan masa kini yang wajib dihayati agar dapat mencapai kehidupan yang kekal.
Diyakini dalam agama-agama bahwa kehidupan yang diisi dengan kebenaran, kebaikan, cinta kasih, keadilan dan nilai-nilai lainnya, akan membawa manusia untuk mencapai hidup kekal. Manusia beriman yang mati dengan menghayati ajaran imannya secara demikian, akan bangkit untuk hidup kekal.
Dalam persepektif kristiani, Yesus sendiri mengajarkan adanya kebangkitan dan hidup kekal. Dia datang ke dunia untuk menunjukkan jalan bagi manusia, bagaimana mencapai hidup kekal itu. Dalam karya pewartaan injilNya, Yesus mengajarkan kehidupan kini dan di sini yang dihayati dengan baik dan benar, dalam keterarahan menuju kehidupan kekal. Sesudah kehidupan di dunia ini, manusia akan dibangkitkan untuk hidup dalam keabadian. Bacaan-bacaan kitab suci dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru memuat banyak teks yang berbicara tentang adanya kehidupan kekal. Di antaranya 2Mak 7:1-2.9-14, surat Paulus 2Tes 2:16-3:5, dan Injil Luk 20:27-38.
Mendalami Ketiga Perikop
Warta sabda Tuhan dari ketiga teks tersebut menunjukkan adanya kepercayaan tentang kebangkitan dan hidup kekal. Perikop dari kitab kedua Makabe tersebut mengisahkan ketahanan iman tujuh anak muda bersama ibu mereka yang dipaksa untuk mengingkari ajaran agama Yahudi. Raja Antiokus Epifanes memerintahkan agar mereka disiksa dan dibunuh dengan cara yang keji, supaya mereka takut dan kemudian beralih mengingkari ajaran agamanya. Tetapi dia ternyata keliru. Dia berhadapan dengan orang-orang Yahudi yang militan dalam beriman kepada Yahwe Allah Israel. Mereka justeru menerima kematian dengan sukacita karena percaya akan kebangkitan dan kehidupan kekal.
Mereka yakin bahwa meskipun dibunuh mati, Allah akan membangkitkan mereka untuk hidup kekal selama-lamanya.Sedangkan dalam perikop surat Paulus kepada umat di Tesalonika tersebut, Paulus mengungkapkan harapannya agar umat di Tesalonika terpelihara dalam iman, dikuatkan dan dihibur oleh Tuhan sehingga mampu mengalahkan yang jahat. Tuhan menganugerahkan penghiburan abadi dan pengharapan yang baik kepada Paulus maupun umat Tesalonika untuk menjalani kehidupan iman kristiani sedemikian sehingga terlindungi dari yang jahat hingga mencapai kemuliaan abadi dalam Kristus.
Kehidupan di dunia yang fana ini penuh dengan aneka tantangan dan kejahatan yang dapat menjerumuskan manusia beriman kepada kebinasaan. Maka Paulus mengingatkan umat Tesalonika agar tetap setia mengandalkan Tuhan yang adalah setia. Harapan akan kasih setia Tuhan tetap menjadi kekuatan umat untuk berkanjang dalam kehidupan cinta kasih dan kebenaran. Dalam situasi hidup demikian, Paulus berharap bahwa Tuhan tetap mengarahkan hati umat kepada kasih Allah dan kepada ketabahan Kristus. Kasih Allah adalah sumber rahmat bagi manusia untuk mengalami sukacita Injil dalam kehidupan. Ketabahan Kristus menjadi inspirasi kekuatan umat dalam menghadapi aneka tantangan kehidupan. Hasil akhir adalah kemenangan dalam Kristus yang yang bangkit mulia.
Kristus yang bangkit mengalahkan kematian menjadi jaminan kebangkitan dan kehidupan kekal bagi umat beriman, usai perjuangan di dunia ini.
Dalam perikop Injil Lukas di atas, penginjil menceritakan perdebatan beberapa orang Saduki melawan Yesus tentang kebangkitan. Orang Saduki tidak mengakui adanya kebangkitan. Beda dengan orang Farisi yang mengakui adanya kebangkitan. Dengan mengambil contoh hukum Taurat mengenai perkawinan ipar, salah seorang Saduki itu membangun penalaran pengandaian mengenai 7 orang bersaudara yang menikah dengan seorang perempuan dan ketujuhnya mati tanpa meninggalkan anak. Kelihatan bahwa penalaran pengandaian ini terlalu mengada-ada. Karena tidak mengakui adanya kebangkitan, si Saduki ini memperalat ayat yang berbicara tentang perkawinan ipar untuk memaksa keyakinannya bahwa tidak ada kebangkitan.
Perkawinan ipar sendiri diatur dalam kitab Ulangan 25:5-10. Isinya berupa hukum mengenai istri yang ditinggal mati oleh seseorang, harus dikawini oleh saudara dari yang meninggal untuk membangkitkan keturunan bagi yang meninggal itu. Dengan wawasan itu, si Saduki membuat contoh pengandaian memakai tujuh bersaudara, dengan harapan bahwa Yesus juga akan membenarkan tesisnya bahwa tidak ada kebangkitan. Jika ada kebangkitan, siapakah yang akan menjadi suami dari perempuan itu dalam dunia kebangkitan? Sebab ketujuh-tujuhnya telah beristrikan dia.
Tanggapan Yesus membuka sesat logika dari si Saduki. Si Saduki berpikir bahwa bentuk kehidupan di seberang kematian masih sama seperti kehidupan di dunia ini. Karena baginya tidak ada kebangkitan. Konsekuensi logis menurut pemikirannya, tidak bentuk kehidupan baru. Kehidupan masih sama, karena tidak ada kebangkitan. Dengan demikian, menurutnya, dalam dunia yang akan datang itu akan timbul masalah karena ketujuh bersaudara itu sama-sama beristrikan perempuan itu. Yesus mematahkan pengandaian sesat si Saduki dengan menjelaskan bahwa bentuk kehidupan sesudah kematian dan kebangkitan dari antara orang mati, berbeda dengan bentuk kehidupan di dunia ini. Di dunia seberang kematian itu, tidak ada kawin dan dikawinkan. Semua hidup seperti malaikat. Malaikat itu roh. Roh tidak berdaging. Roh tidak memiliki sifat kedagingan. Dalam kehidupan kekal itu, manusia yang dibangkitkan mengalami hidup baru, hidup seperti para malaikat, hidup dalam kekudusan kekal, hidup bersama para malaikat dan para kudus yang sujud menyembah Allah dan memuliakannya dalam sukacita surgawi.
Dengan penjelasan Yesus ini, para Saduki itu dicerahkan untuk memiliki gambaran yang benar mengenai kebangkitan dan kehidupan kekal. Logika dengan pengandaian berbasis hukum perkawinan ipar langsung gugur dengan sendirinya. Bahkan Yesus pun mengutip teks dari kitab Keluaran 3:15, yang berbicara tentang pewahyuan diri Allah kepada Musa lewat semak terbakar bahwa Tuhan adalah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Dialah Allah orang-orang hidup. Di hadapan Dia semua orang hidup. Orang yang mati dibangkitkan untuk hidup di hadapan Allah yang hidup.
Relevansi Kristiani
Kebangkitan dan hidup kekal itu ada. Dalam keyakinan kristiani, kebangkitan dan hidup kekal itu adalah tujuan akhir dari kehidupan di dunia ini. Hidup manusia berorientasi kepada kebangkitan dan hidup abadi sesudah kematian. Perspektif eskatologis ini menghadirkan harapan bagi manusia kristiani untuk menjalani kehidupan di dunia ini dalam keterarahan kepada hidup baru di dalam Allah selama-lamanya.
Yesus dalam seluruh ajaranNya menunjukkan jalan untuk mencapai kebangkitan dan hidup kekal yaitu menghayati ajaran cinta kasih. Keseluruhan ajaran Yesus tersimpul dalam ajaran cinta kasih, yang tertuju kepada Allah dan kepada sesama. Dengan menghayati ajaran cinta kasih, manusia beriman menempatkan diri pada jalur yang benar menuju kebangkitan dan hidup kekal. Penghayatan cinta kasih mengarahkan dan menghantar manusia beriman untuk mencapai akhir hidup yang akan dimahkotai dengan kebangkitan dan hidup kekal.
Yesus sendiri dengan kebangkitanNya dari antara orang mati, menjadi jaminan pasti bagi semua yang percaya kepadaNya untuk mengalami kebangkitan dan hidup kekal. Santo Paulus sendiri menegaskan, bahwa jika Kristus tidak bangkit, sia-sialah iman kristiani.
Dalam menghayati hidup kristiani, militansi iman ala ketujuh anak muda bersama ibu mereka dalam kitab kedua Makabe, dapat memberikan inspirasi. Memang dibutuhkan keteguhan hati untuk menghayati iman dan ajaran kasih Kristus dalam hidup, betapapun harus menghadapi aneka tantangan rupa-rupa. Godaan apapun untuk meninggalkan dan menanggalkan iman kristiani, harus dilawan dengan tetap teguh memeluk iman dan menghayati ajaran kasih dengan konsekuen. Militansi iman ini pastinya bermuara kepada mahkota kebangkitan dan hidup kekal pada akhir perjuangan hidup di dunia.
Refleksi iman dan pengalaman hidup Paulus juga dapat menjadi inspirasi berharga untuk penghayatan hidup kristiani dalam keterarahan menuju kebangkitan dan hidup kekal. Berbasis pada keyakinan kokoh akan Tuhan yang setia memelihara setiap orang percaya, Paulus menggugah setiap murid Kristus untuk mengandalkan Tuhan dalam perjuangan kehidupan. Tantangan penyesat dan si jahat selalu ada. Tetapi perlindungan Tuhan pun tetap ada. Maka hati harus tetap terarah kepada kasih Tuhan dan kepada ketabahan Kristus. Kasih Tuhan menyertai perjuangan hidup kristiani dengan aneka rahmat. Ketabahan Kristus menguatkan perjuangan iman kristiani dengan spiritualitas salib yang bermuara pada mahkota kebangkitan dan hidup kekal. Dalam kasih Allah dan spiritualitas salib Kristus, terdapat keselamatan bagi manusia beriman kristiani. Keselamatan yang sudah terwujud dalam kehidupan kini, dan akan paripurna dalam kebangkitan dan kehidupan nanti sesudah kematian. Keselamatan kini dan di sini, serta keselamatan kekal di surga, adalah mahkota dari perjuangan iman kristiani dalam implementasi ajaran kasih Kristus sepanjang hidup di dunia.
Sukacita abadi dan kehidupan seperti para malaikat di surga tersedia bagi orang beriman yang telah purna menghayati iman kristiani dengan teguh dan konsekuen. Itulah kebangkitan dan hidup kekal. Amin
Rm. Siprianus S. Senda, Pr
Dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang