Nasib 572 Honorer Pemprov NTT Terancam, DPRD dan Pemerintah Siap Bertemu Menpan dan BKN

  • Bagikan
RDP. Anggota Komisi I DPRD NTT melakukan RDP dengan Plt Sekda NTT, Yohana Lisapali dan Kepala BKD, Henderina Laiskodat di ruang Komisi I DPRD NTT, Rabu (9/11). (FOTO: INTHO HERISON TIHU/TIMEX)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Ratusan tenaga kontrak di Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT terancam nasibnya. Pasalnya 572 honorer ini bakal dikeluarkan dari bata base Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) karena tak masuk kategori yang dibutuhkan pada formasi perekrutan kali ini.

Ratusan tenaga honorer tersebut saat ini sedang mengabdi sebagai sopir, security, dan pegawai pertamanan.

Menyikapi hal ini, Komisi I DPRD NTT melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pemprov NTT, Rabu (9/11). RDP tersebut dihadiri langsung Pelaksana tugas (Plt) Sekda NTT, Yohana Lisapali didampingi Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Henderina Laiskodat.

Yohanes De Rosario, Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT usai memimpin RDP itu menjelaskan, persoalan tersebut diadukan oleh tenaga kontrak yang nasibnya terancam akibat aturan yang diterapkan pemerintah pusat.

Menindaklanjuti pengaduan tenaga honorer, Yohanes mengaku melakukan RDP dengan pemerintah agar memberikan penjelaskan terkait terancam dikeluarkan ratusan tenaga kontrak yang telah mengabdi di Pemprov NTT belasan tahun itu.

Diurai, dari hasil penjelasan, pihaknya telah menyepakati agar melakukan konsultasi kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) untuk memastikan regulasi yang diterapkan agar tidak mengorbankan tenaga kontrak yang sudah mengabid sekian lama.

Menurutnya, upaya "naik banding" atau konsultasi harus dilakukan mengingat aturan yang dikeluarkan pemerintah sesuai penjelasan sangat tidak adil. "Sebagai wakil rakyat, kita harus perjuangkan nasib mereka yang sudah mengabdi belasan tahun ini. Kita coba minta kepada pemerintah pusat pada 17 November 2022," sebutnya.

Lanjutnya, meski terancam dikeluarkan dari database tapi pemerintah daerah tetap mengalokasikan anggaran untuk membayar hak-hak ratusan honorer sebagaimana yang telah dianggarkan bersama DPRD NTT.

"Pemerintah juga menyebut tidak menginginkan hal ini terjadi. Makanya sudah bersurat kepada MenPAN-RB tapi belum mendapat balasan. Tapi hak-hak mereka tetap dibayar walau tidak diakomodir sebagai PPPK," sebut Yohanes.

Plt Sekda NTT Yohana Lisa Pali pada kesempatan tersebut menjelaskan, terdapat aturan baru yang diterima tentang sistem penerimaan PPPK dengan kategorinya masing-masing.

Dikatakan, dari total 15.101 orang tenaga honor yang ada, lebih kurang 8.897 orang lainnya telah terdaftar atau masuk database. Sedangkan 6.204 orang lainnya belum terdata pada database karena berbagai persoalan.

"Yang terancam itu 572 orang sudah terdata, makanya kami juga tidak mau mengeluarkan mereka. Sedangkan 6.204 itu belum terdata karena berbagai persoalan sehingga belum masuk," ungkapnya.

Yohana menyatakan, pihaknya tetap mengalokasikan anggaran sesuai jumlah yang ada karena mengantisipasi pembiayaan yang memberatkan APBD. BKD juga terus melakukan pemantauan dan kabupaten/kota terkait dengan persoalan yang terjadi.

Dikatakan, ini sudah batas akhir namun gubernur belum menandatangani karena tidak sepakat dengan aturan yang dikeluarkan pemerintah pusat tersebut. "Sudah batas akhir pengajuan tapi pak Gubernur belum menandatangani karena ada kebijakan baru dari pusat itu yang tidak disepakati. Ini tidak saja dialami NTT tapi semua daerah. Ini masalah nasional," tandasnya. "Ini kebijakan pendataan non ASN oleh karena itu kami tetap menganggarkan dan kita lihat pada evaluasi APBD nanti," pungkasnya. (r3)

Editor: Marthen Bana

  • Bagikan