Sekolah Komunitas Tunas Bangsa Kupang Gelar Festival Budaya Sabu

  • Bagikan
CINTA BUDAYA. Para siswa Sekolah Komunitas Tunas Bangsa Kupang menampilkan tarian Sabu dalam acara Festival Budaya Sabu bertema "Djukalodho", Jumat (10/11). (FOTO: RESTI SELI/TIMEX)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Sekolah Komunitas Tunas Bangsa Kupang menggelar Festival Budaya Sabu bertema "Djukalodho", Jumat (10/11). Festival tersebut fokus mengangkat budaya daerah Sabu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Acara dimulai tepat pukul 17.00 Wita dan dihadiri seluruh siswa/i, mulai dari TK hingga SMA, orang tua murid, guru, jajaran pejabat yayasan serta Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang.

Festival diisi beragam penampilan berupa tari-tarian, paduan suara, musik, hingga teater yang diperankan oleh siswa. Bukan itu saja, pakaian maupun semua aksesoris pendukung memperlihatkan kebudayaan Sabu.

Ketua Yayasan Harapan Bangsa, Stefany Christin Fanggidae, mengungkapkan, dengan fokus kepada satu suku, dapat membuat para siswa/i lebih memperdalam pengenalan terhadap budaya Sabu itu sendiri.

"Kita ingin anak lebih memperdalam pengenalan mereka terhadap budaya Sabu. Sehingga, bukan saja mengenal, melainkan mereka juga bisa mencintainya," ujar Stefany.

Ia menyebut, dengan fokus pada satu budaya, maka seluruh siswa/i yang berbeda budaya, dapat saling belajar sekaligus menghargai keberadaan budaya lain. Karena itu, lanjutnya, seluruh siswa diwajibkan terlibat dalam festival tersebut.

Stefany mengatakan, butuh persiapan yang cukup lama dalam melatih para siswa/i untuk mewujudkan festival tersebut. Apalagi, katanya, Sekolah Komunitas Tunas Bangsa yang cukup tinggi menerapkan penggunaan Bahasa Inggris dalam kegiatan pembelajaran, mengakibatkan siswanya kesulitan menghafal maupun melafalkan lagu atau dialog dalam bahasa Sabu.

"Karena kita cukup menerapkan penggunaan Bahasa Inggris, makanya mereka sangat kesulitan dan tidak terbiasa dengan Bahasa Sabu maupun lokal," ungkapnya.

Meskipun begitu, tambah Stefay, para guru berhasil melatih dan mendorong siswa memberdayakan semaksimal mungkin kemampuan mereka. Untuk itu, Stefany bertekad, festival budaya tersebut akan terus berkelanjutan dan tentunya menyajikan suku yang berbeda setiap tahunnya. (Cr1)

Editor: Marthen Bana

  • Bagikan